Opini

Jangan Sampai Kebo Nyusu Gudel: Wacana Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis

436
×

Jangan Sampai Kebo Nyusu Gudel: Wacana Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis

Sebarkan artikel ini

Jangan Sampai Kebo Nyusu Gudel: Wacana Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis; Opini Oleh Prima Mari Kristanto, Akuntan Publik

Alih-alih “membebani” LAZ dengan program pemerintah, negara seharusnya memperkuat kapasitas dan kapabilitas LAZ agar semakin optimal dalam menjalankan fungsinya. Jangan sampai terjadi “kebo nyusu gudel“.

Tagar.co – Usulan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Sultan Najamudin, untuk menggunakan dana zakat guna mendukung program makan bergizi gratis (MBG) pemerintah, memicu polemik. Usulan ini ibarat peribahasa Jawa “kebo nyusu gudel,” di mana anak kerbau (gudel) yang seharusnya disusui induknya, justru sebaliknya, sang induk yang menyusu kepada anaknya. Badan dan lembaga amil zakat (LAZ) yang digerakkan oleh semangat kesukarelawanan, tidak sepatutnya “disusui” oleh negara yang memiliki sumber daya dan anggaran yang jauh lebih besar.

Kabar baiknya, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan menolak usulan tersebut. Jika benar, ini menunjukkan pemahamannya yang lebih baik tentang syariat Islam, khususnya zakat, dibandingkan Sultan Najamudin. Zakat bukanlah crowd funding biasa. Ia adalah rukun Islam yang sumber dan penyalurannya diatur secara ketat dalam syariat.

Zakat bukan gerakan crowd funding biasa, melainkan bagian dari rukun Islam yang dibatasi sumber penerimaan dan penyalurannya. Allah Swt berfirman dalam Surat At-Taubah  60: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Baca Juga:  Ketika Pasar Modal Batuk, Pasar Tradisional Ikut Demam

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profesor Haedar Nashir, menanggapi usulan ini dengan bijak. Dia menegaskan pentingnya diskusi mendalam dengan lembaga pengelola zakat, infak, dan sedekah.

Baca juga: Tantangan Berat PT Pindad Wujudkan Mobil Nasional Maung

Menurut Prof. Haedar, selama selaras dengan kepentingan bangsa dan negara, usulan tersebut bisa dipertimbangkan, dengan catatan memperhatikan aspek manajemen dan pencapaian target. Namun, dia juga mengingatkan dimensi syar’i zakat yang membatasi siapa saja yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, pemanfaatan zakat di luar ketentuan ini membutuhkan kehati-hatian ekstra.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencanangkan program MBG sebagai bagian dari Indonesia Food Security Review (IFSR) yang bekerja sama dengan United Nations World Food Programme dan School Meals Coalition.

Program mulia ini bertujuan untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi, khususnya bagi anak-anak dan kelompok rentan, guna mengatasi masalah kelaparan, kurang gizi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Makanan yang disediakan dalam program MBG harus mengikuti standar gizi yang ditetapkan, mencakup kebutuhan protein, vitamin, mineral, dan energi yang cukup. Program ini menyasar pelajar di sekolah-sekolah atau anak-anak dalam komunitas yang tidak memiliki akses memadai terhadap makanan bergizi.

Baca Juga:  Perikanan untuk Program MBG

Diharapkan, program ini dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan kelompok yang dilayani, serta membantu menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Jangan Kebo Nyusu Gudel

Program MBG patut didukung oleh seluruh elemen bangsa, termasuk umat Islam dan ormas-ormas Islam. Selama ini, ormas-ormas Islam, melalui berbagai cara yang halal, telah menggalang dana, salah satunya dengan membentuk LAZ. LAZ berperan penting dalam meningkatkan kesadaran umat Islam untuk berzakat, meski tidak memiliki daya paksa sebagaimana negara dalam menarik pajak.

Dalam keterbatasan dananya, ormas-ormas Islam dan LAZ telah banyak membantu masyarakat miskin, termasuk dalam hal penyediaan makanan. Mereka berpengalaman dalam hal ini dan bisa dilibatkan dalam program MBG.

Namun, pelibatan ini haruslah dengan skema yang tepat. Ormas dan LAZ dapat diberi alokasi APBN atau APBD untuk menjalankan program pemerintah dengan amanah, bukan malah diajak untuk ikut membiayai program pemerintah.

Pertanggungjawaban alokasi APBN atau APBD kepada ormas dan LAZ dapat dilakukan melalui audit profesional oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik. Tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan dalam kerja sama ini, mengingat LAZ telah membangun karakter berkemajuan dan berintegritas.

Baca Juga:  Mengintip Dapur MBG di Sidoarjo: Menyajikan Ribuan Paket Makanan Bergizi untuk Siswa 

Alih-alih “membebani” LAZ dengan program pemerintah, negara seharusnya memperkuat kapasitas dan kapabilitas LAZ agar semakin optimal dalam menjalankan fungsinya. Jangan sampai terjadi “kebo nyusu gudel“, di mana pemerintah yang memiliki sumber daya besar justru bergantung pada LAZ yang sumber dayanya terbatas.

Biarkan LAZ fokus pada amanahnya, dan pemerintah fokus menjalankan programnya dengan sumber daya yang dimilikinya. Sinergi antara pemerintah dan LAZ harus dibangun atas dasar kesetaraan dan saling menghormati, bukan dengan menjadikan LAZ sebagai “sapi perah” untuk mendanai program pemerintah. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni