Feature

In Memoriam Thabit Abdullah Thalib, Dokter yang Luar Biasa Baik

×

In Memoriam Thabit Abdullah Thalib, Dokter yang Luar Biasa Baik

Sebarkan artikel ini
Meski dirinya sakit, dr Thabit Abdullah Thalib terus melayani pasien di manapun dia berada. Berobat kepadanya seperti melewati rangkaian yang indah. Dokter yang luar biasa baik ini waft 14 September 2024.
dr. Thabit Abdullah Thalib, Sp.PK. (Tagar.co/Istimewa)

Meski dirinya sakit, dr. Thabit Abdullah Thalib, Sp.PK terus melayani pasien di manapun dia berada. Berobat kepadanya seperti melewati rangkaian yang indah. Dokter yang luar biasa baik ini wafat 14 September 2024.

Tagar.co – Thabit Abdullah Thalib, nama dia. Profesinya, dokter. Wajahnya, teduh. Tinggi badannya, sekitar 170 cm. Usianya, 70 tahun saat wafat. Sembilan tahun terakhir sebelum meninggal, menderita sakit yang berat. 

Pada 2015, Thabit yang warga Pamekasan, kena kanker pita suara stadium 1. Kemudian, dikemo dan disinar. Kankernya sembuh, tetapi efek sinar membuat banyak organ di lehernya bermasalah. Akibatnya, dia tidak dapat makan, minum dan menelan ludah.

Dengan situasi seperti itu, Thabit tetap bersemangat bekerja yaitu mengabdi di bidang kesehatan. ”Kalau beliau menunggu sembuh, maka 9 tahun ini (sampai wafat pada 2024,.) beliau tidak akan praktik. Tapi, sebaliknya, beliau berusaha terus praktik atau minimal menjawab konsultasi lewat WA yang sangat bermanfaat untuk orang banyak,” kenang Ahnaf, sang keponakan.     

Tahun 2019 jalur nafasnya menyempit. Dia menderita sesak nafas. Untuk itu, harus dilakukan terakeostomi (leher dilubangi untuk jalur nafas).

Pak Dokter itu sabar. Dia ikuti dengan telaten usaha penyembuhan sakitnya. Misal, beberapa kali dia dirawat di Singapura dan Jerman.  

Meski sakit, sampai tak bisa bicara, dia tetap menerima pasien. Untuk menjembatani komunikasi dokter-pasien, Thabit dibantu sang istri. Bahkan, semangat melayani pasien dilakukannya di posisi mana saja dia berada. Misal, seperti saat dia sendiri sedang di luar kota. Bahkan, juga saat dia sedang berobat di luar negeri. Semua dilayani dengan online.

Tak Bisa Diam

Banyak pasiennya, yang karena posisi ekonominya, mendapatkan layanan gratis dari Thabit. Jumlah pasien seperti ini, sangat banyak. Bahkan jika diperlukan pengobatan lebih lanjut (semisal tindakan operasi), dia carikan jalan termasuk dananya.

Jika ada pasien yang pas waktunya kontrol ternyata tak datang, dia akan aktif menelisik. Jika diperlukan, dia akan datangi rumahnya untuk meneruskan agenda pengobatan. 

Pernah ada pasien, namanya Pak Ento. Dia tukang becak. Kala itu dia sakit kulit berbulan-bulan tidak sembuh, bahkan makin parah. Ketika berobat di Cahaya Ummat Pamekasan, ditangani Tsabit, alhamdulillah, semakin membaik. Itu pun, ada hal yang menakjubkan.

Baca juga: Mengenang Wafatnya Masfu’, Ketua PDM Kota Probolinggo 2015-2022 yang Bertabur Prestasi 

Hal yang menakjubkan adalah ketika jadwal Pak Ento harus kontrol, tapi dia tidak datang. Thabit malah yang mendatanginya, berkunjung ke rumah Pak Ento. Tentu saja, Pak Ento dan keluarganya terkesima. Mereka senang, tak menyangka Thabit datang ke rumah mereka.

”Beliau tidak sungkan dan sering mengunjungi rumah pasien-pasiennya terutama yang tidak mampu. Itu, sebelum beliau sakit. Terkadang melayani pasien yang konsultasi di masjid dan tempat lainnya. Bahkan, terkadang menelepon dan bertanya perkembangan pasien. Apabila bertemu pasiennya, beliau begitu perhatian kepada pasiennya. Terkadang menghubungi saya untuk membantu beberapa pasien atau beliau meminta pasiennya mendatangi saya untuk kelanjutan pengobatannya,” kata Ahnaf.

Baca Juga:  Pentingnya Pemimpin Muda Mengenal Reptil

Ide Sekaligus Praktik

Tak hanya punya pendapat yang baik, Thabit sekaligus bisa memulai langkah perwujudannya. Salah satunya, ide dan pendirian Cahaya Ummat di Pamekasan. Dari sisi pengelola, misalnya. Pengurusnya, bukan orang medis.

