Belajar dari GMT. Tanpa konsistensi pada titik “0” Kalender Hijriah Global Tunggal di antara negara-negara dan umat Islam sedunia tampaknya perbedaan hari dan tanggal Hijriah akan terus terjadi.
Kolom oleh Prima Mari Kristanto
Tagar.co – Selamat atas terbitnya Kalender Hijrah Global Tunggal (KHGT) sebagai kado Tahun Baru Islam 1 Muharam 1446 Hijriah. KHGT sebagai ikhtiar atau ijtihad mengurangi perbedaan penetapan hari dan tanggal tahun hijriah khususnya di awal dan Ramadhan.
Pro kontra dalam penerbitan KHGT harus disikapi secara bijaksana tanpa perlu berdebat sengit. Penerbitan KHGT sebagai standar kalender Hijriah menjadi penanda sejarah, garis batas pembeda dengan ukuran waktu peradaban lain. Perbedaan fikih dan letak geografis kerap jadi alasan perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadhan.
Kementerian Agama negara-negara ASEAN misalnya membuat kriteria tersendiri yang berbeda dengan kriteria negara-negara di Jazirah Arab. Dua ormas besar di Indonesia menggunakan kaidah fikih berbeda antara hisab dan rukyatul hilal.
Baca juga: Hari Besar Islam Berdasarkan Kalender Hijriah Global Tunggal 1446
Meskipun berbeda pendekatan fikih, antara Muhammadiyah dan NU, bahkan dengan beberapa negara Arab, sering juga menyepakati hari dan tanggal Hijriah yang sama. Dari fakta kejadian yang ada masalah bukan pada fikih atau letak geografis negara-negara tempat bermukim umat Islam yang tersebar di seantero jagat.
Masalah perbedaan hari dan tanggal pada Kalender Hijriyah karena belum konsisten menggunakan metode ilmiah yang disepakati. Sedangkan perangkat fikih dan metode ilmiah yang dimiliki peradaban Islam sudah sangat lengkap dalam penentuan waktu, hari, bulan, hingga tahun. Titik “0” (nol) waktu kalender Hijriah telah disepakati di Makkah Saudi Arabia. Titik “0” bagian penting dalam penentuan tarikh, tahun, bulan, hari, hingga waktu menyesuaikan kondisi geografis bumi.
Belajar dari GMT
Kalender Masehi menggunakan “GMT” sebagai titik “0” acuan waktu. GMT (Greenwich Mean Time) adalah bujur geografis 0 derajat yang menjadi waktu matahari, terletak di garis meridian Greenwich, Inggris sebagai patokan pembagian waktu di bumi dalam penanggalan Masehi.
Menariknya GMT dan kalender Masehi meskipun identik dengan peradaban Katolik Roma yang berpusat di Vatikan, tetapi titik “0” waktu Masehi berada di Inggris yang beraliran Anglikan. Pusat Gereja Katolik Vatikan merayakan hari-hari besar Natal, Paskah dan lain-lain berdasarkan GMT yang berpusat di Inggris, bukan membuat ukuran hari dan tanggal sendiri menurut Vatikan.
Dari titik “0” GMT tersebut, hari dan tanggal Masehi ditetapkan dengan ukuran bujur dan lintang berbeda-beda pada setiap belahan bumi nyaris tanpa pernah terdengar perdebatan berarti. Mengacu pada proses disepakatinya kalender Masehi yang demikian presisi, KHDT memerlukan konsistensi penggunaan “GMT” Hijriah di Makkah untuk bisa benar-benar menjadi acuan yang presisi.
Baca juga: Sura Bulan Hijrah Masyarakat Jawa
Mungkinkah menjadikan Makkah sebagai titik “0” pelaksanaan hisab dan rukyatul hilal dengan penyesuaian waktu ke negara lain berdasarkan garis bujur dan lintang? Tanpa konsistensi pada titik “0” di antara negara-negara dan umat Islam sedunia tampaknya perbedaan hari dan tanggal Hijriah akan terus terjadi.
Potensi perdebatan fikih antar ormas, mazhab bahkan politik, membawa-bawa nama penguasa sebagai sosok yang harus dipatuhi dalam penentuan hari raya bisa terus terjadi. Jika tetap menganggap perbedaan hari dan tanggal Hijriah sebagai rahmat apa boleh buat?
Kalender peradaban Islam selisih 600-an tahun dengan kalender Masehi yang bisa satu hati menyepakati titik “0” GMT. Kalender Masehi bisa satu hati menyepakati metode ilmiah dan titik”0″ yang dipakai tanpa banyak membahas persatuan umat, ukhuwah, dan sejenisnya.
Ilmu pengetahuan seharusnya bisa menjadi titik temu perbedaan fikih, mazhab, juga politik dalam penentuan tarikh. Jika waktu salat yang menggunakan acuan peredaran matahari bisa sepakat, seharusnya penetapan waktu menggunakan acuan peredaran bulan bisa sepakat pula. Semoga! (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni