Apa arti kata imraah? Dalam konteks apa Al-Qur’an menggunakan kata imraah? Bagaimana tafsir imraah berkaitan dengan posisi wanita di masyarakat?
Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).
Tagar.co – Imraah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan wanita. Kata imraah disebut sebanyak 26 kali dalam Al Qur’an. Dalam bentuk tunggal (mufrad) disebut sebanyak 24 kali, beberapa di antaranya: An-Naml/27:23; Al-Ahzaab/33:50; Ali Imran/3:35; dan lain-lain.
Sedangkan dalam bentuk ganda (musana) disebut sebanyak 2 kali, yaitu dalam surat Al-Baqarah/2:282 dan Al-Qashash/28:23.
Untuk melihat perbedaan arti nisa, unsa, dan imraah, berikut ini akan disajikan beberapa penggunaan kata imraah dalam Al-Qur’an.
Secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: sebagai istri orang yang berpengaruh, sebagai orang yang berpengaruh, dan dikaitkan dengan kegiatan di masyarakat.
Istri Pembesar
Pertama, sebagai istri orang yang berpengaruh.
a.Istri Nabi Ibrahim
Dan istrinya berdiri (di sampingnya) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira akan kelahiran Ishaq dan sesudah Ishaq lahir pula ya’qub (Hud/11:71; baca juga Az-Zariyaat/51:29).
b. Istri Nabi Zakariya
Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra. (Maryam/19:5; baca juga Ali Imran/3:40; Maryam/19:8).
Baca juga: Unsa, Wanita sebagai Makhluk Pasangan Pria
c. Istri Imran
Istri Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat. Karena itu terimalah sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Ali Imran/3:35).
d. Istri Pembesar Mesir
Berkata istri Al-Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar” (Yusuf/12:51; baca juga Yusuf/12:21 dan 30).
e. Istri Firaun
Berkatalah istri Firaun: “Ia biji mata bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil sebagai anak” (Al-Qasas/28:9). Istri Fir’aun merupakan sosok wanita yang mempertahankan akidahnya, di bawah tekanan suaminya (At-Tahrim/66:11).
f. Istri Abu Lahab
Dan begitu pula istrinya pembawa kayu bakar yang di lehernya ada tali dari sabut (Al-Lahab/111:4,5).
g. Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth
Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua hamba yang saleh, lalu kedua istri itu berkhianat ( At-Tahrim/66:10; baca juga Al-A’raf/7:83; Hud/11:81; Al-Hijr/15:60; An-Naml/27:57; dan Al-Ankabut/29:32,33).
Wanita Bepengaruh dan Kehidupan Sosial
Kedua, sebagai orang yang berpengaruh, “Sesungguhnya aku menjumpai seorang imraah yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.” (An-Naml/27:23).
Ketiga, imraah dikaitkan dengan kegiatan di masyarakat. Kesaksian seorang laki-laki sama dengan kesaksian dua imraah (Al-Baqarah/2:282); pembagian waris (An-Nisa’/4:12); dan dua imraah yang menambatkan ternaknya (Al-Qashash/28:23).
Baca juga: Nisa, Wanita yang Bagaimana?
Dari penggunaan kata imraah di atas, bisa disimpulkan bahwa imraah adalah wanita yang lebih ditekankan kepada statusnya dalam masyarakat. Wanita mempunyai peran untuk mengubah kondisi masyarakat.
Terdapat pelajaran berharga dari kisah istri raja Firaun dan istri Nabi Luth. Paling tidak membantah pepatah Jawa yang mengatakan wanita kuwi swargane nunut lan nerakane katut (wanita itu surganya ikut dan nerakanya terbawa). Yang benar wanita bisa mencari jalannya sendiri, ke Surga atau Neraka. (*)
Penyunting Mohammad Nurfatoni