Bubur Masin, makanan tradisional khas Gresik, kini semakin sulit ditemui. Dulu, bubur beras jagung ini menjadi jajanan favorit anak sekolah, biasa dijual pakai pincuk daun pisang.
Tagar.co – Sebelum merebak jajanan pendatang seperti pentol Korea, cireng-batagor Bandung, dan asinan Bogor, Bubur Masin sudah lebih dulu memanjakan lidah warga Gresik. Uniknya perpaduan gurih, asam, plus pedas lumer di mulut.
Sayang, seiring jajanan kekinian yang terus masuk di pesisir Gresik, kehadiran jajanan kaki lima lokal ini semakin tergeser. Bubur Masin justru jadi makanan asing di lidah anak-anak milenial maupun generasi Z.
Baca juga: Nikmati Penyet Belut Kertosono Bonus Pemandangan Sawah
Nur Kholida (43)–seorang penjual Bubur Masin–menceritakan, makanan tersebut sekarang hanya mudah ditemui pada hajatan penduduk asli Kecamatan Gresik.
“Pokoknya kalau nduwe gawe, ngedekno terop (hajatan), biasanya ada masin,” terang wanita yang tinggal di Kelurahan Karangpoh, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur itu, Ahad (4/8/2024).
Lestarikan Kuliner Lokal
Sebelum dilanda pandemi Covid-19, Ida–sapaan akrabnya–sempat berupaya meneruskan usaha sang ibu di dunia kuliner. Ibunya menjual Bubur Masin dan Ketan Babat di pasar Gresik sejak ia kecil.
Selama sepuluh tahun, ia berjualan di tepi jalan. Tepatnya di depan Toko Gadjah, seberang Toko Dor, atau samping Toko Family.
Namun, sejak pandemi pada 2019, Ida terpaksa berhenti menggelar lapak di sana karena pasar semakin sepi. Kini, ia hanya membuat Bubur Masin jika ada bazar atau pesanan untuk hajatan.
Seperti halnya pada pekan lalu. Selama 1-4 Agustus 2024, Ida menjual Bubur Masin di Atrium Gressmall. Kala itu Yayasan Omah Dhuafa Gresik mengadakan Pasar Djadoel Grissee. Ida berjualan di samping stan martabak.
Baca juga: Bebek Cak Selem Gresik, Bisa Pilih tanpa Tulang
Saat berjualan di mal, satu porsi Bubur Masinnya seharga 15 ribu rupiah. Tidak lagi pakai pincuk daun pisang, Ida mengemasnya dalam wadah plastik 400 ml. Dua kerupuk udangnya juga ia kemas dalam plastik terpisah. Meski kemasan Bubur Masin sudah berkembang, rasanya tak berubah.
Senyum Ida mengembang kala momentum itu mempertemukannya kembali dengan para pelanggannya di pasar Gresik dulu. Meskipun banyak pelanggan yang berharap Ida kembali berjualan, ia menyadari minat masyarakat terhadap Bubur Masin semakin berkurang.
“Sakjane pengin tapi Sampeyan gak mungkin tuku bendino,” ujarnya kepada salah satu pelanggannya. Maksudnya sebenar masyarakat suka, tapi Anda tak mungkin beli tiap hari.
“Yang tahu ini orang lama-lama tok. Anak-anak sekarang lebih minat jajan kekinian. Andaikan anak-anak sekarang juga suka ini, enak. Dulu jualan ramai,” lanjut Ida.
Masa Depan Bubur Masin
Ke depan, Ida berencana memasarkan Bubur Masin secara online melalui WhatsApp untuk memperluas jangkauan pelanggannya. Mengusung merek “Dapoer Emak Engson”, ia bisa dihubungi melalui WhatsApp 082143245135.
Sejauh ini, ia baru melayani pesanan dalam jumlah banyak. Sebab, proses pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu lama. Proses memasak itu pula yang menjadi salah satu alasan mengapa makanan ini cukup mahal.
“Kalau beli sewaktu-waktu melalui WA juga tidak bisa. Karena membuatnya sulit, jadi harus bikin banyak sekalian,” terangnya.
Proses memasaknya dimulai dari menanak beras jagung sampai matang. Lalu diolah jadi bubur, dihaluskan dan direbus. “Dikasih santan dan bumbu. Yang bikin mahal ya dari proses masaknya yang ngentekno gas,” kata Ida sambil tertawa.
Baca juga: Jajanan Lawas Khas Gresik Menyapa Pengunjung Mal
Kepada Tagar.co, Ida tak segan mengungkap bahan-bahan untuk meracik bubur warna kuning favorit warga Gresik ini. Yakni terdiri dari beras jagung, udang, belimbing wuluh, kemangi, cabai merah, cabai hijau ale, cabai rawit, tomat, dan santan.
Nur Halimah (41), salah satu penikmat Bubur Masin, menilai penganan bikinan Ida tergolong enak meskipun aroma kemanginya sangat terasa. “Biasanya saya kalau bikin sendiri kemanginya sedikit karena nggak begitu suka kemangi, tapi ini tetap enak,” ujarnya setelah mengunyah sesuap Bubur Masin dengan kerupuk udang sebagai sendoknya.
Meskipun Bubur Masin semakin langka, harapan untuk melestarikan makanan tradisional ini tetap ada. Dengan kegigihan usaha Ida, semoga Bubur Masin dapat kembali populer dan dinikmati oleh generasi muda serta masyarakat luas. (#)
Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni