Garuda di Istana Garuda Ibu Kota Nusantara (IKN) dirancang menunduk. I Nyoman Nuarta sebagai perancang pada media menyebutkan jika kepala menunduk untuk menghindari kesan sombong. Alasan ini ahistoris.
Tagar.co – Lambang Negara Indonesia, Garuda, selama ini digambarkan dengan kepala tegak menengok ke kanan dan sayap membentang tampak gagah juga indah dipandang.
Meskipun burung garuda berasal dari mitologi agama Hindu, Buddha, dan Jainisme, sketsa Garuda sebagai lambang negara Indonesia dibuat oleh seorang Muslim, Sultan Hamid II dari Pontianak.
Para founding fathers yang mayoritas Muslim dan tokoh-tokoh ormas Islam sepakat menjadikan garuda sebagai lambang negara.
Dari Wikipedia, menurut agama Hindu garuda merupakan wahana Dewa Wisnu (salah satu Trimurti atau tiga dewa utama). Menurut agama Buddha, Garuda merupakan Dhammapala atau Astasena, dalam Jainisme, Garuda merupakan salah satu Yaksa (dewa pelindung) Tirthankara Shantinatha.
Baca juga: Empat Macam Kemerdekaan, Sudahkah Dirasakan Bangsa Indonesia?
Interpretasi fisik garuda bermacam-macam, kebanyakan digambarkan bertubuh tertutup bulu emas, berwajah putih, dan bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip yang dimiliki burung elang, tetapi tubuhnya sering kali seperti manusia. Ukurannya besar sehingga dalam salah satu cerita ia dapat menghalangi matahari.
Kisah garuda terdapat dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India.
Berdasarkan mitologi tersebut bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim sepakat menjadikan burung garuda yang gagah sebagai lambang kebanggaan, bukan kesombongan.
Lambang Negara nan Gagah
Garuda sebagai lambang negara benar-benar dibanggakan seluruh bangsa Indonesia. Beragam cara dilakukan untuk menunjukkan kebanggaan pada lambang negara garuda dengan lagu-lagu, gambar, nama perusahaan dan lain-lain.
Terbaru lambang burung garuda dipakai oleh duta-duta olahraga dalam Olimpiade Paris 2024. Dengan lambang Garuda di dada kontingen Indonesia sukses mempersembahkan dua medali emas dan satu perunggu. Dalam cabang sepak bola dengan lambang garuda di dada tim nasional menyongsong asa menuju putaran final Piala Dunia 2026.
Baca juga: Ki Bagus Hadikusumo dan Cita-Cita Islam sebagai Dasar Negara
Menggambarkan kepala Garuda menunduk dengan dalih agar tidak terkesan sombong (baca detik.com) sungguh ahistoris. Selama 79 tahun Indonesia merdeka, di mana-mana Garuda sebagai lambang negara digambarkan dengan kepala tegak menengok ke kanan, kecuali di kubah istana IKN yang menunduk. Selain kepala menunduk, sayap Garuda pun dibentuk menutup, bukan membentang.
Seni untuk seni, demikian dalih para seniman dalam mempertahankan filosofi karyanya. Karya seni juga bagian dari hasil olah rasa. Kepala Garuda yang menunduk, sayap yang menutup barangkali mewakili “rasa” sebagian orang yang malu, lesu, atau takut melihat kenyataan dan tantangan di depan mata. Sungguh ironis. Diperlukan olah rasa yang benar untuk membedakan antara percaya diri dan sombong, menunduk karena santun, malu, takut atau lemah, lunglai, lesu. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni