Sejarah

Imam Hanafi, Ulama Saudagar Menolak Jadi Pejabat

455
×

Imam Hanafi, Ulama Saudagar Menolak Jadi Pejabat

Sebarkan artikel ini
Imam Hanafi saudagar kaya raya yang menolak menjadi pejabat. Akibatnya malah masuk penjara dan disiksa.
Ilustrasi Imam Abu Hanifah

Imam Hanafi saudagar kaya raya yang menolak menjadi pejabat. Akibatnya malah masuk penjara dan disiksa.

Tagar.co – Imam Hanafi. Nama aslinya Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan At-Taymi. Orang Persia lahir di Kufah, Irak, tahun 699 Masehi, 65 tahun setelah meninggalnya Nabi Muhammad.

Tutup Banner untuk melanjutkan baca

Wafat di Baghdad, Irak, tahun 767 M di usia 68 tahun. Imam Hanafi termasuk generasi tabi’in. Pernah bertemu sahabat Nabi bernama Anas bin Malik dan meriwayatkan hadis darinya.

Dipanggil Imam Abu Hanifah sebab dia orang yang hanif. Artinya, lurus, bersungguh-sungguh dalam beribadah.

Mazhab Hanafi berkembang di kawasan Afganistan, Irak, Iran, Libanon, Mesir, Turki, India, Tiongkok, Asia Tengah, kawasan Balkan, Rusia, dan Afrika Barat.

Menjadi mazhab pertama sebelum lahir mazhab Maliki, Hambali, dan Syafi’i. Murid-murid yang menyebarkan pemikirannya seperti Imam Abu Yusuf (732 M–798 M), Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (750 M–805 M), Imam Zufar bin Hudail (wafat 775 M), dan Imam Hasan bin Ziyad.

Karakter mazhab Hanafi mengajak kebebasan berpikir dalam memecahkan masalah-masalah baru hukum Islam yang belum tercantum dalam Al-Quran dan hadis.

Metode mengistinbatkan hukum dengan merujuk fatwa sahabat, istihsan, qiyas (analogi), maupun urf (tradisi).

Keluarganya merupakan saudagar kain di Pasar Kufah. Sewaktu muda Abu Hanifah membantu orang tuanya berdagang.

Di sela berdagang ikut mengaji di Masjid Kufah. Menghafal Al-Quran dan hadis. Juga berguru kepada beberapa ulama lain.

Kufah merupakan kota para ulama besar Irak. Ulama besar tempat dia berguru adalah Syekh Hammad bin Abu Sulaiman. Ketika Syekh Hammad wafat, Imam Hanafi terpilih menggantikan halaqahnya di usia 40 tahun.

Guru Imam Abu Hanifah lainnya adalah Imam Ata bin Abi Rabah (wafat 733 M), Imam Nafi‘ Maula bin Amr (wafat 735 M). Dia juga mengaji kepada ulama Mekah dan Madinah. Seperti kepada sahabat Malik bin Anas, Zaid bin Ali, dan Ja’far Ash-Shadiq, ahli fikih dan hadis.

Sosoknya cerdas, hafiz Al-Quran, hadis, fiqih, filsafat, kaya raya, militan, dan teguh pendirian.

Karena karakternya itu dia lebih memilih penjara daripada menjadi pejabat di zaman pemerintahan yang korup dan zalim.

Gubernur Kufah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari dari Dinasti Umaiyah, akan mengangkat Imam Hanafi menjadi sekretaris wilayah.  Tugasnya mengatur administrasi provinsi dan bertanggung jawab dalam pemasukan dan pengeluaran kas negara.

Abu Hanifah menolak tawaran itu karena tak mau menjadi pejabat. Gubernur Yazid tersinggung. Lantas mengancam akan menangkap dan memenjarakannya.

Ancaman penjara itu dijawab dengan ringan saja. ”Demi Allah, aku tidak akan menerima jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku dibunuh.”

Setelah itu tentara menangkap dan memasukkan ke penjara. Pada hari kelima belas tentara mulai menyiksanya dengan pukulan 14 kali. Kemudian dia dibebaskan.

Tahun 750 M, terjadi perubahan kekuasaan. Abdullah bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas bergelar Abu Abbas As-Saffah membentuk Dinasti Abbasiyah menggulingkan Dinasti Umayyah. Ibu kota Damaskus dipindah ke Baghdad.

Empat tahun berkuasa Abu Abbas As-Saffah meninggal. Dia digantikan adiknya, Abu Jakfar Al-Mansur.

Di zaman Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur, Abu Hanifah ditawari menjadi hakim. Tapi ulama itu menjawab,”Aku akan istikharah terlebih dahulu. Jika hatiku dibuka maka aku terima, jika tidak, masih banyak ahli fikih lain yang bisa dipilih oleh Amirul Mukminin.”

Lama tak ada jawaban, Abu Hanifah dipanggil ke istana. Di depan khalifah dia berkata,”Wahai Amirul Mukminin, sebenarnya aku tak pantas menjabat hakim.”

“Kamu bohong!,” bantah khalifah. ”Kamu orang yang layak untuk jabatan itu.”

“Anda telah menghukumi saya sebagai pembohong, maka pembohong tak layak menjadi hakim.”

Khalifah Al-Mansur marah dengan jawaban itu. Akibatnya mendapat hukuman cambuk seratus kali. Kemudian masuk penjara.

Namun khalifah diingatkan menghukum ulama bisa menimbulkan gejolak di masyarakat, Abu Hanifah lalu dibebaskan. Pemerintah memberi ganti rugi 30.000. Namun Abu Hanifah menolaknya.

Penolakan itu dianggap penghinaan. Akibatnya Abu Hanifah masuk penjara lagi. Pejabat istana menyarankan lebih baik diganti hukuman isolasi di rumah dan larangan menerima tamu.

Abu Hanifah dibebaskan. Tapi kondisi kesehatannya menurun dan dan lemah. Tak lama kemudian kabar duka cita tersebar. Imam besar itu wafat.

Ribuan orang takziyah dan mengantarkan ke kuburnya di Al Khairazan, Baghdad, sesuai wasiatnya.

Imam Abu Hanifah menulis beberapa kitab fikih dengan susunan mulai bab taharah, salat, zakat, dan seterusnya. Cara penulisan ini diikuti para ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Imam Bukhari (#)

Penyunting Sugeng Purwanto

Baca Juga:  Imam Malik Penulis Kitab Hadis Pertama dan Masuk Penjara
Sejarah

Malam penuh keajaiban, perjalanan Rasulullah Saw melampaui logika,…