
Menggelorakan semangat Kartini di era kini, Risalah Perempuan Berkemajuan hadir sebagai kompas. Bagaimana tujuh karakter utama membimbing perempuan Indonesia menjadi agen perubahan rahmatanlilalamin?
Opini oleh Fatma Hajar Islamiyah; Ketua PDNA Kabupaten Gresik.
Tagar.co – Memperingati Hari Kartini pada 21 April ini, mari berselancar pada sejarah hidup tokoh perempuan berpengaruh dalam sejarah emansipasi di Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Lahir dari latar belakang bangsawan membuka kesempatan belajar Bahasa Belanda yang pada masa itu menjadi pengantar pembelajaran dan bahasa utama dalam buku-buku yang beredar.
Sejak kecil, Kartini hidup di lingkungan eksklusif dengan akses keluar masuk yang terjaga. Hal tersebut berdampak bagi kehidupan Kartini, menjadi batasan untuknya mengakses dunia luar.
Hingga ia mendapatkan kesempatan untuk membuka jendela dunia melalui buku-buku yang ia baca, sehingga khazanah pemikirannya terbuka lebar. Kemudian, dia tuangkan dalam artikel-artikel yang terbit hingga ke negeri Belanda.
Baginya, kebaikan harus dilakukan bersama dan dirasakan banyak orang. Selangkah demi selangkah, pemberdayaan terwujud bersama saudari-saudarinya, Rukmini dan Kardinah. Ketiganya menjadi representasi kolaborasi dan semangat women support women untuk tumbuh bersama dan memberi dampak untuk semua.
Setiap potensi dari ketiganya termanifestasi pada bidang masing-masing. Menulis, menggambar, hingga memberdayakan potensi lokal berupa ukiran yang hingga kini eksis juga mereka lakukan bersama-sama. Kartini dalam eranya berdaya sesuai zaman. Lantas, bagaimana Kartini hari ini dari perspektif Risalah Perempuan Berkemajuan?
Risalah Perempuan Berkemajuan
Islam menjadi agama yang rahmatanlilalamin, rahmat bagi seluruh alam. Misi rahmatanlilalamin mencerminkan keterbukaan dalam kemuliaan, kesempatan, peran, dan keberdayaan. Membuka batasan-batasan tertentu penerima manfaat kebaikan dan rahmat Allah Swt. Menjadi simbol kesetaraan dan peran yang dimiliki baik laki-laki maupun perempuan.
Keduanya memiliki tanggung jawab yang sama, yakni menjadi khalifah fil ard. Yakni sebagai hamba yang berkewajiban sama dalam memakmurkan semesta dengan amal saleh. Aisyiyah telah merumuskan karakter perempuan berkemajuan yang tertuang dalam Risalah Perempuan Berkemajuan.
Pertama, iman dan takwa. Perempuan yang beriman adalah perempuan yang memiliki keyakinan yang secara fungsional mewujudkan rasa dan keadaan aman dan damai, serta memegang amanah.
Iman teraktualisasi dalam sikap takwa. Yaitu sikap menjaga diri dari sebab-sebab siksaan Allah, baik di dunia maupun di akhirat dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya dengan ikhlas, hanya mencari rida Allah. Perempuan berkemajuan dengan keimanan dan ketakwaan dapat menjadikan ujian sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Kedua, taat beribadah. Perempuan berkemajuan ialah yang lurus tauhidnya sehingga taat dalam ibadahnya. Senantiasa mampu menjadikan tantangan hidup sebagai pendorong semangat dalam beribadah.
Ketiga, akhlak karimah. Sebagai wujud kesempurnaan iman, akhlak karimah menjadi manifestasi pergerakan keimanan seseorang. Sifat iman yang tidak tampak secara zahir dapat terlihat dari bagaimana perempuan berkemajuan itu melakukan aktivitas kebaikan secara spontan, tanpa berpikir panjang dan istikamah.
Keempat, berpikir tajdid. Perempuan berkemajuan tidak lepas dari semangat tajdid yang merupakan esensi dari berkemajuan. Berpikir tajdid dengan landasan kemurnian iman akan mengantarkan pada sikap dinamis dalam menyikapi perubahan dalam kehidupan. Menjadikan diri perempuan semakin kreatif, inovatif, dan senantiasa progresif seiring perkembangan yang terjadi.
Wasatiah dan Inklusif
Kelima, bersikap wasatiah. Sikap wasatiah akan membawa pribadi perempuan berkemajuan kepada nilai rahmatanlilalamin. Tidak berlebihan dalam bertindak serta senantiasa menyeimbangkan antara ilmu dan amaliah.
Perempuan berkemajuan penting bersikap wasatiah. Yakni dengan kemampuan memegang teguh landasan keimanan akan mampu menjadi bekal dalam membedakan yang haq dengan yang batil.
Keenam, amaliah salehah. Beramal saleh secara sungguh-sungguh merupakan ciri khas perempuan berkemajuan yang senantiasa istikamah dalam jihad.
Berlandaskan kekuatan perempuan berkemajuan sebelumnya, yang meliputi keimanan, pemikiran tajdid, dan sikap wasatiah, menjadi bekal dalam menjalankan amaliah salehah. Hal ini meliputi aspek kesalehan secara individu maupun sosial. Sehingga perempuan berkemajuan tidak hanya baik untuk dirinya, tetapi menjadi manfaat bagi sekitarnya.
Ketujuh, inklusif. Terbuka pada relasi sosial dalam ruang masyarakat majemuk. Sikap inklusif ini bukan berarti menjadi permisif, melainkan tidak membiarkan kemungkaran dan mengajak kepada yang makruf. Pribadi inklusif bagi perempuan berkemajuan juga meliputi keterbukaannya terhadap perubahan dan ilmu pengetahuan.
Menjadi perempuan adalah tantangan tersendiri, tetapi perempuan berkemajuan dapat mengubah tantangan menjadi potensi, semangat ibadah, dan manfaat bagi sesama. Mari melanjutkan kiprah perempuan inspiratif menjadi perempuan berkemajuan! (#)
Penyunting Sayyidah Nuriyah