Telaah

Ikhlas, Setan pun Tak Berdaya

×

Ikhlas, Setan pun Tak Berdaya

Sebarkan artikel ini
Apa makna ikhlas? Apa implementasi ikhlas dalam kehidupan? Bagaimanakah balasan bagi orang-orang yang ikhlas?
Ilustrasi freepik.com premium

Apa makna ikhlas? Apa implementasi ikhlas dalam kehidupan? Bagaimanakah balasan bagi orang-orang yang ikhlas? 

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).

Tagar.co – Secara bahasa ikhlas berarti murni, tidak bercampur. Arti ini digunakan dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl/16:66: “Dan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang dalam perutmu (berupa) susu yang tidak bercampur antara tinta dan darah, yang enak ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” 

Secara istilah ikhlas berarti memurnikan ketaatan semata-mata karena Allah SWT.

Kata ikhlas tidak kita jumpai dalam Al-Qur’an. Yang ada adalah derivatnya. Mukhlis (orang yang ikhlas) disebut sebanyak tiga kali yaitu dalam Surat Az-Zumar/39:2,11, dan 14.

Bentuk jamaknya (mukhlisun atau mukhlisin) disebut sebanyak delapan kali. Beberapa diantaranya: Al-A’raf/7:29; Yunus/10:22, Al-Baqarah/2:139. 

Baca juga: Yatim, Dua Kewajiban Kita kepadanya

Mukhlas (orang yang dikaruniai keikhlasan) disebut hanya sekali dalam surat Maryam/19:51. Bentuk jamaknya disebut sebanyak 8 kali, beberapa di antaranya: Yusuf/12:24; Al-Hijr/50:40; Shad/38:83. Meskipun dalam Al-Qur’an tidak disebut, tetapi (Al)ikhlas dijadikan nama surat yang ke 112 dalam Al-Qur’an. Surat ke 112 ini disebut Al ikhlas karena sepenuhnya berisi penegasan kemurnian keesaan Allah Swt.

Al-Qur’ an memberikan gambaran keikhlasan: ketika seorang mendapat badai di tengah lautan, orang itu sudah merasa terkepung bahaya; dalam keadaan seperti itu orang tersebut akan berdoa kepada Allah dalam keadaan ikhlas (Yunus/10:22; baca juga Lukman/31:32 dan Al-Ankabut/29:65). 

Rasulullah Saw banyak memberikan contoh tentang sia-sianya amalan seseorang yang tidak disertai dengan keikhlasan, seperti kisah seseorang yang berjuang karena keberanian, golongan, dan riya. 

Mereka tidak dikategorikan sebagai pejuang fisabilillah. Pejuang fisabilillah adalah mereka yang berjuang untuk menegakkan kalimah Allah (H.R. Bukhari dan Muslim). 

Baca Juga:  Qur’an, Penutup dan Penyempurna Kitab Suci

Syarat Amal Diterima

Ikhlas merupakan syarat diterimanya amal seseorang, sebagaimana firman Allah Swt: “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali mengabdi kepada Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (Al-Bayinah/98:5). 

Rasulullah Saw pun bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal kecuali dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.” (H.R. Abu Dawud dan Nasa’i). 

Mereka yang mukhlas digolongkan oleh Allah Swt sebagai orang-orang yang dimuliakan (Ash-Shaffat/37:42) dan kepada mereka dijanjikan surga yang penuh kenikmatan (Ash-Shaffat/37:43). Iblis pun berikrar di hadapan Allah bahwa dia tidak akan mampu memperdayakan hamba Allah yang mukhlas (Al-Hijr/15:40). 

Keikhlasan tidak ditentukan oleh gaji (bayaran). Seorang pekerja yang dibayar perusahaannya tergolong mukhlis dalam bekerja, jika kerja yang dilakukannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. 

Baca jugaNabi Zakaria dan Keajaiban Itu

Sebaliknya seseorang yang menunaikan ibadah haji (mengeluarkan biaya) tidak ikhlas, jika ibadah haji yang dilakukannya untuk mencari popularitas. 

Bekerja untuk mendapatkan gaji, bekerja karena kemanusiaan, bekerja untuk kebaikan lingkungan hidup, atau melakukan ibadah ritual bisa dilakukan dengan ikhlas jika dalam rangka ketaatan kepada Allah Swt. 

Memang, di tengah kehidupan yang semakin konsumtif dan hedonistik ini—di mana selalu ada kecenderungan menilai sesuatu dengan materi—sangat sulit untuk mendapatkan orang ikhlas. Tetapi bukan berarti tidak bisa! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni