Ganti menteri ganti kurikulum adalah pameo yang sering digunakan untuk menggambarkan betapa seringnya perubahan dalam sistem pendidikan di Indonesia, setiap kali terjadi pergantian menteri pendidikan.
Oleh Nurkhan, Kepala Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 2 Campurejo, Panceng, Gresik, Jawa Timur.
Tagar.co – Frasa ini mencerminkan persepsi publik bahwa setiap menteri cenderung membawa pendekatan atau kebijakan baru yang sering kali mengubah kurikulum nasional.
Sementara pembaruan kurikulum bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan zaman. Tetapi perubahan yang terlalu sering dapat membingungkan tenaga pengajar, siswa, dan orang tua.
Di satu sisi, pameo ini juga menjadi kritik agar reformasi pendidikan lebih berfokus pada solusi yang konsisten dan komprehensif daripada perubahan-perubahan yang bersifat parsial atau reaktif terhadap tren sesaat.
Satu dua bulan terakhir beredar di media sosial isu pergantian Kurikulum Merdeka. Hal ini ramai dibicarakan oleh netizen. Mereka ada yang menanggapi negatif tapi banyak juga yang menanggapi positif.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti pun menjawab isu tentang digantinya Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Deep Learning (mindful, meaningfull, dan joyfull).
Sebelumnya beredar video di media sosial tentang Abdul Mu’ti tengah menjelaskan deep learning. Sehingga publik kemudian mengira kalau konsep tersebut akan dijadikan kurikulum baru.
Namun Abdul Mu’ti menyampaikan Kementeriannya belum mengambil keputusan tentang penggantian kurikulum. Oleh sebab itu, Kurikulum Merdeka masih berlaku saat ini.
Baca juga: Kurikulum Merdeka, Selamat Tinggal
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan kalau pihaknya masih akan melakukan kajian untuk menentukan kurikulum yang tepat dengan materi pembelajarannya.
Kemudian dia meluruskan kesalahpahaman publik terkait deep learning yang sempat ramai dibicarakan di media sosial sebagai kurikulum baru yang akan menggantikan Kurikulum Merdeka.
Menurut dia deep learning adalah pendekatan belajar untuk memperdalam pemahaman siswa, bukan kurikulum yang akan diterapkan secara struktural.
Sikap Guru
Lalu bagaimana sikap kita sebagai guru dalam menghadapi isu tersebut? Pada intinya, guru tidak baperan, dia harus senang, tenang, dan nyaman dan mempunyai sikap yang bijak dengan semuanya itu. Agar kualitas pembelajaran tetap pembelajaran tetap berjalan dengan lancar maka,
Pertama, guru harus fleksibel dalam menghadapi perubahan, siap menyesuaikan metode pengajaran dan materi sesuai dengan kurikulum baru. Sikap adaptif ini akan membantu guru menemukan cara terbaik untuk menerapkan kurikulum tanpa merasa terbebani.
Kedua, seorang guru terus belajar dan meningkatkan kompetensi. Perubahan kurikulum seringkali membawa pendekatan baru dalam pembelajaran. Guru perlu membuka diri untuk belajar, mengikuti pelatihan, atau diskusi agar memahami esensi dari kurikulum baru, sehingga dapat mengimplementasikannya dengan efektif.
Ketiga, guru berpikiran terbuka dan positif. Sebab, kadang perubahan kurikulum memunculkan pro dan kontra. Guru sebaiknya bersikap positif dan memahami bahwa perubahan bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan demikian, guru bisa lebih bersemangat dalam menerapkannya, tanpa merasa terpaksa.
Keempat, kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran. Pergantian kurikulum mungkin memerlukan penyesuaian materi pembelajaran. Guru yang kreatif akan mampu mengembangkan bahan ajar atau metode yang sesuai dengan kurikulum baru, sehingga tetap menarik bagi siswa dan sesuai dengan capaian yang diharapkan.
Kelima, kritis dan partisipatif. Seorang guru juga dapat bersikap kritis dengan tetap menjalankan kurikulum sambil memberikan masukan terhadap penerapan kurikulum baru. Berpartisipasi dalam evaluasi kurikulum dapat memberikan perspektif dari lapangan yang berguna bagi pengembang kurikulum untuk perbaikan lebih lanjut.
Keenam, menjalin komunikasi dengan kolega dan komunitas pendidikan. Diskusi dengan sesama guru, kepala sekolah, atau komunitas pendidikan akan membantu guru memahami penerapan kurikulum baru. Komunikasi ini juga memberi dukungan sosial bagi guru, terutama bila ada tantangan atau kesulitan.
Dengan memiliki sikap-sikap ini, guru akan lebih siap menghadapi tantangan ketika terjadi perubahan dalam kurikulum. Dia akan tenang, tidak ikut arus, dan tidak baperan sehingga fokus dalam pengajaran. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni