Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 membuat suhu politik kembali bergairah. Dari putusan itu, PDIP yang semula tidak bisa mengusung calon sendiri sekarang bisa. Apakah akan mengusung Anis Baswedan seperi yang pernah dijanjikan?
Tagar.co – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/8/2024) siang bikin riuh linimasa X. Berbagai pernyataan menyambut putusan yang menyatakan ambang batas (threshold) untuk mencalonkan kepala daerah tak lagi 25 persen akumulasi suara sah parpol atau gabungan parpol pada Pileg DPRD 2024 atau 20 persen kursi di DPRD 2020.
Komentar para nitizen pun langsung berhamburan. Ada yang serius, ada pula dengan gaya bercanda.
Pengamat pilitik Hendri Satri misalnya. Dia langsung menulis di akun @satrihendri: “Ayolah Parpol Parpol ngusung calon sendiri, sudah boleh nih sama MK, 7,5% ajaj. Maju sendiri jangan cuma mengintili, memangnya kalian Parpol Ngintil!”
Salah satu unggahan yang lucu berasal dari akun @ronavioleta, “Bisa² bubar tuh koalisi “Kegemukan” buat nyalonin sendiri².”
Baca juga: Anies Baswedan Ditinggal karena Tak Sefrekuensi dengan Presiden?
Sementara itu pengamat pemilu Titi Angraini menulis: “Dengan sebaran perolehan suara partai politik di Pemilu DPRD Jakarta Tahun 2024 lalu sbb, maka akan ada 8 parpol yang bisa mengusung paslon di Pilkada 2024 bila merujuk Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024.
Basisnya adalah angka ambang batas 7,5% dari perolehan suara Pemilu DPRD Provinsi, sama dengan besaran persentase ambang batas pencalonan perseorangan di Pilkada Jakarta 2024.”
Isi Putusan MK
Putusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu ialah:
Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada.
Baca artikel terkait: Rawon Jakarta Diborong 12 Parpol, Anies Kehabisan Jatah
“Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” ucap hakim MK Enny Nurbaningsih, seperti dikutip detik.com.
“Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” sambungnya.
MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.
“Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016,” ucapnya.
Baca juga: DPR Dianggap Membegal Putusan MK: Kaesang Berpeluang, PDIP Terancam
Adapun isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada sebelum diubah ialah:
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
MK pun mengabulkan sebagian gugatan. Berikut amar putusan MK yang mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:
Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut
b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut
c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut
d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.
PDIP Bisa Mencalonkan
Salah satu yang menjadi sorotan dalam Pilkada adalah Pilgub Jakarta. Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus memborong hampir semua partai politik untuk mengusung Ridwan Kamil dan Suswono. Lawannya adalah pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
PDIP menjadi satu-satunya partai tak masuk dalam koalisi tersebut. Suara PDIP sendiri tidak memenuhi syarat untuk mengajukan calon sendiri. Petahana Anies Baswedan pun kemungkinan tidak bisa maju dalam Pilgub Jakarta 2024 karena kursi parpol diborong KIM Plus.
Namun bila merujuk aturan baru putusan MK, maka PDIP dapat mengusung calon sendiri. Jakarta punya DPT 8,2 juta pemilih. Sesuai aturan yang diputuskan MK, Jakarta masuk dalam kategori pasal 40 huruf c.
Dalam aturan itu, MK mengklasifikasikan daerah dengan DPT 6-12 juta, maka partai politik bisa mengusung calon dengan perolehan suara minimal 7,5 persen. Pada Pileg 2024, PDIP meraih 14,01 persen di Jakarta. Dengan begitu, PDIP bisa mengajukan calon sendiri tanpa koalisi.
Pertanyaannya, apakah PDIP akan mengusung Anies Baswedan seperti janji semula? Kita tunggu perkembangannya! (#)
Mohammad Nurfatoni, dari berbagai sumber.