Hidung wakil rakyat ini bermasalah. Tapi telah menyelamatkan dari bencana politik dan menaikkan kariernya. Sesudah itu kasus ini menjatuhkannya.
Cerpen oleh Sugeng Purwanto
Tagar.co – Satu bulan ini Yakub Marcel gusar dengan hidungnya. Hidung itu sriwing-sriwing mencium bau bangkai. Pertama kali dia mencium bau itu saat membaca berita di kamarnya.
Pembantu, anak-anak, dan istrinya pun disuruh menyelisik setiap ruang untuk mencari bangkai tikus. Sopirnya juga diminta naik plafon memeriksa barangkali ada tikus mati di situ.
Semua tempat diubek-ubek. Kamar tidur, di bawah kasur, kamar makan, kamar keluarga, belakang lemari, bufet, rak buku, dapur, kamar mandi, taman, garasi, hingga gudang.
Orang-orang yang diperintahkan melaporkan tak menemukan bangkai apa pun. Bahkan cicak kecepit pintu juga tak ada. Rumahnya bersih dan harum.
Yakub Marcel heran. Kenapa dia masih mencium bau bangkai. ”Apakah kalian tak mencium bau busuk ini?”
”Tidak,” jawab mereka serempak. Yakub melongo mendengar jawaban itu.
Baca Juga Bansos Juragan Beras
Dia makin resah ketika bau itu juga tercium saat berada di kantor. Juga ketika ngopi di plaza bersama teman-temannya. Mosok kantor dan plaza ada bangkai tikus?
Semua teman-temannya mengatakan tak mencium bau busuk ketika dia bertanya. ”Aku malah mencium bau perempuan yang seliweran di sini,” seloroh temannya yang mengundang tawa.
Yakub mulai mencurigai hidungnya. Apalagi saat di mobil tercium bau bangkai juga. Dia merasa yang berbau bukan lingkungan sekitarnya tapi hidungnya sendiri tak beres.
Masalah hidung ini membuatnya tak nyaman. Dia anggota DPRD. Sudah menjalani tiga tahun ini. Waktu rapat fraksi, komisi, sidang paripurna, lobi jadi terganggu konsentrasinya dengan bau busuk yang terendus. Apalagi ketika sedang enak-enaknya berbicara.
Segera dia mengunjungi dokter spesialis THT KL (Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher) di rumah sakit.
Baru pertama kali ini dia ke rumah sakit untuk periksa diri sendiri. Dia bersyukur jarang sakit. Kecuali flu ringan. Anak istrinya juga begitu. Karena itu asuransi kesehatannya hampir-hampir tak terpakai.
”Sedang pilek?” tanya dokter.
”Tidak.”
”Ada gigi lubang bagian atas?”
“Tidak.”
Dokter itu lalu memasang lampu senter di dahinya. Mulai memeriksa dengan memasukkan nasal speculum ke hidung. Setelah itu ganti memasukkan otoskop ke telinga. Ganti periksa rongga mulut. Disuruh membuka lebar. Dengan spatel lidah ditekan untuk melihat faring di ujung mulut.
”Yang bapak keluhkan itu gejala infeksi sinusitis. Tapi kondisi sinus bapak tak ada infeksi,” kata dokter.
”Lalu dari mana timbulnya bau?”
Dokter itu menjelaskan, bau terjadi kalau ada infeksi sinus yang menimbulkan luka. Jika luka bernanah baunya makin menyengat. ”Tapi kondisi rongga hidung bapak baik. Untuk memastikan penyebabnya bagaimana kalau difoto dulu?.”
Yakub Marcel mengiyakan saja. Maka dia diberi pengantar ke bagian foto rontgen. ”Habis foto hasilnya langsung dibawa ke sini ya.”
Foto rontgen tak menunggu waktu lama. Hasilnya langsung dibawa ke dokter. Setelah melihat foto, dokter memastikan tak ada gejala sinusitis maupun polip.
”Mungkin nasofarin, Dokter?” tanya Yakub teringat dengan sepupunya kena infeksi nasofaring. Sebulan opname kemudian meninggal dunia.
”Ah, bapak jangan menduga-duga. Kondisi hidung bapak sehat. Tapi tetap saya beri resep cairan saline untuk membersihkan hidung. Semoga dengan ini masalah hidung bapak teratasi,” kata dokter itu.
Baca Juga Jam Dinding Bertuah
Yakub segera menuju apotek. Cairan pembersih hidung itu ternyata berbahan air laut. Buatan Prancis. Dia heran. Air laut yang melimpah di bumi ini diberi Tuhan dengan gratis setelah diolah jadi obat menjadi mahal. Sekaleng semprotan berisi 100 ml harganya Rp 150 ribu.
Ya sama seperti oksigen yang melimpah gratis, setelah masuk pabrik jadi barang dagangan. Pasien sesak nafas yang butuh suplai oksigen dihitung harganya per tarikan nafas.
Kini dia rutin membersihkan hidung tiga kali sehari dengan air laut itu. Pagi siang malam. Empat kali semprotan tiap membersihkan. Sudah berlangsung sepekan tak juga hilang bau itu.
Dia termenung. Tiba-tiba terlintas guru ngajinya. Ustaz Husaini. Guru yang mengajarinya hadis Arbain Nawawiyah, Tafsir Jalalain, Riyadush-Shalihin, dan Minhajul Abidin. Sudah tiga tahun ini dia tak pernah berkunjung kepadanya.
Usai Subuh dilajukan mobilnya menuju selatan pinggiran kota. Rumah gurunya di depan balai desa. Bincang akrab tentang kabar masing-masing sambil menikmati wedang sereh. Setelah itu Yakub Marcel menyampaikan keluhannya.
”Ustaz, hidung saya aneh. Mencium bau bangkai. Sudah ke dokter, katanya tak ada masalah.”
Ustaz lulusan pesantren Jombang itu tersenyum seperti biasanya kalau mau menjawab pertanyaan. ”Astagfirullah, subhanallah, alhamdulillah…” tak lepas kalimat tayibah itu terucap di bibirnya.
Yakub sabar menunggu jawaban.
”Kalau sudah ikhtiar ke dokter belum ketemu penyebabnya maka obatnya istigfar,” kata Ustaz Husaini.
”Dengan istigfar kalau itu penyakit semoga Allah membuka jalan kesembuhan. Kalau itu tanda kematian semoga Allah mengampuni.”
Yakub langsung deg jantungnya mendengar kalimat yang terakhir itu. ”Ah, mosok perkara hidung dekat dengan kematian, Ustaz.”
”Kita tidak tahu takdir kematian kita. Makanya siap-siap saja,” ujarnya. ”Mencium bau busuk sementara orang lain tidak, itu bisa juga jadi berkah.”
”Ustaz ini guyon terus. Bagi saya ini musibah.”
”Alhamdulillah masih bisa mencium. Bayangkan kalau indra penciumanmu hilang sama sekali itu baru musibah. Jadi berkah, barangkali orang-orang di sekitarmu ada yang busuk sehingga bisa waspada. Apalagi kamu hidup di dunia politik.”
Di perjalanan Yakub Marcel tercenung. Baginya nasihat Ustaz Husaini mengandung horor. Bicara kematian dan kejahatan. Dia pahami hikmah yang disampaikan.
Baca Juga Perginya sang Muazin
Mobilnya melaju ke Gedung DPRD. Pagi itu ada sidang Komisi Gabungan agenda terakhir pembahasan pelepasan tanah ganjaran kepada perusahaan real estate.
Pembahasan terakhir itu tak berlangsung lama. Hadir dari pihak eksekutif Kepala Dinas Tanah dan Aset dan Kepala Bagian Pemerintahan.
Semua anggota komisi setuju pelepasan tanah ganjaran dengan syarat disediakan tanah pengganti (ruilslag) lebih luas dan uang kompensasi Rp 1 miliar.
Ketua rapat menggedok palu dan menyatakan hasil rapat ini dibawa ke sidang paripurna. Anggota komisi segera bubar. Menuju ke ruang fraksi. Tak berapa lama pegawai kantor masuk. Dia mengumumkan semua anggota dewan diminta menemui bendahara.
Semua orang tampak saling pandang dan tersenyum tanda paham dengan pengumuman itu. Beda reaksi dengan Yakub Marcel. Hidungnya mengendus bau bangkai. Lebih tajam. Dia tercenung. Teringat nasihat Ustaz Husaini.
Ragu-ragu dia melangkah kaki masuk ke ruang bendahara menyusul teman-temannya. Hatinya waswas diliputi dua pilihan: Masuk atau tidak. Lalu dia berpapasan dengan temannya keluar dari ruang itu sambil tersenyum.
Yakub Marcel mengambil keputusan. Kakinya balik arah melangkah keluar gedung dewan mencari kawan untuk ngopi dan makan siang.
Sore hari sudah muncul berita pelepasan tanah ganjaran dengan narasumber ketua Komisi Gabungan. Berita informasi biasa.
Besoknya para wartawan mendengar selentingan ada uang siluman beredar. Ramai-ramai semua wartawan mengerubungi pimpinan komisi, pimpinan dewan, dan anggota komisi untuk konfirmasi. Tak lama berselang sudah terbit berita di website membantah rumor itu.
Baca Juga Uang Abu-Abu
Setelah itu pimpinan real estate ganti digeruduk. No comment jawabannya. Hari keempat muncul berita menghebohkan. Jadi headline koran dan website yang viral di setiap grup Whatsapp.
Anggota DPRD terima gratifikasi pelepasan tanah ganjaran. Pimpinan Rp 100 juta. Anggota Komisi Rp 75 juta. Anggota biasa Rp 50 juta. Sumber berita Ketua Kelompok Masyarakat Penolak Pelepasan Tanah Ganjaran.
Gegerlah seluruh kota dengan berita itu. Jadi perbincangan warga. Mulai di kantor, kafe, dan warung kopi. Berita makin lama makin santer. Dengan narasumber anonim yang membenarkan rumor itu. Di medsos para netizen ramai-ramai memaki dengan kata kasar dan kejam.
Ada warga yang mulai demonstrasi di depan gedung dewan. Menuntut anggota dewan ditangkap. Meminta KPK mengusut. Demonstrasi datang bergelombang. Berhari-hari. Bikin macet lalu lintas. Bikin panas anggota dewan, pejabat, dan wali kota.
Akhirnya kejaksaan turun. Sekretariat dewan digeledah. Surat dan arsip disita. Diangkut dapat dua koper. Giliran semua anggota dewan dipanggil kejaksaan satu per satu.
Suasana gedung dewan jadi dingin. Tak ada lagi tegur sapa. Saling curiga. Sejumlah jadwal rapat dibatalkan. Sudah enggan berbicara. Pengaduan rakyat telantar. Waswas dengan nasib sendiri.
Hati berdebar-debar menunggu giliran dipanggil kejaksaan. Mereka yang sudah diperiksa jaksa langsung pulang. Tak mau ngantor lagi.
Satu bulan berlalu kejaksaan mengumumkan. Menangkap semua anggota dewan jadi tersangka. Kecuali satu orang. Yakub Marcel. Tuduhannya menerima gratifikasi. Kuitansi jadi bukti. Bendahara jadi saksi.
Calon legislatif suara terbanyak kedua di daerah pemilihan bergembira mendengar berita itu. Mereka segera mengisi pergantian antar waktu yang tinggal dua tahun itu. Partai langsung mengajukan nama-nama wakil rakyat pengganti.
Sebanyak 49 wakil rakyat baru dilantik. Yakub Marcel anggota lama yang paling senior dipilih menjadi ketua DPRD. Pindah ke rumah dinas. Juga dapat mobil dinas dan sopir.
Setahun berlalu. Yakub Marcel makin sibuk dengan urusan ketua dewan. Hidungnya masih bermasalah. Namun dia sudah terbiasa dengan bau busuk itu.
DPRD makin moncer di tangannya. Dia bangun keterbukaan politik. Transparansi. Tanpa basa-basi. Segala geliat dan isu langsung ditanggapi. Supaya tidak menjadi rumor liar.
Dia tunjukkan politik tidak kotor. Tak ada lagi panggung depan dan belakang. Semua boleh diungkap. Semua anggota dewan jadi vokal. Banyak berita dahsyat diperoleh wartawan. Kinerja anggota dewan tersampaikan kepada rakyat.
Suatu waktu dia menghadiri pertemuan asosiasi ketua dewan di Pulau Dewata. Selesai acara dia meninggalkan ballroom hotel. Di selasar dia disapa perempuan. Muda dan cantik. Dia mengenalnya. Perempuan itu biasa seliweran di balai kota. Rekanan kontraktor yang ikut tender proyek pemkot.
”Hai, Pak Yakub,” sapanya. ”Menginap di sini.”
”Hai, Mbak. Lho ngerjakan proyek di sini juga?”
”Belum, Pak. Mau ketemu partner. ”
Mereka berbincang sambil berjalan sampai ke lobi. Yakub langsung menuju lift.
”Permisi Mbak ya, saya langsung ke kamar,” kata Yakub.
Perempuan itu berhenti. Ragu-ragu hendak berkata.
”Boleh saya ikut ke kamar Pak Yakub selama menunggu teman saya datang?”
Yakub juga berhenti. Memandangi perempuan itu sejenak. ”Ok,” ujarnya kemudian.
Mereka pun masuk lift menuju lantai 22.
Dua pekan kemudian di kotanya Yakub menerima kiriman foto dari temannya. ”Foto ini sudah viral di medsos. Sebentar lagi pasti jadi berita headline,” tulis temannya.
Foto itu mengejutkannya. Dia dirangkul perempuan rekanan di sofa hotel. Tangan perempuan itu mengarahkan HP untuk foto selfie.
Tak lama kemudian HP-nya berdering. Wartawan ramai-ramai konfirmasi. Dengan gagap dia menjelaskan foto itu bukan mesum. Perempuan itu sok akrab dengannya saat selfie.
”Tapi dua orang laki perempuan di kamar hotel mosok gak terjadi apa-apa?” begitulah semua orang bertanya. Para wartawan itu, istrinya, dan teman anggota dewan.
Dia bersumpah namun orang tak percaya. Tak lama kemudian berita online sudah bermunculan dengan judul bermacam-macam. Dengan ilustrasi foto itu.
Ketua Dewan Ketahuan Berduaan dengan Perempuan Cantik. Website lain memasang judul: Diam-diam Ketua DPRD Masukkan Perempuan di Kamar Hotel. Media lain menulis: Ketua Dewan Mesum saat Bertugas. Judul lainnya Ketua DPRD Selingkuh dengan Kontraktor Cantik.
Baca Juga Biduan
Di medsos para netizen lebih keji lagi memaki-maki. Istrinya malu tak mau keluar rumah. Takut ditanya tetangga. Anaknya tak mau sekolah. Malu dengan teman-temannya.
Makin lama berita itu berkembang ke mana-mana. Pengamat politik berkomentar. Orang partai bicara. Suasana makin panas. Mulai muncul demonstrasi di gedung dewan. Menuntut Ketua DPRD mesum dilengserkan.
Partainya mengadili. Dituduh memalukan dan merusak nama partai. Sesudah itu Badan Kehormatan Dewan memanggilnya untuk sidang. Tapi semua tak percaya pembelaannya. Perempuan itu juga dipanggil dimintai keterangan.
Para pemeriksa punya pertanyaan sama: dua orang laki perempuan di kamar hotel mosok gak melakukan apa-apa?
Sehari kemudian Badan Kehormatan Dewan mengumumkan keputusannya: Ketua Dewan dengan bukti foto dan keterangan saksi telah berbuat asusila. Ini melanggar sumpah jabatan dan kode etik anggota dewan. Badan Kehormatan memberikan sanksi pemberhentian tidak hormat sebagai ketua dewan.
Partainya pun memutuskan merecall dia dengan pergantian antar waktu. Calon legislatif suara terbanyak kedua di dapilnya tersenyum gembira. (#)