
Dilematis AI terjadi kalau ada ketergantungan, tidak sebatas sebagai alat bantu, tapi sebagai pengganti otak manusia. Akibatnya otak jarang dipakai untuk berpikir.
Oleh Mahyuddin Syaifulloh, mahasiswa program doktoral UMM.
Tagar.co – AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan dalam dunia pendidikan bisa menjadi penyakit jika digunakan tidak tepat.
Inilah dilematis AI. Semangat awal penggunaan AI sebagai alat bantu, tapi lama kelamaan bisa bikin candu. Tidak sekadar sebagai alat bantu, tapi sebagai pengganti otak manusia untuk berpikir.
Awalnya sebagai alat bantu untuk mencari referensi dan teman diskusi, setelah dirasa jawabannya rasional hingga akhirnya kita memvalidasi atau membenarkan setiap pemikirannya. Sedikit-sedikit jika ada masalah mencari jawaban di AI. Hingga ada dampak dalam penggunaan otak manusia untuk berpikir.
Sebelumnya dalam dunia pendidikan baik guru, dosen, siswa, mahasiswa mencari referensi mengandalkan mesin pencarian. Semula sekadar membantu menyediakan informasi atau konten pembelajaran. Kini jadi kecanduan.
Ketika perkembangan teknologi sangat cepat, hadirnya AI tidak hanya menyediakan sumber belajar tapi mempunyai kemampuan berpikir, memiliki pemahaman kontekstual, interaksi percakapannya lebih interaktif, bisa menganalisis, dan memberi solusi pemecahan masalah.
Contoh dalam membuat penelitian. Ada beberapa AI yang bisa langsung memberikan secara lengkap keseluruhan paragraf dengan kalimat yang mengalir dan rasional dari latar belakang hingga metode penelitian.
Dari sititasinya hingga daftar pustakanya. Bahkan hingga file referensinya pun sudah disediakan.
Sebelum ada AI, seorang mahasiswa saat membuat penelitian diminta mencari dan membaca beberapa buku dan jurnal dulu. Lalu mencari poin-poin dari buku dan jurnal.
Kemudian merangkai kata menjadi kalimat. Kalimat menjadi paragraf. Menuliskan sititasinya satu persatu. Menentukan alur berpikrir hingga menjadi karya ilmiah.
Sekarang ini lewat AI sudah membantu dalam alur berpikir dan mencarikan referensinya, meskipun kalimat dalam paragrafnya bisa diparafrase.
Otak Menyusut
Mengutip Intelligent.com, pada tahun 2023 ada survei sekitar sepertiga dari 1.000 mahasiswa di AS mengaku telah memanfaatkan chatbot AI, seperti ChatGPT, untuk membantu menyelesaikan tugas tertulisnya.
Dari jumlah tersebut, 60% menggunakan teknologi ini dalam lebih dari setengah tugas akademik mereka.
Pengunaan AI yang berlebihan dapat mengurangi aktivitas kognitif, sehingga bisa berpotensi akan menyusutkan otak manusia.
Seperti otot yang jarang digunakan akan melemah. Otak juga bisa menurun fungsi dan volumenya jika tidak cukup distimulasi. Ini dilematis AI.
Maka perlu dari itu pemangku pendidikan harus menyadari terkait etika penggunaan AI dan memosisikan AI di tempat yang tepat.
Etika penggunaan AI yakni perlu mengkritisi kembali hasil pemikiran AI dengan beberapa referensi pembanding maupun pemikiran dari penggunanya.
Perlu disadari AI masih ada kesalahan atau bias. Selain itu tidak boleh mengklaim hasil pemikiran AI sebagai hasil pemikirannya. Khususnya karya-karya ilmiah maupun sastra. AI sekadar alat bantu bukan penghasil karya.
Pemangku pendidikan seperti guru maupun dosen harus menempatkan AI sebagai sumber belajar yang produktif dan interaktif. Menggunakan AI sebagai teman diskusi yang bisa menstimulasi pemikiran siswanya.
Karena itu pemangku pendidikan harus bisa mengorkestrasi kegiatan belajar mengajar. Peserta didik tetap menggunakan otaknya. Tidak meninggalkan AI sebagai kemajuan teknologi.
Pendidik bisa menggunakan penilaian autentik, yakni berfokus pada permasalahan dunia nyata, yang ada di lingkungan sekitar. Ini membutuhkan observasi langsung dan bisa dihubungkan dengan teori-teori yang ada. Tidak sekadar mengetahui teori dari penggunaan AI.
Dalam proses belajar bisa menerapkan projek based learning yang menuntut peserta didik melakukan penyelidikan atau merespon sebuah masalah yang memerlukan proses berpikir dan aktivitas dalam pemecahannya.
Peserta didik diminta mengumpulkan bukti di dalam proses pembelajarannya dan refleksi di tiap tahapannya.
Perkembangan AI tidak bisa dibendung, tinggal manusia mempunyai kesadaran dalam pemanfaatannya. Jika tidak tepat penggunaanya maka ada konsekuensi kemunduran daya kognitif manusia. Karena jarang dipakai berpikir.
Jika memosisikan AI sebagai teman berdiskusi, tidak langsung memvalidasi kebenarannya, maka akan bisa menstimulus pemikiran manusia. Inilah jalan tengah mengatasi dilematis AI. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto