Opini

Kabinet Merah Putih: Antara Padat Karya dan Obesitas

×

Kabinet Merah Putih: Antara Padat Karya dan Obesitas

Sebarkan artikel ini
Presiden Prabowo Subianto berfoto bersama para menteri Kabiet Merah Putih (Foto detik.com)

Kabinet Merah Putih menjadi sorotan karena jumlah anggotanya sangat banyak, menyerupai proyek padat karya. Atau justru ini obesitas?

Kolom oleh Prima Mari Kristanto

Tagar.co – Jumlah menteri dan wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih, meski bukan yang terbanyak dalam sejarah Indonesia—Kabinet Dwikora era Soekarno memegang rekor dengan 111 orang—namun, penambahan terus-menerus pejabat setingkat menteri bisa mengubahnya menjadi “Kabinet 100 Menteri Jilid II”.

Setelah melantik menteri dan wakil menteri, serta kepala lembaga setingkat menteri, Senin (21/10/24), Presiden Prabowo Subianto melantik pejabat setingkat menteri lainnya, Selasa (22/10/204).

Ada utusan khusus presiden, penasihat khusus presiden, staf khusus presiden, dan badan-badan negara. Masuklah di sini Luhut Binsar Pandjaitan, Muhadjir Effendy, Wiranto, Raffi Ahmad, Budiman Sujatmiko, Dahnil Anzar Simanjuntak, Gus Miftah, Haikal Hassan Baras, hingga anak Zulkifli Hasan: Zita Anjani.

Banyaknya jumlah menteri, wakil mentri, dan pejabat setingkat mentri lainnya menyerupai proyek padat karya.

Baca jugaSusunan Lengkap Kabinet Merah Putih

Tantangan Program Padat Karya

Program padat karya dalam ekonomi bertujuan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Namun, efektivitasnya bergantung pada pengelolaan yang cermat dan efisien agar tidak menjadi beban finansial.

Beban pengeluaran dalam program padat karya tetap diperhitungkan agar tetap efisien dan tidak membuat perusahaan rugi.

Tantangan program padat karya paling banyak pada pos pengeluaran gaji, pengendalian, dan pengawasan personalia.

Peran kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk memastikan para personil mampu bekerja sama dan berkoordinasi.

Dalam kondisi pekerjaan yang bersifat manual, banyak, berat dan sulit, jumlah personalia yang besar dapat menjadikan beban kerja menjadi ringan.

Sejak pandemi Covid-19 melanda, ekonomi global termasuk Indonesia mengalami kelesuan. Daya beli menurun, deflasi terjadi pada beberapa sektor, dan bantuan sosial tidak cukup untuk mengangkat masyarakat dari krisis ekonomi.

Solusi yang diharapkan adalah program padat karya yang nyata, yang tidak hanya memberikan pekerjaan tetapi juga meningkatkan kesejahteraan.

Cara terbaik menyelamatkan dan memperbaiki sosial ekonomi masyarakat, bangsa dan negara adalah dengan program padat karya. Angka pengangguran yang tinggi menyusul banyaknya PHK dan penutupan industri-industri di Indonesia membutuhkan solusi segera.

Dunia pertanian yang terpuruk sebagai lapangan pekerjaan terbesar bagi masyarakat perdesaan ikut menyumbang angka pengangguran dan kemiskinan.

Kenyataan di Lapangan slogan “Kerja, Kerja, Kerja” yang digemakan sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi, sayangnya, tidak sepenuhnya tercermin dalam ketersediaan dan kualitas lapangan pekerjaan.

Proyek-proyek strategis nasional, seperti hilirisasi tambang, mungkin membawa kebanggaan namun belum signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas.

Refleksi dan Tindakan

Sama seperti proyek padat karya, kabinet yang besar ini menghadapi tantangan besar dalam koordinasi dan efisiensi.

Kabinet yang besar ini ini apakah akan menjadi kekuatan yang sehat dan kuat, atau justru menjadi obesitas negara yang dipenuhi oleh penyakit birokrasi?

Jika banyaknya menteri hanya menambah beban anggaran tanpa peningkatan kesejahteraan rakyat, maka istilah ‘obesitas’ menjadi tepat.

Baca juga: Prabowo Lantik 25 Pejabat: Dari Utusan Khusus dan Penasihat Presiden hingga Kepala Badan

Kabinet ini harus menjadi lebih dari sekadar simbol untuk mengakomodasi berbagai kepentingan politik. Ini harus menjadi mesin pemberdayaan masyarakat.

Budaya kerja keras, efisiensi, dan fokus pada program yang langsung menyentuh kebutuhan rakyat adalah obat untuk mencegah obesitas pemerintahan. Bukan sekadar gerak dan tarian di permukaan, tetapi aksi nyata yang memberikan hasil.

Maka Kabinet Merah Putih berada di persimpangan: menjadi kabinet yang benar-benar padat karya dan produktif, atau sebuah kabinet yang gemuk, lamban, dan penuh dengan masalah kesehatan birokrasi.

Pilihan ini akan menentukan, bukan hanya citra, tapi juga kesejahteraan bangsa di masa mendatang. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Kemerdekaan, Menyisakan Palestina