Telaah

Hukum Kebaikan: Tak Pernah Sia-Sia, Akan Selalu Menemukan Jalannya

309
×

Hukum Kebaikan: Tak Pernah Sia-Sia, Akan Selalu Menemukan Jalannya

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Ai

Jangan berhenti berbuat baik meski tak ada yang membalas. Karena setiap kebaikan, sekecil apa pun, akan kembali kepadamu — pada waktunya, dalam bentuk yang paling kamu butuhkan.

Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Tagar.co – Dalam setiap langkah hidup yang kita jalani, sering kali muncul pertanyaan: apakah semua kebaikan yang kita lakukan akan benar-benar berbalas? Apakah ada makna dari tetap berlaku baik ketika dunia membalas dengan dingin atau bahkan dengan kezaliman?

Namun, di balik pertanyaan itu, ada keteguhan iman yang perlu dijaga: bahwa segala perbuatan akan kembali kepada pelakunya. Kebaikan, meskipun tampak seolah menguap begitu saja, sesungguhnya sedang menanam benih yang kelak akan tumbuh subur, entah di musim mana, entah untuk siapa.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

فَمَنۡ يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَيۡرٗا يَرَهُۥ (٧)
وَمَن يَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٖ شَرّٗا يَرَهُۥ (٨)

“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (Az-Zalzalah: 7–8)

Ayat ini begitu jernih memberi harapan sekaligus peringatan. Tidak ada satu pun perbuatan, bahkan yang sekecil atom, yang luput dari perhatian Allah. Segalanya dicatat. Dan kelak, semua itu akan hadir kembali kepada kita dalam bentuk yang tak selalu bisa diduga.

Baca Juga:  Dalam Rida Ada Bahagia: Menyambut Takdir dengan Lapang Hati

Boleh jadi, engkau pernah membantu seseorang di jalan dengan sekadar senyuman, dan kelak, di waktu yang jauh berbeda, seorang asing akan menolongmu dalam kesulitan yang sama. Bisa jadi, kamu mengucapkan kalimat lembut dan menghibur kepada orang yang patah hati, dan di kemudian hari, seseorang akan hadir memberi pelukan saat kamu merasa dunia runtuh.

Kebaikan itu seperti air yang mengalir: ia mungkin tak selalu tampak di permukaan, tetapi ia meresap, memberi kehidupan dari bawah tanah, dan akan menyembur keluar pada waktunya yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ، فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

“Lindungilah diri kalian dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) separuh kurma. Jika tidak ada, maka dengan ucapan yang baik.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan kepada kita bahwa kebaikan tidak harus dalam bentuk besar dan megah. Bahkan sebutir kurma, satu kalimat yang menenangkan, atau satu senyuman yang ikhlas, semuanya punya nilai di sisi Allah. Yang penting bukanlah besar kecilnya amal, tetapi ketulusan hati saat ia dilakukan.

Namun dalam kenyataan hidup, tidak jarang orang-orang baik justru diuji dengan perlakuan yang buruk. Ketulusan dibalas dengan kecurigaan. Kejujuran dibalas dengan fitnah. Kesetiaan dibalas dengan pengkhianatan. Maka muncul pertanyaan dalam hati: apakah layak untuk terus berlaku baik?

Baca Juga:  Suvenir Tanaman: Dari Hadiah Kecil Menjadi Gerakan Hijau

Di sinilah iman bekerja. Bahwa balasan kebaikan bukan urusan hari ini. Bisa jadi satu tahun lagi, mungkin sepuluh tahun kemudian. Bahkan bisa jadi bukan engkau yang akan menuainya, tetapi anak-cucumu. Seperti benih pohon rindang yang engkau tanam hari ini, dan kelak buahnya dinikmati generasi yang tak sempat mengenalmu.

Allah ﷻ menjanjikan dalam firman-Nya:

هَلۡ جَزَآءُ ٱلۡإِحۡسَٰنِ إِلَّا ٱلۡإِحۡسَٰنُ (٦٠)

“Tidak ada balasan bagi kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 60)

Ini bukan sekadar balasan di akhirat, meskipun itu pasti. Dalam banyak kisah nyata di kehidupan ini, kita menyaksikan bagaimana kebaikan seseorang, bahkan setelah ia wafat, tetap hidup dalam bentuk lain: dalam kemudahan rezeki keluarganya, dalam keberkahan usia keturunannya, dalam doa-doa yang datang dari orang yang dulu pernah disentuh oleh kasihnya.

Ada kisah seorang lelaki yang semasa hidupnya sering menolong orang miskin secara diam-diam. Setelah ia wafat, anak-anaknya, tanpa tahu apa yang pernah dilakukan ayah mereka, justru selalu bertemu dengan orang-orang yang tanpa alasan membantu mereka, meringankan hidup mereka. Kebaikan itu tak mati. Ia hidup dalam cara-cara yang ajaib. Ia menembus ruang dan waktu.

Baca Juga:  Sebelum Kata Terucap, Allah Sudah Tahu

Karenanya, tetaplah berlaku baik, meskipun kadang tidak diperlakukan dengan baik. Bukan karena orang lain pantas, tetapi karena kebaikan adalah cerminan jiwamu. Engkau bertanggung jawab atas apa yang engkau perbuat, bukan atas bagaimana orang membalasmu. Sebab yang mencatat amal bukan manusia, tetapi Tuhan yang Maha Tahu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ الْمُؤْمِنَ حَسَنَةً يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ

“Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi orang yang beriman dalam kebaikannya. Ia akan diberi balasan di dunia dan dibalas pula di akhirat.” (H.R. Muslim)

Jangan biarkan dunia yang keras membuat hatimu ikut mengeras. Jangan biarkan luka membuatmu meragukan kebaikan. Sebab Allah itu Maha Melihat. Dan apa pun yang kamu lakukan, suatu saat akan kembali kepadamu dalam bentuk yang paling kamu butuhkan.

Maka, teruslah menanam, meski tak tahu kapan hujan akan datang. Teruslah berlaku baik, meski tak tahu siapa yang akan membalas. Karena dalam setiap kebaikan yang engkau lakukan, sejatinya engkau sedang membangun rumahmu sendiri — di dunia maupun di akhirat. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni