Jejak digital sifatnya ‘abadi’. Sulit dihapus. Lalu bagaimana bila kita meninggalkan jejak hidup, termasuk jejak digital, yang buruk? Dia bisa jadi ‘hantu’ bagi kita, di dunia dan akhirat.
Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sebelas judul lainnya
Tagar.co – Era digital, di zaman inilah kita sekarang berada. Di era ini kehidupan terasa lebih mudah dan nyaman. Meski begitu, kapan pun, kita tetap harus berhati-hati dalam menjalani hidup ini.
Era digital adalah suatu masa di mana teknologi informasi dan komunikasi menjadi bagian integral dari kehidupan manusia. Pada era ini, informasi dapat diakses dan disebarluaskan dengan cepat melalui berbagai perangkat digital seperti komputer, smartphone, dan tablet.
Rasanya, hal paling menonjol yang dirasakan oleh semua orang di era digital ini adalah kita bisa berkomunikasi dengan sangat mudah. Misal, kita bisa saling sapa dengan siapapun dan di manapun dalam 24 jam sehari. Kita bisa, antara lain, tanpa putus saling bertukar informasi.
Siapa Menyesal
Hanya saja, harap tetap berhati-hati. Di era digital, jejak kita kuat terekam. Kita pernah bicara apa atau berbuat apa di media sosial, misalnya, bisa saja dibongkar oleh siapapun yang memerlukannya untuk macam-macam tujuan.
Terkait hal di atas, bisa saja jejak digital kita yang buruk mencelakakan diri sendiri. Oleh karena itu, waspadalah, jangan sampai meninggalkan jejak tak baik. Misal, jangan mudah mengunggah kita sedang makan apa, berharga berapa, dan di mana.
Baca juga: Kasihani Penguasa!
Kita bisa membayangkan bagaimana perasaan warganet yang di kesehariannya hanya tahu bahwa roti itu harganya di kisaran Rp2 ribu sampai Rp20 ribu. Tiba-tiba ada orang yang pamer dengan mengunggah di media sosial sedang makan roti seharga Rp.400 ribu. Wah, roti, Rp400 ribu?
Kita bisa membayangkan bagaimana perasaan orang yang di kesehariannya hanya tahu bahwa nebeng itu ikut kendaraan orang lain dalam jarak yang tak terlalu jauh dan pemilik kendaraan ada bersama yang nebeng. Tiba-tiba ada yang bilang bahwa dia nebeng jet pribadi teman ke Amerika. Duh, nebeng, ke Amerika?
Rasanya, orang-orang yang pernah posting atau bicara seperti di dua paragraf di atas akan tidak tenang hidupnya setidaknya untuk beberapa waktu. Hal serupa, juga bisa terjadi pada orang lain yang pernah mengunggah di media sosial materi-materi yang potensial membuat sakit hati banyak pihak. Materi yang dimaksud seperti ucapan kasar, penghinaan, mesum, dan rasis.
Bisa Terlihat
Jejak langkah kehidupan yang buruk, mengancam reputasi bahkan nasib seseorang. Simaklah Surat Yasin 65: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Atas ayat di atas, mari buka Tafsir Al-Azhar karya Hamka. Bahwa, intinya, ‘buah’ dari jejak langkah kita tak perlu menunggu di Akhirat. Di Dunia, sudah ada. Itupun, bisa segera.
Baca juga: Kisah-Kisah Penguasa yang Terjungkal
Contoh pertama. Di sebuah hari, di Majelis Usman bin Affan Ra. Lalu, masuklah Anas bin Malik Ra. Terjadilah dialog dari keduanya, di tengah banyak Sahabat lainnya.
“Aku melihat bekas zina pada mata engkau,” kata Usman, sang khalifah.
“Masih adakah wahyu,” tanya Anas bin Malik dengan nada tak terima atas ucapan Usman itu.
”Hanya firasat,” respons Usman, sang Amirul Mukminin.
Terkait hal di atas, berkisahlah Anas bin Malik. Bahwa, di perjalanan menuju majelis Usman bin Affan, dia berpapasan seorang perempuan. Dia menyapa. Hanya saja, sesaat dia sempat tertarik dengan lenggok jalan si perempuan.
Hanya sesaat dan untuk mencegah perasaan agar tak merasuk ke hati, dia istigfar. Tapi, rupanya, ‘jejak’ itu lekat di mata Anas bin Malik dan tampak dalam pandangan Usman bin Affan Ra (Hamka, 2007: 6022)
Siapa Anas bin Malik? Dia salah satu sahabat dekat Nabi Muhammad Saw. Dia banyak meriwayatkan hadits.
Saksikanlah! Anas bin Malik sudah istigfar, tapi ”sedikit jejak buruk’ itu ternyata masih terlihat oleh Usman bin Affan. Maka, siapapun, harus berhati-hati atas semua langkah kehidupannya.
Muncul Sendiri
Contoh kedua. Masih di penjelasan Hamka terkait Surat Yasin 65. Mereka yang sakit berat dan tampak dekat ajalnya, kata Hamka, kadang mereka seperti bercakap-cakap mengeluarkan ‘apa-apa yang ada di dalam dirinya’. Rahasia-rahasia yang tersimpan di hatinya, di luar sadar, keluar. Sementara, pada kejadian yang lain, tampak seperti mengerjakan sesuatu yang telah menjadi kebiasaan sebelumnya.
Hamka lalu memberi contoh. Misal, seorang tukang cukur tangannya tampak bergerak-gerak seperti sedang mencukur orang. Seorang tukang sampan, tangannya kelihatan bergerak-gerak seperti sedang mendayung. Adapun Hamka sendiri yang seorang penulis dan sakit berat pada 1948, kata keluarganya, tampak tangannya bergerak-gerak seperti sedang menulis (Hamka, 2007: 6023).
Kesaksian Anggota
Kelak, tangan dan kaki seolah-olah ‘bisa berkata-kata’. Dari Anas bin Malik, berkata dia: Kami berada di sisi Rasulullah Saw pada suatu waktu. Lalu beliau tertawa. Maka berkatalah beliau, ‘Apakah kalian tahu apa sebab aku tertawa?’ Kami jawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu’.
Kemudian, sabda beliau: ‘Aku tertawa mengenang seorang hamba akan menghadap kepada Tuhannya.’ Lalu dia berkata, ‘Ya Tuhanku, bukankah Tuhan telah memastikan bahwa Tuhan tidak akan berlaku aniaya kepadaku?’ Tuhan berfirman, ‘Memang, demikianlah!’
Baca juga: Belajar dari Orang-Orang Mati yang Hadir melalui Mimpi
Lalu, hamba itu berkata lagi. ‘Ya Tuhanku, aku tidak hendak menerima kesaksian tentang diriku melainkan dari dalam diriku sendiri.’ Lalu, Tuhan berfirman, ‘Cukuplah di hari ini dirimu sendiri jadi saksi atas dirimu! Dan Malaikat-Malaikat pencatat yang mulia (Kiraman Katibin) saksi luar.’
Lalu, mulut si hamba itupun ditutup. Maka diperintahkan Tuhanlah anggota tubuh si hamba itu supaya bercakap. Lalu, bercakaplah anggota tubuhnya itu menjelaskan apa-apa yang telah dia amalkan.
Setelah selesai, diberilah si hamba kesempatan berkata-kata kembali. Lalu dia berkata, “Celaka kalian, jauhlah kalian, sengsaralah kalian. Aku menutup mulut, kalian yang bercakap, padahal kalian yang aku perjuangkan” (H.R. Muslim).
Demikianlah, di dunia jejak digital dahsyat pengaruhnya. Di dunia, langkah kehidupan kita berpeluang bisa dilihat oleh orang lain seperti contoh di atas yaitu Usman bin Affan bisa ‘melihat’ jejak langkah Anas bin Malik. Di akhirat, pasti, semua jejak kehidupan harus kita pertanggungjawabkan.
Pilih Mana
Tentu, kualitas rekaman jejak langkah kehidupan yang harus kita pertanggungjawabkan nanti di hadapan Allah sangat sempurna.
Mutu rekamannya tak bisa dibandingkan dengan apa yang kita sebut sebagai jejak digital.
Oleh karena itu, tiada pilihan lain, buatlah jejak kehidupan yang baik. Semuanya, usahakan baik. Caranya, bawalah takwa di sepanjang hidup kita.
Takwa itu memelihara diri agar selalu bisa mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan segenap larangan-Nya. Takwa itu selalu merasa dalam pengawasan Allah. Takwa itu selalu berhati-hati.
Selalu bertakwalah, agar hidup kita bahagia. Sebaliknya, jangan pernah membuat jejak kehidupan yang jauh dari takwa. Jika itu yang kita lakukan maka rugi besar kita, sekarang dan nanti. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni