Film

Film Women from Rote Island: Perjuangan Perempuan Adat dan Kekerasan Seksual

×

Film Women from Rote Island: Perjuangan Perempuan Adat dan Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
Woman from Rote Island
Kekerasan seksual, Masyarakat adat, Misogini, patriarki, perempuan adat, review film, Women from Rote Island (konde.co)

Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah nasib dialami Martha. Setelah ayahnya meninggal, dia pulang dari Malaysia setelah menjadi pekerja migran dengan membawa depresi akibat kekerasan seksual dari majikannya.

Tagar.co – Film Women from Rote Island bercerita tentang para perempuan adat dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, dalam masyarakat adat yang patriarkis. Mereka mengalami kekerasan berbasis gender yang berlapis seperti kekerasan seksual hingga korban perdagangan orang.

Women from Rote Island adalah film festival yang pertama kali tayang pada tahun 2023. Disutradarai Jeremias Nyangoen, film ini memenangkan 4 penghargaan di Festival Film Indonesia 2023 dan telah tayang di sejumlah festival film internasional.

Alur film Women from Rote Island berpusat pada keluarga Orpa. Suaminya baru saja meninggal. Anak sulungnya, Martha, pulang dari Malaysia setelah menjadi pekerja migran dan membawa depresi akibat kekerasan seksual yang dilakukan majikannya.

Di kampung, Orpa dan anak-anaknya pun kerap mengalami pelecehan dan kekerasan yang dinormalisasi masyarakat. Mulai dari diskriminasi sosial dan adat yang menimpa Orpa sebagai perempuan dalam keluarga tanpa sosok laki-laki. Kekerasan seksual yang berkali-kali terjadi pada Martha, hingga Bertha yang selalu berusaha menjaga keluarganya dan malah bernasib tragis.

Film ini mengangkat urgensi isu yang belakangan juga dilirik oleh para sineas Indonesia: kekerasan berbasis gender, terutama kekerasan seksual. Pada konteks Women from Rote Island, gagasan kekerasan seksual yang direkonstruksi oleh patriarki dalam sistem masyarakat adat menjadi tema utama.

Dalam tema ini, Women from Rote Island mengisahkan perjuangan perempuan adat menghadapi kekerasan seksual dan budaya permisif (budaya, di mana norma-norma sosial menjadi semakin liberal, terutama berkaitan dengan kebebasan seksual) dengan dalih hukum adat. Di sisi lain, berbagai jenis prosesi adat juga muncul di film ini.

Baca juga: Sinopsis Women from Rote Island, Film Terbaik FFI 2023

Ketika menyaksikan Women from Rote Island, kita seakan disuguhi berbagai spektrum adat masyarakat Rote; yang riuh, yang hangat, yang duka, yang suram.

Identitas Pulau Rote juga muncul dari pemandangan dan bahasa yang digunakan sepanjang film. Bahasa tutur dalam film ini sepenuhnya menggunakan bahasa tradisional.

Pemandangan indah Pulau Rote pun disajikan secara alami. Rasanya hampir tidak ada scene panorama alam Rote yang sekadar dijadikan footage (rekaman) ‘pengisi’ film, dia muncul secara hidup dan menghidupkan adegan dalam film.

Selain itu, film ini memang mengungkapkan realitas patriarki yang dialami perempuan adat. Penikmat film juga disajikan kemalangan demi kemalangan yang dialami para perempuan Rote.

Nuansa perempuan berdaya baru muncul saat para mama menangkap pelaku pemerkosaan Martha yang ternyata adalah kerabat Orpa sendiri. Juga ketika mama-mama turun ke jalan untuk berunjuk rasa melawan ketidakadilan atas perempuan Rote.

Selain membangun kesadaran tentang kekerasan seksual, film Women from Rote Island ini juga sekaligus menjadi duri dalam daging bagi kaum hawa. Perempuan Indonesia diingatkan atau bahkan disadarkan betapa sulit hidup di tengah adat dan budaya yang lekat dengan sistem patriarki. (#)

Jurnalis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni

Baca Juga:  Beban Jiwa