Maka, Thabit-lah yang sangat banyak memberikan bimbingan. Misal, seperti apa praktik dokter dan pengobatannya. Selanjutnya, bimbingan itu dijadikan SOP oleh Cahaya Ummat. Di sisi ini, begitu besar manfaat yang dirasakan Cahaya Ummat dan masyarakat Pamekasan.

Baca juga: Kisah Ustaz Fadlan Garamatan Mengislamkan Pendeta

Ini, contoh lain. Thabit memberikan ide agar Cahaya Ummat membuka warung gratis. Tsabit sendiri yang memberi nama, Warung Bebas Lapar. Nama itulah yang terus dipakai sampai sekarang. Program itu terus berjalan. Tak hanya memberikan ide, Thabit juga sering menyumbangkan nasi untuk dibagikan di Warung Bebas Lapar. 

Berikut ini teladan yang lain. Bahwa, dokter-dokter muda yang praktik di Cahaya Ummat banyak yang mendapat inspirasi. Mereka belajar dari diagnosa dan pengobatan yang diberikan Thabit kepada pasien-pasiennya.

Pendekatan Manjur

Khairul Alamsyah, seorang pendidik di Pamekasan, punya kesimpulan mantap setelah berobat beberapa kali kepada Thabit. Juga, setelah dia memperhatikan pasien-pasien yang lain. Kesimpulan atau pelajaran kuat yang didapatnya adalah, bahwa berobat kepada Thabit seperti melewati rangkaian yang indah: Sakit, mendapat sugesti (di samping tindakan medis seperti biasanya), lalu (insya Allah) sembuh.

Lewat ilustrasi di atas, Khairul ingin menunjukkan. Bahwa, Thabit menjadikan pendekatan sosial-psikologis kepada pasien-pasiennya sebagai sesuatu yang utama. Harapan sembuh dari pasien-pasiennya, itulah yang kali pertama ditumbuhkan oleh Thabit.

Orang Baik

 Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Pada Sabtu 14 September 2024 sekitar pukul 04.00, wafat dr. Thabit Abdullah Thalib, Sp.PK. Berita duka itu, beredar di beberapa grup WhatsApp. 

Ucapan duka dan doa, datang dari berbagai arah. Ada yang lewat flyer, misalnya, dari RS Larasati Pamekasan. Hal lain, di media sosial ada yang menulis: Pamekasan berduka. Dokter terbaik dan sopan telah menghadap ke haribaan Sang Khaliq, diantar oleh seribuan jama’ah ke tempat pemakaman.

Memang, saat dimakamkan Sabtu malam 14 September 2024 di Pamekasan, Madura, yang mengantar jenazah ke pemakaman luar biasa banyak. Video tentang ini juga beredar di media sosial. Meski pemakaman sempat ditunda beberapa jam dari waktu awal perencanaannya, yang hadir tetap sabar menunggu. Ditunda, karena menunggu adik dari jenazah yang sedang dalam perjalanan dari Jakarta-Pamekasan.

Baca Juga:  Mengasah Kesadaran Ekologi dengan Voluntrip ke Taman Hutan Raya

Baca juga: Kisah-Kisah Penguasa yang Terjungkal

Jenazah diantar ke Pemakaman Asta Barat, berawal dari Masjid Ridwan, pukul 20.00. Jamaah yang mengiringi luar biasa banyak. Mereka, dari berbagai lapis sosial. Mereka, dari berbagai daerah tak hanya dari Pamekasan. Misal, ada yang dari Waru dan Pakong. Dari Surabaya, juga ada. 

Keseluruhan prosesi lancar. Sekitar pukul 21.00 pemakaman selesai. Atas pemandangan seperti itu, insya Allah banyak yang menyimpulkan: Almarhum orang baik! 

Jejak Tak Terlupakan 

Thabit lulus dari SMA Negeri Pamekasan pada 1973. Saat di sekolah ”Dia dikenal sebagai murid yang tekun,” kata Sutikno Slamet—adik kelas Thabit setahun di bawahnya. 

Setelah dari SMA, dia kuliah di Unair. Dia ambil Fakultas Kedokteran. Dia yang keturunan Arab menikah dengan adik kelasnya dari suku Madura. 

Thabit yang wafat di Rumah Sakit PHC Surabaya dikenal, sekali lagi, sebagai pribadi yang sabar. Dia penuh perhatian kepada keadaan masyarakat terutama kepada pasien yang sedang dalam perawatannya.

Baca jugaFaisal Basri, Pengamat Ekonomi yang Kritis Itu Wafat

Thabit sosok agamis. Dia pernah jadi Ketua Al-Irsyad Pamekasan. Dia aktif hadir di pengajian-pengajian. Paling sering dia hadir di pengajian Masjid Ridwan di Jalan Diponegoro dan di Masjid Al-Munawwarah di Jalan Segara, keduanya di Pamekasan.

