Feature

Hantom Manoe: Pengkhianatan di Balik Tirai

246
×

Hantom Manoe: Pengkhianatan di Balik Tirai

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi AI

Di balik hujan dan tembok istana, pengkhianatan mulai menyusup. Saat purnama naik, Hantom Manoe harus menghadapi perang bayangan yang lebih mematikan dari medan laga.

Hantom Manoe (Seri 14): Pengkhianatan di Balik Tirai; Cerbung oleh Dwi Taufan Hidayat

Tagar.co – Hujan deras mengguyur Benua Tamiang, menciptakan irama sendu di atas atap istana. Di dalam aula utama, Raja Muda Sedia duduk dengan wajah penuh pertimbangan. Teuku Gantar Alam dan Teuku Cindaku berdiri di sisi kanan dan kiri, sementara Hantom Manoe berdiri tegap di depan mereka.

“Para pengkhianat sedang mengintai kita,” ujar Raja Muda Sedia, suaranya berat. “Aku mendapat laporan bahwa ada orang dalam yang bekerja untuk Majapahit.”

Teuku Cindaku mengepalkan tangan. “Siapa yang berani mengkhianati tanah leluhurnya?”

Raja Muda Sedia menggeleng pelan. “Belum jelas siapa, tapi aku tak ingin kita lengah. Pasukan Majapahit sedang menyusun kekuatan, dan mereka mencari celah untuk melemahkan kita dari dalam.”

Baca Seri 1-13 Hantom Manoe

Hantom Manoe menarik napas panjang. Luka-lukanya masih belum sepenuhnya sembuh, tapi ia tahu pertempuran ini tak hanya melibatkan pedang dan tombak. Ada perang yang lebih licik—perang di dalam bayang-bayang.

Baca Juga:  Hantom Manoe: Benturan Dua Kekuasaan

“Kita harus lebih waspada,” katanya. “Pengkhianatan lebih berbahaya daripada ribuan pasukan musuh di medan perang.”

Bayangan di Tengah Istana

Di sebuah ruangan kecil di sudut istana, seorang pria duduk di depan meja, membaca gulungan pesan yang baru dikirim utusan Majapahit. Senyum dingin muncul di wajahnya.

Pria itu adalah Teuku Syarif Laksamana, seorang bangsawan yang merasa ambisinya terhalang oleh kepemimpinan Raja Muda Sedia. Ia pernah berharap mendapatkan posisi tinggi di istana, tetapi kepercayaan lebih banyak diberikan kepada Teuku Gantar Alam dan Teuku Cindaku.

Dengan tangan gemetar, ia menulis balasan untuk utusan Majapahit.

“Aku akan memastikan mereka lengah. Jika kalian ingin kepala Hantom Manoe, bersiaplah. Malam purnama akan menjadi waktu terbaik.”

Ia menggulung pesan itu, lalu meniup lentera di depannya, membiarkan kegelapan menyelimuti ruangan.

Langkah di Balik Kegelapan

Di luar istana, di bawah hujan yang mulai mereda, seorang pria berkerudung menyelinap keluar melalui lorong tersembunyi. Ia membawa gulungan pesan itu ke hutan, di mana seorang prajurit Majapahit sudah menunggu.

Baca Juga:  Hantom Manoe: Darah di Malam Purnama

Prajurit itu menerima pesan dengan tatapan puas. “Mahapatih akan menyukai ini,” katanya pelan sebelum menghilang ke dalam kegelapan.

Sementara itu, di menara penjaga istana, seorang mata-mata yang setia pada Raja Muda Sedia memperhatikan semuanya dari kejauhan. Dengan cepat, ia berlari menuju ruang pertemuan.

Kecurigaan yang Meningkat

Hantom Manoe berdiri di depan jendela besar, memandang ke arah hutan di kejauhan. Firasatnya tak enak. Sejak kembali dari medan perang, ia merasa ada sesuatu yang bergerak di bawah permukaan.

Teuku Gantar Alam memasuki ruangan dengan napas terengah-engah. “Kita punya masalah,” katanya.

Hantom Manoe menoleh. “Apa yang terjadi?”

“Salah satu mata-mata kita melihat seseorang menyelinap keluar dari istana dan menyerahkan sesuatu kepada orang Majapahit.”

Hantom Manoe menyipitkan mata. “Itu berarti kita punya pengkhianat.”

Teuku Cindaku yang baru masuk ke dalam ruangan mengepalkan tangan. “Kita harus menangkapnya sebelum dia melangkah lebih jauh.”

Raja Muda Sedia melangkah ke dalam ruangan dengan tatapan dingin. “Kita akan biarkan dia berpikir bahwa rencananya berjalan lancar,” katanya. “Dan saat waktunya tiba… kita akan menangkapnya dengan tangan sendiri.”

Baca Juga:  Hantom Manoe: Darah di Tapal Batas

Purnama dan Darah

Malam itu, bulan purnama bersinar terang di langit Benua Tamiang. Di balik tembok istana, beberapa prajurit Majapahit telah menyelinap masuk melalui jalan yang telah disiapkan oleh pengkhianat mereka.

Di dalam kamarnya, Hantom Manoe duduk bersila, matanya terpejam, tapi pikirannya tetap waspada. Ia tahu, saat bulan purnama mencapai puncaknya, sesuatu akan terjadi.

Dan benar saja, di kejauhan, terdengar suara langkah-langkah yang terlalu halus untuk seorang penjaga istana.

Dengan gerakan cepat, Hantom Manoe meraih pedangnya dan berdiri.

Pertempuran di dalam istana baru saja dimulai. (#)

Bersambung pada seri ke-15: Darah di Malam Purnama

Penyunting Mohammad Nurfatoni