Telaah

Haul dan Milad, Antara Budaya dan Syariat

238
×

Haul dan Milad, Antara Budaya dan Syariat

Sebarkan artikel ini
haul adalah tradisi mengenang wafatnya ulama atau tokoh yang berjasa dalam dakwah Islam. Perayaan ini biasa diadakan oleh kelompok muslim tradisional.
Dwi Taufan Hidayat

Haul menjadi tradisi muslim tradisional untuk menghormati tokoh. Kaum modernis tak mengadakan tapi merayakan milad. Apa bedanya?

Oleh Dwi Taufan Hidayat, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas, Kabupaten Semarang.

Tagar.co – Haul adalah tradisi mengenang wafatnya ulama atau tokoh yang berjasa dalam dakwah Islam. Perayaan ini biasa diadakan oleh kelompok muslim tradisional.

Muhammadiyah yang menisbahkan sebagai gerakan Islam modernis tidak melaksanakan tradisi haul. Tapi merayakan milad sebagai momentum refleksi organisasi. Tidak ada haul KH Ahmad Dahlan, misalnya.

Muhammadiyah berpijak pada pemurnian akidah yang berpegang pada tauhid. Dalam Islam, segala bentuk penghormatan dan doa harus ditujukan hanya kepada Allah, bukan kepada manusia, seberapa pun tinggi derajatnya.

Hadis Nabi SAW menyatakan:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seseorang mati, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya. (HR Muslim No. 1631)

Baca Juga:  Tiga Jejak Digital: Jejak yang Terhapus

Berdasarkan hadis ini, Muhammadiyah berpendapat bahwa amalan seseorang tidak dapat bertambah setelah kematiannya, kecuali melalui tiga hal tersebut.

Oleh karena itu, peringatan tahunan seperti haul yang melibatkan doa dan tahlilan untuk orang yang telah meninggal tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam dan berpotensi menimbulkan keyakinan yang menyimpang.

Seperti anggapan bahwa arwah orang mati masih membutuhkan ritual untuk memperoleh kebaikan.

Di beberapa tempat, haul sering kali berkembang menjadi ajang ritual yang bercampur dengan unsur budaya dan mistisisme.

Ada yang menjadikannya sebagai ajang pengkultusan terhadap tokoh tertentu, bahkan dalam beberapa kasus, peringatan ini menjadi sarana ekonomi dengan sumbangan dan sesajen.

Muhammadiyah menolak segala bentuk pengkultusan individu, sebagaimana dinyatakan oleh KH Ahmad Dahlan bahwa Islam harus kembali kepada Al-Quran dan Sunnah tanpa tambahan praktik yang tidak memiliki dasar syar’i.

Makna Milad

Jika haul tidak memiliki landasan kuat dalam Islam, mengapa merayakan milad? Perbedaannya terletak pada tujuan dan substansi perayaan.

Milad Muhammadiyah bukanlah penghormatan terhadap individu atau tokoh tertentu, melainkan peringatan hari lahir organisasi sebagai momen muhasabah (evaluasi) dan proyeksi ke depan. Acara milad Muhammadiyah diisi dengan:

Baca Juga:  Misteri di Pantai Selatan Miami: Lorong tanpa Ujung

Evaluasi perjalanan dakwah dan program sosial, penguatan visi dan misi organisasi, inspirasi dari para pendiri Muhammadiyah untuk melanjutkan perjuangan Islam.

Dalam Islam, memperingati sesuatu yang bersifat duniawi seperti hari lahir organisasi tidak dilarang, selama tidak mengandung ritual yang bertentangan dengan syariat.

Milad bukan sekadar acara seremonial, tetapi wahana introspeksi dan penguatan komitmen untuk berkhidmat kepada umat dan bangsa.

Permurnian Ibadah

Muhammadiyah tidak menolak penghormatan kepada ulama dan tokoh perjuangan, tetapi menolak pengkultusan dan ritual yang tidak memiliki dasar dalam syariat.

Cara terbaik untuk mengenang para ulama dengan melanjutkan perjuangannya dalam bentuk amal nyata, bukan dengan ritual tahunan yang tidak jelas manfaatnya bagi si mayit.

Sementara milad Muhammadiyah tetap dirayakan karena bertujuan untuk memperkuat gerakan dakwah dan pelayanan umat bukan untuk mengkultuskan individu tertentu.

Perbedaan ini menjadi bukti bahwa Muhammadiyah konsisten dalam menjaga kemurnian ajaran Islam, menolak tahayul dan bid’ah, serta tetap fokus pada dakwah yang berbasis amal usaha dan pengabdian sosial. (#)

Baca Juga:  Akhlak Mulia: Perekat Umat dan Penyebar Cinta Kasih

Penyunting Sugeng Purwanto