Opini

Doktor atau Dokter?

×

Doktor atau Dokter?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi AI

Doktor atau Dokter? Ternyata masih ada yang tidak bisa membedakannya. Doktor Bahlil Lahadalia yang menimbulkan kontroversi itu mengingatkan pentingnya membedakan dua kata itu.

Oleh: Jamaluddin, Dokter Spesialis Mata, tinggal di Kamal Bangkalan, Jawa Timur.

Tagar.co – Belakangan ini, tepatnya sejak Rabu lalu banyak media terlebih media sosial ramai membahas Pak Bahlil Lahadalia yang meraih gelar doktor dalam waktu teramat singkat.

Ada yang kagum, ada juga yang mencibir—entah karena faktor jabatan atau lainnya. Di balik riuhnya pro kontra ini, penulis jadi teringat sebuah kisah lucu soal doktor dan dokter yang sering disalahartikan.

Sehari-hari, banyak orang menganggap doktor dan dokter itu sama. Padahal, bagi para akademisi, jelas perbedaannya seperti siang dan malam. Tapi ya, karena bunyinya hampir serupa, jadi banyak yang keliru.

Baca juga: Setelah Pensiun, ke Mana?

Ada kisah menarik tentang seorang doktor lulusan luar negeri, namanya Amir Faishol Fath. Sekarang, beliau kondang sebagai juri hafiz Quran di RCTI. Ceritanya, setelah lama di luar negeri, pulanglah si Doktor Faishol ini ke kampung halamannya dengan membawa gelar S3. Tetangganya, yang lama tak bertemu, dengan penuh antusias menyambutnya.

“Oh, Faishol sekarang jadi dokter, ya?” kata si tetangga.

Tetangga lain yang sedikit lebih paham menimpali, “Bukan, Bu. Beliau itu doktor, bukan dokter.”

Tetangga pertama bingung. “Lho, kok dipanggil dokter? Ya sama saja, kan?”

Baca Juga:  Generasi Z, Kenapa Banyak yang Tidak Bekerja?

Lalu dijelaskanlah bahwa doktor adalah gelar akademis setelah menyelesaikan S3, sementara dokter adalah profesi di bidang kesehatan. Meski keduanya menempuh pendidikan lama, jalurnya berbeda.

Tetangga pun menegaskan, “Emangnya beda ya?” sambil tertawa.

Temannya menjawab, “Iya beda. Tapi yang satu ini, yang dokter, ya uangnya banyak. Hehe. Kan kalau kita berobat mahal tuh!”

Percakapan ini mengingatkan saya pada kolom humor di Jawa Pos beberapa tahun lalu. Meski sebenarnya beda, banyak orang yang tetap menyamakan keduanya karena—ya itu tadi—sama-sama disebut “doktor”.

Kok Bisa Bingung?

Nah, kebingungan soal doktor dan dokter ini sebenarnya ada beberapa penyebabnya.

Menurut KBBI

Doktor adalah gelar akademik yang diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat doktoral (S3). Gelar ini digunakan oleh individu yang menempuh studi lanjutan di bidang tertentu, bukan hanya dalam bidang kedokteran, tetapi juga di berbagai disiplin ilmu lainnya.

Dokter adalah gelar profesional yang diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan kedokteran dan memiliki izin praktik untuk menangani pasien dalam bidang medis. Dokter bertanggung jawab untuk mendiagnosis, merawat, dan memberikan pengobatan kepada pasien.

Jadi, dokter merujuk kepada profesi dalam bidang medis, sedangkan doktor adalah gelar akademik yang lebih tinggi dan bisa di bidang apa saja.

Kedua istilah ini memang berbeda, tapi karena bunyinya mirip, wajar jika orang awam kerap salah kaprah.

Baca Juga:  Telur-Telur Partai, Darurat Demokrasi, dan Kekuatan Netizen

Dalam Bahasa Inggris

Dalam bahasa Inggris kata doctor bisa merujuk pada gelar akademis Ph.D. (Doctor of Philosophy) atau M.D. (Medical Doctor). Keduanya menggunakan kata doctor, meskipun merujuk pada hal yang berbeda. Ini juga bisa menjadi sumber kebingungan, terutama bagi mereka yang kurang familiar dengan perbedaannya.

Dalam Bahasa Arab

Dalam bahasa Arab perbedaannya jelas. Doktor (S3) disebut دكتوراه (Duktūrah), sedangkan dokter dalam konteks profesi medis disebut طبيب (Ṭabīb). Karena itu, dalam bahasa Arab, kebingungan ini jarang terjadi. Tapi menariknya, dalam tulisan Arab atau Pegon, baik doktor maupun dokter sering ditulis dengan دكتور (dibaca duktur), sehingga menambah potensi kebingungan bagi orang yang hanya melihat tulisannya.

Kesimpulan

Kesamaan bunyi antara doktor dan dokter, serta kemiripan penulisan dalam bahasa lain seperti Arab atau Pegon, membuat orang sering salah paham. Bagi orang awam, wajar saja jika menyebut doktor (S3) sebagai dokter, apalagi kalau dalam percakapan sehari-hari.

Jadi, ketika melihat orang mendapat gelar doktor, jangan buru-buru minta resep obat, ya!
Tapi kalau ketemu Pak Bahlil, minta “resep” kebijakan yang bisa menyembuhkan penyakit turunan seperti kemiskinan dan pengangguran. Dengan jabatannya yang strategis di kabinet Pak Prabowo (kalau jadi beneran), rakyat menanti aksinya. Tambahan gelar doktor—terlepas dari kontroversinya—harus dibuktikan dengan kiprah nyata agar membawa kesejahteraan. Ayo, Pak Bahlil, jangan sekadar menikmati gelar, tunjukkan hasil yang nyata! (#)

Baca Juga:  Krisis Moral Anak Muda: Dosa Siapa?

Penyunting Mohammad Nurfatoni