Feature

Jejak Cinta di Madukismo: Reuni Hangat Keluarga Bani Dermo

208
×

Jejak Cinta di Madukismo: Reuni Hangat Keluarga Bani Dermo

Sebarkan artikel ini
Keluarga besar Bani Dermo, dalam acara reuni di Wisma Madukismo, Bantul, Yogyakarta (Sabtu/5/4/2025) (Tagar.co./istimewa)

Keluarga besar Bani Dermo kembali berkumpul dalam suasana Idulfitri yang hangat di Yogyakarta. Reuni ke-31 ini bukan sekadar temu kangen, tapi bukti cinta lintas generasi.

Tagar.co – Momen Idulfitri selalu menyimpan kehangatan tersendiri. Tak sekadar saling memaafkan, Idulfitri juga menjadi momentum menyambung silaturahim dan mempererat ikatan keluarga. Seperti yang dirasakan keluarga besar Bani Dermo, yang menggelar reuni ke-31 mereka di Wisma Madukismo, Kasongan, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (5/4/2025).

Langit Yogyakarta pagi itu cerah tanpa mendung. Udara sejuk menyambut kedatangan para anggota keluarga yang datang dari berbagai penjuru kota. Suasana hangat sudah terasa sejak para peserta mulai memadati halaman wisma yang sederhana namun nyaman itu.

Baca juga: Ramadan Terakhir Ustazah Hanifah

Reuni tahun ini terasa istimewa karena digelar di kediaman Hj. Molyatin, generasi keempat keturunan Mbah Dermo dari jalur Ibu Soemarni. Molyatin yang kini berusia 80 tahun, adalah peserta tertua dalam pertemuan keluarga kali ini. Ia tinggal di kawasan Madukismo, jauh dari kampung halamannya di Sendangagung, Lamongan, tempat Bani Dermo bermula.

Baca Juga:  Olimpiade Ahmad Dahlan: Daftar para Juara Jenjang SD/MI 

H. Milkan, suami penulis dan salah satu keturunan Mbah Dermo dari jalur Ibu Watokah, menceritakan bahwa tradisi reuni ini telah dijaga lintas generasi. “Reuni ini bukan sekadar temu kangen, tapi upaya merawat silsilah dan mengenang para leluhur,” ujarnya.

Sarapan Pecel Blitar, Sambal Terasi Pantura

Sebelum acara resmi dimulai pukul 09.00 WIB, para peserta yang sebagian besar datang dari luar kota memanfaatkan waktu untuk bersih diri dan salat Duha. Sambil menunggu, mereka disuguhi sarapan nasi pecel khas Blitar lengkap dengan rempeyek renyah dan sayuran segar, disiapkan keluarga Hj. Nik. Rasa manis-pedasnya menggoda selera.

Tak kalah menggugah, sambal terasi dengan ikan asap khas Pantura menjadi menu favorit dari keluarga Sendangagung, Paciran. Cita rasa khas pesisir ini menjadi pengobat rindu bagi keluarga yang kini bermukim di Blitar, Kediri, Malang, Pemalang, hingga Yogyakarta.

Penulis (kedua dari kiri)dengan keluarga, dalam acara Reuni Ke-31 Keluarga Besar Bani Dermo, Sabtu (5/4/2025)(Tagar.co/istimewa)

Dari Doa Bersama hingga Permainan Anak-Anak

Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan doa bersama untuk para almarhum keluarga Bani Dermo. Sambutan dan pembagian doorprize turut memeriahkan suasana. Sebanyak 142 peserta memenuhi ruangan yang ramah anak dan manula. Duduk lesehan, berselonjor kaki, berbincang hangat—semuanya membentuk nuansa kekeluargaan yang lekat.

Baca Juga:  Kantin Tangguh: Momentum Halalbihalal dan Pemaparan Bangun Citra Sekolah

Anak-anak pun tak luput dari perhatian. Mereka disediakan permainan edukatif melempar botol ke atas uang kertas. Hadiahnya sesuai ketepatan lemparan. Tawa anak-anak membahana, memberi warna ceria dalam reuni penuh makna ini.

Sajian Siang dan Salam Perpisahan yang Mengikat Hati

Menjelang siang, aneka menu makan siang disajikan. Dari gudeg, nasi merah khas Gunungkidul, soto Lamongan, hingga sop sayur—semuanya disantap dengan lahap. Setiap suapan seolah menjadi simbol bahwa meski tersebar di berbagai kota, cita rasa kampung halaman tetap dirindukan.

Puncak acara ditutup dengan saling bersalaman dan bermaafan, dimulai dari yang tertua hingga yang termuda. Bukan salam perpisahan, melainkan ikatan hati untuk bertemu kembali di reuni tahun depan—dengan harapan masih bisa bercerita, berbagi kabar, dan menebar semangat kebersamaan.

“Alhamdulillah, acaranya sukses sesuai harapan,” ujar Panut Supodo, keturunan keempat Mbah Dermo yang kini menjabat Kepala Desa Sendangagung, mewakili panitia.

Dari Yogyakarta, keluarga besar Bani Dermo kembali ke kota masing-masing—Jakarta, Solo, Kediri, Blitar, Nganjuk, Malang, Pemalang, dan tentu saja Lamongan—dengan kenangan hangat yang terus terpatri.

Baca Juga:  Sahur on the Road: Aksi Sunyi Penuh Arti dari Nasyiah Paciran

Reuni telah usai, tetapi silaturahim insyaallah terus mengalir, memperpanjang usia dan membuka pintu rezeki. (#)

Jurnalis Sri Asian Penyunting Mohammad Nurfatoni