Feature

Berita yang Baik Tak Mengandung Pencitraan

×

Berita yang Baik Tak Mengandung Pencitraan

Sebarkan artikel ini
Berita yang baik harus benar, akurat, faktual, aktual, dan lengkap mengandung 5W1H. Tidak boleh ada pencitraan dalam penulisan berita.
Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PDM Trenggalek Sudirman (tengah) bersama narasumber, panitia, dan peserta Pelatihan Menulis Berita (Tagar.co/Istimewa)

Berita yang baik harus benar, akurat, faktual, aktual, dan lengkap mengandung 5W1H. Tidak boleh ada pencitraan dalam penulisan berita.

Tagar.co – Lazimnya seorang bapak, Sudirman mengabsen satu per satu lembaga pendidikan Muhammadiyah se-Kabupaten Trenggalek, Sabtu (26/10/2024).

“Yang dari MI mana,” tanyanya, mengabsen madrasah ibtidaiyah (MI) yang mengikuti acara itu. Dia juga menanyakan peserta dari SD Muhammadiyah 1 Trenggalek, satu-satunya sekolah dasar (SD) Muhammadiyah yang ada di Kabupaten Trenggalek.

Peserta dari SMA, MA, dan SMK juga dia absen. Maklum Sudirman adalah Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Trenggalek.

Baca juga: Pelatihan Menulis Berita Jadi Gong Program Komunitas Penggerak Literasi Ralina Trenggalek

Pada pagi itu dia membuka acara Pelatihan Menulis Berita salah satu program Rumah Literasi Nasyiatial Aisyiyah (Ralina) Trenggalek yang dilaksanakan di Aula PLHUT Kantor Kementerian Agama Kabupaten Trenggalek.

Selain diikuti oleh tujuh anggota Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA), pelatihan ini diikuti tim media atau humas yang terdiri dari guru atau karyawan sekolah, madrasah, dan pondok Muhammadiyah sekabupaten.

Ada 27 sekolah dan madrasah yang mengikutiya. Yakni 16 MI, satu SD, 3 madrasah tsanawiyah (MTs), dua sekolah menengah pertama (SMP), dua madrasah aliyah (MA), satu sekolah menengah atas (SMA), dan dua sekolah menengah kejuruan (SMK).

Hadir pula peserta utusan dari organisasi otonom tingkat daerah seperti Pemuda Muhammadiyah, Hizbul Wathan, Tapak Suci, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

Baca Juga:  Konten Berita yang Paling Sering Diakses di Internet, Gen Z Beda

Beri Semangat Anak-Cucu

Dalam sambutannya Sudirman berkisah tentang masa sekolahnya di tahun 1981 ketika dia berstatus sebagai ketua OSIS di Sekolah Pendidikan Guru (SPG)—lembaga pendidikan guru setingkat SMA yang sekarang sudah tidak ada lagi.

Pensiunan guru PNS yang kini berusia 64 tahun itu bercerita jika sudah aktif berorganisasi sejak SMP hingga kini, termasuk di PGRI dan kelompok tani. Baginya hal itu bagian dari implementasi hidup sebagai ibadah seperti pesan Surat Al-Bayinah 5.

Selain itu dia ingin memberi contoh dan semangat pada para peserta—yang dia sebut sebagai anak cucunya—agar bersemangat dalam berorganisasi.

Oleh karena itu dia mengapresiasi kegiatan yang diadakan oleh PDNA Kabupaten Trenggalek ini.

Sudirman saat menyampaikan sambutan (Tagar.co/Istimewa)

Tak Mengandung Pencitraan

Dalam bagian lain sambutannya, Sudirman mengajak peserta Pelatihan Menulis Berita agar membuat karya berita yang baik.

Pertama, menulis berita harus jeli. Sebab jika menulis berita tidak benar akan membawa kejelekan. Sebaliknya jika kita menulis berita dengan benar akan membawa kebaikan. “Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda,” kata Sudirman yang mengenakan kemeja batik Majelis Dikdasmen berwarna biru.

Kedua, berita juga harus aktual dan faktual. “Bila berita tidak aktual, maka ndak payu (tidak laku atau tidak dibaca orang,” kata dia.

Sementara itu, lanjutnya, jika berita tidak faktual alias tidak sesuai dengan fakta, maka akan menjadi berita bohong. Penulis yang membuat berita yang menyesatkan ini bisa mendapat sanksi

Menurutnya ini penting diketahui para penulis, agar di samping mencerahkan, berita yang ditulis tidak membuat onar atau permusuhan di masyarakat. Sebab, hal itu tidak sesuai dengan cita-cita kita menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat.

Ketiga, berita harus akurat mengenai tempat, waktu, dan tujuan. Menulisnya tidak boleh berdasarkan kira-kira, atau ngoyoworo dalam bahasa Jawa. Misalnya menuliskan tempat harus akurat. “Tidak kira-kira di antara sana dan sana, kalau tidak salah di daerah dekat sungai apa itu,” kata dia memberi contoh.

Keempat, berita juga harus jelas kronologisnya. Menurutnya penulis harus bisa menguraikan bagaimana kronologi peristiwa yang ditulis dengan menggunakan rumus 5W1H (what, who, when, whre, why, dan how). Sudirman mangaku pada tahun 1981 sudah mengenal konsep itu.

Yang juga dia anggap penting, penulisan berita bisa menjadi alat untuk promosi sekolah dan madrasah. Tapi dia berpesan, mempromosikan sekolah atau madrasah itu tidak boleh dengan pencitraan. Tapi harus mengandung unsur berita 5W1H.

“Jka 5W1H itu ditaati tidak mungkin terjadi pencitraan, karena mengikuti kaidah-kaidah (jurnalistik),” ujarnya. Pencitraan ia artikan sebagai memoles dengan kepalsuan. (#)

Jurnalis Mohammad Nurfatoni