Opini

Di Bawah Bayang-Bayang AI: Ketika Pikiran Manusia Tak Lagi Sepenuhnya Miliknya

147
×

Di Bawah Bayang-Bayang AI: Ketika Pikiran Manusia Tak Lagi Sepenuhnya Miliknya

Sebarkan artikel ini
Ketika AI mulai memengaruhi pikiran tanpa disadari, masa depan manusia terancam tak lagi ditentukan oleh kehendaknya sendiri—melainkan oleh mereka yang mengendalikan kecerdasan buatan.
Di Bawah Kendali AI (Ilustrasi AI)

Ketika AI mulai memengaruhi pikiran tanpa disadari, masa depan manusia terancam tak lagi ditentukan oleh kehendaknya sendiri—melainkan oleh mereka yang mengendalikan kecerdasan buatan.

Oleh Syahroni Nur Wachid, Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Bubutan Kota Surabaya

Tagar.co – Dahulu, kekuasaan berpijak pada siapa yang memiliki tanah, emas, dan minyak. Lalu bergeser ke tangan mereka yang memegang kendali atas informasi dan media. Kini, dan tampaknya untuk waktu yang lama ke depan, kekuatan sejati terletak pada siapa yang menguasai pikiran manusia: ketakutan, keyakinan, dan harapan yang tak kasat mata.

Di tengah lanskap baru ini, kecerdasan buatan (AI) bukan sekadar pencapaian teknologi; ia adalah tonggak sejarah yang mendefinisikan ulang relasi manusia dan kekuasaan. Di satu sisi, AI menjanjikan kecepatan, efisiensi, dan prediksi yang melampaui nalar. Di sisi lain, ia menyimpan paradoks: memberi daya pada manusia, tetapi juga menyematkan belenggu yang halus—ketergantungan yang samar, namun mengakar.

Baca juga: Grok dan Tantangan Umat Islam di Era Kecerdasan Buatan

Baca Juga:  DeepSeek atau ChatGPT? Perebutan Tahta AI Dimulai!

Ketika teknologi dikuasai oleh segelintir korporasi global atau negara adidaya, ketergantungan tersebut berpotensi menciptakan bentuk baru dari dominasi. Kekuatan yang lahir bukan dari senjata atau pasukan, melainkan dari kontrol atas algoritma yang bisa memengaruhi keputusan, membentuk opini, bahkan menentukan arah hidup seseorang. Di sinilah bahaya mengintai: kehendak bebas bisa terkikis perlahan, tanpa disadari.

Sebuah eksperimen oleh Universitas Zurich (theverge.com) mengungkapkan bahwa AI dapat memengaruhi opini publik secara signifikan. Dalam studi tersebut, bot AI yang dirancang menyerupai manusia berhasil mengubah pandangan pengguna Reddit melalui komentar-komentar yang dipersonalisasi . Ini menunjukkan betapa AI dapat menyusup ke dalam ruang diskusi publik dan memengaruhi persepsi tanpa disadari.

Selain itu, AI juga mengumpulkan data preferensi manusia melalui interaksi sehari-hari, seperti tombol like di media sosial. Data ini digunakan untuk melatih sistem AI agar lebih memahami dan memprediksi perilaku manusia, yang kemudian digunakan untuk mengarahkan konten dan iklan secara lebih efektif. Akibatnya, manusia semakin terjebak dalam gelembung informasi yang dikendalikan oleh algoritma, yang dapat membatasi pandangan dan pilihan mereka.

Baca Juga:  Generasi Beta, Selamat Datang!

Ketergantungan pada AI juga berdampak pada otonomi manusia. Studi menunjukkan bahwa penggunaan AI dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi rasa tanggung jawab dan kemampuan individu untuk membuat keputusan secara mandiri (stanford.edu). Ini berpotensi mengarah pada penurunan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan yang independen.

Lebih jauh lagi, AI digunakan dalam konteks militer untuk mengidentifikasi dan menargetkan sasaran berdasarkan analisis data, seperti yang dilakukan oleh pasukan pertahanan Israel. Penggunaan AI dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan etis tentang sejauh mana manusia menyerahkan kendali kepada mesin dalam keputusan yang menyangkut nyawa.

Maka, yang dibutuhkan bukan sekadar teknologi yang lebih canggih, tetapi kesadaran yang lebih mendalam. Kita perlu menuntut kembali hak atas data, hak untuk berpikir, dan hak untuk memilih secara merdeka. Kita harus kembali menjadi subjek—bukan objek algoritma.

Sebab jika tidak, masa depan akan dikuasai bukan oleh manusia yang berpikir bebas, tetapi oleh mereka yang mengendalikan AI dan memonopoli pikiran kita. Masa depan bukan lagi ruang harapan, tapi mungkin hanya layar penuh ilusi yang kita percaya sebagai kenyataan. (#)

Baca Juga:  Penjurusan di SMA Didukung Pakar Bahasa dan Sastrawan

Penyunting Mohammad Nurfatoni