Secara jarak, kedua masjid itu lumayan jauh dari tempat dia tinggal yaitu di Jalan Jokotole Pamekasan. Lebih menarik lagi karena saat jadwal dia praktik, begitu adzan Maghrib atau Isya’ maka praktik dihentikan sementara dan dia berjamaah ke masjid.    

Supersabar

Dia pegawai negeri. Amanah itu dia tunaikan sampai pensiun. Dia purnatugas dari RSUD Pamekasan. Di rumahnya, Thabit membuka praktik. Dia lengkapi pula dengan apotek dan laboratorium. 

Dia sangat peduli kepada semua pasiennya. Khusus kepada pasien yang tidak mampu terlebih ketika harus menjalani operasi, dia beri jalan untuk pergi ke Cahaya Ummat Pamekasan. Lembaga yang disebut terakhir inilah yang mengelola agenda perawatan selanjutnya. Lembaga sosial ini dipimpin oleh Ahnaf, keponakan Thabit. 

Cahaya Ummat dibuka akhir 2015. Ketika itu, Thabit Abdullah Thalib didiagnosis menderita kanker. Tapi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk terus membantu orang. 

Thabit perintis pengobatan gratis Cahaya Ummat. Beliau tidak mau menerima fee atau jasa periksa pasien. Thabit tidak mau pasien dibatasi hanya 20 orang, padahal aturan di Cahaya Umat seperti itu yaitu maksimal 20 orang. Terkait, sering pasien Thabit 23 sampai 26 orang. Semua gratis, di setiap beliau praktik.

Baca Juga:  Menjaga Kesehatan Mental: Berhenti Mengkritik Diri Sendiri

Testimoni Warga

”Almarhum dikenal sebagai pribadi yang sabar,” kata Shalah Syamlan – seorang peminat dunia pendidikan di Pamekasan. “Dia orang baik, sangat perhatian kepada pasien,” tambah Jamal Syamlan – jamaah Masjid Al-Munawwarah Pamekasan.

Di sebuah grup percakapan, seseorang menulis. Dia Syariful Alim, asli Pamekasan tapi sudah lama tinggal di Surabaya. Pernah, saat pulang ke Pamekasan, dia periksa kesehatan ke Thabit. Suasananya, ngobrol santai. 

”Dari mana,” tanya Thabit.

”Balaikambang,” jawab Alim. 

”Mananya Pak Amin?” 

”Oh, saya putranya. Itu, yang kembar.” 

”Berarti adiknya Yat?” 

”Ya, benar.”

Singkat kisah, Alim tak dipungut jasa periksa. Tak hanya itu, malah sang anak yang mengikutinya dikasih uang oleh si dokter.

Seorang guru senior di Perguruan Al-Munawwarah Pamekasan, juga punya kesan atas dokter yang sekitar dua tahun terakhir makan lewat perut. ”Thabit, dokter yang luar biasa baik,” tutur Ustadz Mamat yang asal Jawa Barat ini.

”Dia tokoh yang sabar. Aktivitas sosialnya kuat. Jika memeriksa pasien dilakukan dengan baik,” kata seorang pendidik lainnya.

Memang langkah hidup Thabit mengesankan. Meski dirinya sakit, dia tetap melayani pasien. Meski libur, dia tetap melayani pasien yang membutuhkannya.

Ibrah

Ahnaf, keponakan Tsabit, tampak mengenal betul sang paman. Sehari setelah sang paman wafat, dia menulis di media sosial. Tentu, dia maksudkan untuk menjadi pelajaran bagi semua orang.

Kesimpulan Ahnaf, banyak ibrah atau pelajaran dari sosok Tsabit yang dapat diambil untuk bekal di sisa umur kita. Pertama, kekurangan dan keterbatasan tidak boleh membuat seseorang tidak melakukan kebaikan. Kedua, semakin terbatas dan sulit situasi, kita harus semakin bersemangat dalam membuat kebaikan. Ketiga,ada keteladanan paling kuat dari allahuyarham Thabit Abdullah Thalib. Bahwa, Amarhum selalu bersemangat dalam pengobatannya, berjuang untuk kesembuhannya. Dia husnuzan kepada Allah.

Ahnaf benar. Kita harus selalu berbaik sangka kepada ketetapan Allah. Kita harus yakin kepada skenario terbaik Allah untuk kita. 

Selamat jalan, Dokter Thabit yang baik! Semoga Anda termasuk yang Allah panggil dengan mesra seperti yang tergambar di Al-Fajr [89]: 27-30, ini: ”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (#)

Jurnalis M. Anwar Djaelani Penyunting Mohammad Nurfatoni

Feature

Smamuga Tulangan juara II Futsal Sumpah Pemuda kategori putra se-Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengalahkan SMKN 3 Buduran di semifinal. Sedang di final mereka harus mengakui keunggulan SMK Trisakti Tulangan