Feature

Dari Masjid ke Meja Kekuasaan: Jejak Cendekiawan Muslim dalam Sejarah Negara

259
×

Dari Masjid ke Meja Kekuasaan: Jejak Cendekiawan Muslim dalam Sejarah Negara

Sebarkan artikel ini
Jejak Cendekiawan Muslim dalam Sejarah Negara (Ilustrasi AI)

Dari masa Khulafaur Rasyidin hingga era globalisasi, jejak cendekiawan Muslim tak sekadar pemikir—mereka penggerak sejarah, dari masjid ke pusat kekuasaan, membentuk arah negeri.

Apakah Kita Cendekiawan Muslim? (Seri 3): Dari Masjid ke Meja Kekuasaan: Jejak Cendekiawan Muslim dalam Sejarah Negara

Oleh Ulul Albab; Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur.

Tagar.co – Hubungan antara cendekiawan Muslim dan negara telah menjadi topik penting dalam sejarah intelektual Islam. Dari masa klasik hingga era modern, cendekiawan Muslim memainkan peran signifikan dalam membentuk arah kebijakan negara, baik dalam aspek politik, ekonomi, maupun sosial.

Dalam konteks ini, cendekiawan bukan hanya individu yang berkompeten dalam ilmu pengetahuan, tetapi juga agen perubahan yang berpengaruh dalam membangun dan memajukan negara dengan dasar-dasar ajaran Islam yang universal.

Baca Seri 2: Cendekiawan Muslim dan Medan Baru Dakwah: Dari Mimbar Akademik ke Medsos

Artikel ini mengkaji hubungan antara cendekiawan dan negara dalam sejarah Islam, serta menganalisis peran mereka dalam membentuk dan mengembangkan negara-negara Muslim dari masa ke masa.

Beberapa periode utama dalam sejarah Islam akan dibahas, mulai dari era klasik hingga kontemporer, termasuk kontribusi nyata yang diberikan oleh para cendekiawan Muslim. Pembahasan ini juga akan mengaitkan teori-teori yang relevan serta mengutip sumber-sumber akademik, seperti buku dan jurnal internasional yang terindeks Scopus, untuk memperkuat kedalaman kajian.

Cendekiawan Muslim dalam Sejarah Klasik: Peran dalam Pembentukan Negara Islam

Pada periode awal sejarah Islam, khususnya masa Khulafaur Rasyidin, Dinasti Umayah, dan Abbasiyah, cendekiawan Muslim memainkan peran besar dalam pembentukan dan pengelolaan negara. Mereka tidak hanya ahli dalam bidang agama, tetapi juga dalam berbagai disiplin ilmu seperti hukum, filsafat, astronomi, kedokteran, dan matematika.

Baca Juga:  Misteri Angka dalam Surah Al-Qadr: Benarkah Lailatulqadar Malam ke-27?

Para cendekiawan menjadi sumber utama dalam merumuskan kebijakan negara, baik terkait hukum Islam (syariah) maupun aspek sosial dan ekonomi masyarakat.

Sebagai contoh, pada masa Dinasti Abbasiyah, para ulama dan cendekiawan seperti Al-Syafi’i, Al-Ghazali, dan Ibn Rusyd (Averroes) berperan penting dalam menyusun dan mengembangkan hukum Islam yang diterapkan dalam sistem pemerintahan.

Hukum yang mereka kembangkan, terutama dalam bidang fikih, sangat memengaruhi struktur dan stabilitas negara-negara Islam (Sardar, 2013).

Pada masa ini, cendekiawan tidak hanya berfungsi sebagai penasihat spiritual, tetapi juga sebagai intelektual yang berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mereka menjadi jembatan antara ajaran Islam dan kemajuan ilmiah yang dibutuhkan untuk membangun negara (Nasr, 2012). Pengaruh mereka dalam perumusan kebijakan negara menunjukkan betapa erat hubungan antara cendekiawan dan negara kala itu.

Cendekiawan Muslim pada Masa Kejayaan dan Kemunduran Negara Islam

Pada masa keemasan Islam, cendekiawan Muslim memegang peran sentral dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebijakan negara. Namun, ketika negara-negara Islam mengalami kemunduran akibat kolonialisme dan imperialisme Barat pada abad ke-18 dan 19, peran cendekiawan mengalami transformasi.

Mereka tidak lagi hanya fokus membentuk negara Islam yang kuat, tetapi juga berupaya mengembalikan kejayaan dan martabat umat Islam.

Tokoh seperti Jamal Al-Din Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid Rida mengusung gagasan reformasi yang mengaitkan tradisi Islam dengan modernitas. Mereka menekankan pentingnya negara Islam yang kuat, berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam, namun tetap mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman (Keddie, 2006).

Baca Juga:  Tiga Peran Penting Indonesia Dibutuhkan untuk Atasi Konflik Palestina-Israel

Gagasan mereka menjadi fondasi berbagai gerakan intelektual yang memperjuangkan pembentukan negara yang adil dan progresif.

Baca Seri 1: Merekonstruksi Peran Cendekiawan Muslim di Era Global

Selain itu, para cendekiawan juga menyadari pentingnya pendidikan dan ekonomi sebagai fondasi pembangunan negara Islam. Kemajuan negara, menurut mereka, tidak hanya bergantung pada pemahaman agama semata, melainkan juga pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh sebab itu, pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi bagian integral dari peran cendekiawan Muslim dalam membangun negara (Hourani, 1993).

Cendekiawan Muslim di Era Modern: Menanggapi Tantangan Globalisasi dan Konflik Politik

Memasuki abad ke-20 dan 21, umat Islam menghadapi tantangan baru berupa globalisasi, sekularisme, dan konflik politik internasional. Cendekiawan Muslim masa kini dihadapkan pada isu-isu identitas dalam dunia modern, serta mencari cara membangun negara yang sejahtera dalam konteks global yang saling terhubung.

Salah satu tokoh cendekiawan modern berpengaruh adalah Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang menekankan pentingnya pemahaman mendalam terhadap tradisi Islam dalam menghadapi tantangan kontemporer.

Menurutnya, negara Islam modern harus dibangun di atas prinsip ajaran Islam yang kokoh, namun tetap terbuka terhadap kemajuan sains, teknologi, dan ekonomi (Al-Attas, 1993). Pendidikan menjadi sarana utama untuk menciptakan masyarakat yang beradab dan adil.

Sementara itu, cendekiawan seperti Tariq Ramadan dan Hamza Yusuf menekankan pentingnya pemikiran moderat dan inklusif. Mereka mendorong pembangunan negara yang berpijak pada nilai-nilai keadilan sosial, hak asasi manusia, dan perdamaian global (Ramadan, 2004). Dalam pandangan mereka, aspek moral dan spiritual tidak boleh dikesampingkan dalam proses pembuatan kebijakan negara.

Baca Juga:  Ketika Wasit Diam: Menyelamatkan Umrah dari Penyelenggara Ilegal

Peran Cendekiawan Muslim dalam Pembangunan Negara Kontemporer

Di era kontemporer, peran cendekiawan Muslim tidak lagi terbatas sebagai penasihat agama atau politik. Mereka diharapkan menjadi aktor utama dalam mendorong perubahan sosial, pendidikan, dan ekonomi. Dengan hadirnya teknologi informasi, cendekiawan memiliki ruang yang lebih luas untuk menyebarkan ide-ide melalui media sosial, jurnal ilmiah, dan forum internasional.

Di banyak negara Muslim, cendekiawan terlibat aktif dalam perumusan kebijakan publik yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan tantangan zaman. Mereka juga berperan besar dalam mengedukasi masyarakat mengenai hak-hak mereka, serta mendorong terciptanya negara yang adil dan berbasis pada etika Islam (Nasr, 2012).

Cendekiawan Muslim masa kini juga dituntut untuk turut serta dalam merespons isu-isu global seperti perubahan iklim, krisis kemanusiaan, dan ketimpangan sosial. Dalam hal ini, negara-negara Muslim perlu menggali potensi sumber daya manusia yang ada melalui pemahaman ajaran Islam yang relevan dengan zaman, serta membangun kebijakan luar negeri yang berlandaskan perdamaian dan keadilan global.

Kesimpulan

Hubungan antara cendekiawan Muslim dan negara telah mengalami dinamika yang signifikan sepanjang sejarah. Dari masa klasik yang sarat kontribusi terhadap hukum dan pemerintahan, hingga era modern yang diwarnai tantangan global, peran cendekiawan tetap vital sebagai agen perubahan.

Di era kontemporer, cendekiawan Muslim harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk menghadirkan gagasan yang menjunjung keadilan sosial, perdamaian, dan pembangunan berkelanjutan bagi umat dan bangsa. Peran mereka tidak hanya dalam merumuskan kebijakan, tetapi juga dalam membentuk karakter bangsa yang berkeadaban dan berorientasi pada kesejahteraan umat manusia. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni