Opini

Kabinet dan Jiwa Pemasaran

×

Kabinet dan Jiwa Pemasaran

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi AI

Fungsi pemasaran tidak cukup merujuk pada satu departemen. Pemasaran adalah jiwa yang harus dimiliki oleh setiap komponen perusahaan. Organisasi sosial dan politik bisa mengadopsinya, termasuk Kabinet Merah Putih.

Opini oleh Mohammad Nurfatoni, Direktur Penerbit Kanzun Book.

Tagar.co – Saya mencoba kembali mengangkat tulisan tentang siklus pada “kehidupan” perusahaan. Pertimbangannya, karena pada saat ini terjadi persaingan yang sangat keras. Perusahaan-perusahan pionir akan menghadapi pesaing-pesaing baru.

Sebaliknya, perusahaan baru akan menghadapai pesaing yang telah lama mapan dalam sebuah jalur bisnis.

Dalam perkembangan kehidupan perusahaan, mengutip Hermawan Kertajaya, ada empat perubahan kompetitif yang mengharuskan dilakukannya redefinisi pemasaran.

Pertama, pada saat belum ada persaingan, atau situasi persaingan tidak keras, maka pemasaran tidak atau belum terlalu dibutuhkan.

Kedua, pada saat situasi persaingan makin keras, maka pemasaran menjadi fungsi yang penting.

Ketiga, pada saat, situasi persaingan sudah sangat keras, maka pemasaran menjadi fungsi yang makin penting.

Dan keempat, pada saat situasi persaingan sudah sangat keras, tidak dapat diduga dan kacau, pemasaran harus menjadi “jiwa” setiap orang pada sebuah perusahaan.

Baca juga: Siklus

Oleh karena itu, pemasaran harus menjadi suatu konsep strategis yang mampu memberikan kepuasan berkelanjutan untuk tiga komponen: pelanggan; karyawan; dan pemilik perusahaan.

Pemilik perusahaan yang mendapat laba harus memberikan imbalan yang cukup baik bagi karyawan dengan memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya. Karyawan harus diperlakukan sebagai “pelanggan internal” yang harus terpuaskan.

Baca Juga:  Tahun Baru Hijriah: Menyelamatkan Martabat Kemanusiaan

Karyawan yang diperlakukan sedemikian rupa, diharapkan akan mempunyai rasa memiliki, karena itu ia akan memberikan pelayanan total untuk memuaskan pelanggan.

Pada gilirannya, pelanggan yang puas akan meneruskan hubungan dengan karyawan yang memuaskannya, sekaligus memberi laba jangka panjang kepada pemilik perusahaan. Sebab, pelanggan yang puas akan melakukan pembelian ulang dan memberi rekomendasi pada orang lain untuk membeli dari perusahaan bersangkutan.

Dalam menjalankan bisnisnya, pemilik perusahaan harus selalu berpikir melahirkan kerangka kerja win-win, atau harmoni dalam segala segi. Saling menjadi juara, tidak ada yang dikalahkan. Terbentuk simbiosis mutualisme.

Putusnya rantai siklus pada salah satu bagian akan mengganggu kepuasan semua pihak, yang pada akhirnya tidak akan memenangkan perusahaan dalam persaingan.

Maka, sekali lagi, semangat atau “jiwa” pemasaran menjadi keharusan untuk dimiliki setiap komponen dalam perusahaan. Bukan sekedar monopoli bagian pemasaran.

Adaptasi Organisasi Sosial

Sebagai organisasi sosial, konsep yang dipaparkan di atas, mendesak untuk diadaptasi. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kerja di bidang sosial, juga menghadapi “persaingan”.

Oleh karena itu, fungsi “pemasaran”—ide-ide atau layanan spesial—juga haras menjadi semangat pada setiap komponen organisasi sosial.

Konsep strategis pemasaran yang harus memberikan kepuasan pada tiga komponen, juga bisa diadaptasi pada lembaga sosial. Pelanggan adalah umat/rakyat, karyawan adalah aktivis/pengurus, dan pemilik perusahaan adalah pengemban amanah/kepemimpinan.

Organisasi sosial, masjid misalnya, akan mendapat jemaah yang banyak dan berkualitas jika ide-ide atau layanan yang berhubungan dengan kemasjidan diberikan secara memuaskan oleh para aktivis masjid. Jemaah tentu akan memberi kontribusi pada aktivis sekaligus masjid.

Baca Juga:  Diskusi, Wadah Pembelajaran dan Pertumbuhan Manusia

Baca juga: Kabinet Jumbo dan Harga Kemubaziran

Dalam jangka pendek masjid menjadi makmur, karena banyak kegiatan yang diminati jemaah akan menjadi pundi-pundi pahala bagi aktivis atau pengemban amanah yaitu kepemimpinan umat Islam.

Oleh karena itu, pemimpin juga harus memperlakukan para aktivis dengan sepenuh hati, ikhlas dan penuh perhatian. Sebab, pada akhirnya para aktivis akan menjadi ikhlas pula untuk memberikan pelayanan yang memuaskan. Sebab jika tidak, akan berakibat, masjid misalnya, dijauhi umat. Dan bayangkan masjid tanpa jemaah!

Dalam konteks politik pemerintahan, maka pelanggan adalah rakyat, karyawan adalah kabinet—presiden dan para menteri—sedangkan owner-nya negara. Ketiganya saling memberikan pelayanan yang terbaik, membentuk siklus yang positif, saling menguntungkan.

Jika Kabinet Merah Putih bekerja dan memberi pelayanan terbaik demi kepentingan rakyat, maka rakyat akan dengan sukarela memberikan yang terbaik pula untuk negara, termasuk taat membayar pajak. Selanjutnya bangsa dan negara akan sejahtera dan berkeadilan.

Sebaliknya jika kabinet bekerja untuk kepentingan diri sendiri atau kerabat, maka rakyat akan menggugat dan negara tak jadi hebat! (#)