
Terkenal sebagai ulama namun gagal menjadi pedagang. Akhirnya masuk penjara gara-gara fatwa. Itulah kehidupan Imam Malik.
Tagar.co – Imam Malik bernama lengkap Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Amr bin Al-Haris bin Ghanim bin Husail bin Amr bin Al-Haris Al-Ashbihani Al-Madani.
Lahir, besar, dan wafat di Madinah. Lahir tahun 94 H (716 M), wafat pada 179 H (795 M) dalam usia 79 tahun.
Hidup di zaman tiga khalifah Dinasti Abbasiyah. Yaitu Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M), Khalifah Muhammad Al-Mahdi (775 –785 M), dan Khalifah Harun Ar-Rasyid (786–809 M).
Leluhurnya berasal dari Yaman yang hijrah ke Madinah. Ayahnya yang mengajari Imam Malik Al-Quran dan hadis sewaktu kecil.
Ayahnya seorang pedagang. Usaha ini diteruskan oleh Imam Malik ketika dewasa. Namun karena sibuk belajar, bisnis ini terbengkalai. Gagallah dia menjadi pedagang sukses.
Dia hidup sezaman dengan Imam Hanafi dan berguru kepadanya. Juga menerima hadis dari Jakfar Shodiq bin Muhammad bin Husain bin Ali bin Abu Talib.
Ulama lainnya yang menjadi guru dari generasi tabi’in seperti Nafi‘ bin Abi Nu‘aim, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Sa‘id al-Ansari, Muhammad bin Munkadir, Abdurrahman bin Hurmuz.
Ketika menguasai ilmu Quran dan hadis beberapa orang datang untuk berguru kepadanya. Beberapa muridnya seperti Asy-Syaibani, Yahya bin Yahya al-Andalusi, Abdurrahman bin Kasim di Mesir, dan Asad al-Furat at-Tunisi.
Imam Syafi’i juga berguru kepadanya di Madinah ketika berusia 13 tahun pada tahun 780 M.
Murid-muridnya ini yang menyebarkan fatwa dan pemikirannya sehingga dikenal sebagai mazhab Maliki. Mazhab ini berkembang di jazirah Arab dan Andalusia.
Juga menyebar sampai ke Mesir, Maroko, Tunisia, Libya, Sudan. Namun di negara-negara terakhir itu mazhab Maliki makin berkurang ketika paham mazhab Syafi’i berkembang.
Pendapat Imam Malik tentang fikih juga merujuk kepada tradisi masyarakat Madinah yang dianggap mewarisi tradisi sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Di kota ini masyarakat pernah hidup bersama Rasulullah dan para sahabat yang telah membentuk tradisi islami.
Karena itu ketika memutuskan masalah fikih kalau tidak menemukan rujukan di Al-Quran, hadis, atau qiyas, maka tradisi masyarakat Madinah bisa dipakai. Ini disebut metode al-maslahah al-mursalah atau kebaikan umum yang berlaku di masyarakat.
Kitab Al-Muwaththo
Imam Malik menguasai banyak hadis. Dengan seleksi ketat hadis itu ditulis menjadi kitab berjudul Al-Muwaththo. Inilah kitab hadis pertama yang ditulis sehingga menjadi rujukan kitab-kitab hadis berikutnya.
Hadis yang dimuat dalam kitab ini terdiri 600 hadis musnad, 222 hadis mursal, 613 hadis mauquf, 285 perkataan tabiin, ada 61 hadis tanpa sandaran nama yang jelas, dan ijma ulama Madinah.
Hadis musnad artinya punya sanad periwayat yang urut dan jelas mulai penerima hadis, tabi’in, sahabat, hingga Nabi Muhammad.
Hadis mursal sanadnya terputus pada generasi sahabat langsung disandarkan dari tabi’in kepada Nabi Muhammad. Hadis mauquf sanadnya berhenti sampai pada sahabat Nabi saja.
Kitab Al-Muwaththo ditulis tanpa sistematika bab dan nomor hadis. Baru pengikut mazhab Maliki yang memberi nomor hadis untuk memudahkan rujukan dan pencarian.
Kitab lainnya yang ditulis berjudul Al-Muwadanah al-Kubra berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Maliki atas berbagai persoalan.
Kitab lainnya yang berisi pemikiran fikih Imam Malik seperti Aqdiyah, Nujum, Hisab Madar al-Zaman, Manazil al-Qamar, Tafsir Gharib al-Quran, Ahkam al-Quran.
Masuk Penjara
Imam Malik menjauhi masalah politik. Namun pernah masuk penjara di masa rezim Khalifah Al-Mansur. Gara-gara fatwanya dipakai pihak oposisi untuk merongrong keabsahan penguasa.
Ceritanya, Imam Malik ditanya orang tentang baiat yang diberikan secara paksa. Dia berpendapat baiat itu tidak sah.
Fatwa ini pada tahun 765 M dipakai kelompok Syiah untuk mengkritik kekuasaan Al-Mansur di Madinah yang memaksakan baiat rakyat kepadanya.
Gubernur Madinah Ja’far bin Sulaiman bin Ali bin Abdullah bin Abbas marah. Imam Malik ikut ditangkap. Dia disiksa dan dipenjara.
Mendengar kabar ini Khalifah Al-Mansur waktu berhaji mampir ke Madinah menemui Imam Malik. Dia meminta maaf atas perlakuan kasar bawahannya. Lalu dia dibebaskan.
Khalifah Al-Mansur kemudian meminta kumpulan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW untuk menjadi dasar hukum pemerintahan. Dari situlah terbit kitab Al-Muwaththo. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto