Beda ajal individu dan umat disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Izzul Muslimin, di Bumi Panjalu. Dia menjadi pembicara di acara Kajian dan Konsolidasi Muhammadiyah Se-Kabupaten Kediri.
Tagar.co – Ruangan utama Masjid Darul Muslimin, Ahad (25/8/2024) itu, penuh sesak. Sekitar 500 orang duduk lesehan menghadap ke sisi barat. Jemaah laki-laki berada di depan sementara jemaah perempuan berada di belakang yang dipisahkan oleh sebuah tabir.
Di depan mereka, tampak sebuah meja bertaplak kain berwarna hijau dengan logo Muhammadiyah. Di belakangnya ada backdrop putih dengan tulisan mencolok berkelir hijau tosca. Foto sebelas anggota PDM Kabupaten Kediri terpampang dengan jelas di situ.
Masjid yang berada di kompleks Pondok Pesantren Darul Muslimin Muhammadiyah (DMM) Desa Lamong, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, pagi itu menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kajian dan Konsolidasi Muhammadiyah Se-Kabupaten Kediri.
Baca juga: Tokoh Muhammadiyah Ini Terpilih Jadi Pimpinan Baznas Magetan
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Kediri tiap bulan menyelenggarakan acara tersebut secara berkeliling di tempat yang berbeda-beda. Yakni dari satu amal usaha Muhammadiyah (AUM) di Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) ke AUM PCM lainnya.
Sekretaris PDM Kabupaten Kediri Afwan Al-Asgaf ‘turun gunung’ menjadi master of ceremony (MC). Dia terlihat memandu acara dengan selingan sejumlah candaan. Suasana pun jadi gayeng.
Sebelum kajian dimulai, Oka Wilyand Sestra, qari asal PCM Kras, yang juga santri Ponpes DMM pimpinan Ustaz Ahmad Tsalase, melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Setelah itu Afwan Al-Asgaf mengabsen satu per satu PCM dan kepala AUM sekabupaten.
Sejurus kemudian, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Kediri periode 2015 -2020 itu memberi kesempatan kepada Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhammad Izzul Muslimin, S.I.P., M.Si, untuk menyampaikan materi kajian.
Dua Macam Kematian
Mengawali ceramah, Izzul mengaku bersyukur karena acara ini lebih meriah dibandingkan saat dia hadir di daerah atau cabang lainnya. “Alhamdulillah saya lihat cukup banyak yang hadir,” ungkapnya.
Dia lalu mengupas soal umur Muhammadiyah yang sudah 112 tahun pada November 2024. “Dalam usia sepanjang itu, kalau diukur dengan manusia, sudah tua. Tapi justru semakin ke sini Muhammadiyah semakin bergairah, termasuk keberadaan Muhammadiyah di Bumi Panjalu Kediri ini, sangat menggembirakan,” jelasnya.
Bicara soal umur dia kemudian mengaitkan dengan kematian sambilmengutip potongan Ali Imran 185. “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” Dia menerangkan, di dalam Al-Quran ada dua jenis kematian. Pertama, kematian individu seperti kutipan ayat di atas.
Baca juga: Dahsyatnya Potensi Iuran Anggota Muhammadiyah
“Tapi ada juga penjelasan di Al-Quran, bahwa yang mati itu tidak cuma individu, tapi bisa dalam kelompok,” ujarnya menjelaskan jenis kedua kematian sembari mengutip Surat Yunus 49. “Bagi setiap umat mempunyai ajal (batas waktu).”
Pengertian umat di sini, sambungnya, bisa satu keluarga besar atau bani. Umat bisa juga dimaknai sebuah kelompok, misalnya Muhammadiyah. Bisa pula untuk menyebit sebuah etnis, bangsa, atau negara.
“Jadi kedua-duanya punya kesempatan atau ada waktunya hidup. Kalau manusia itu dicabut nyawanya, tetapi kalau umat akan diambil atau ditentukan ajalnya oleh Allah,” terangnya.
Perbedaan Keduanya
]Namun, ada perbedaan antara kematian individu dengan kematian umat. Kalau individu manusia ada fase atau batas umur yang menjadi ukuran. Seperti umat Nabi Muhammad rata-rata 60-70 tahun.
“Bagi saudara-saudari yang mendapat bonus umur perlu disyukuri, karena masih diberi kesempatan hidup. Kalau manusia secara individu ada batas maksimalnya. Tapi Allah merahasiakan, apakah kita menunggu hingga usia tertentu? Itulah rahasia dan misteri. Hanya Allah Swt yang mengetahui,” jelasnya.
“Kemudian ada sebab-sebab kematian manusia. Misalnya karena sakit atau terkena musibah. Semua rahasia Allah tinggal kita menyiapkan diri untuk menyambut kematian,” ungkapnya.
Umur Negara
Izzul melanjutkan, adapun kematian umat itu tidak ada batas aturan yang baku. Ada usia umat yang panjang misalnya usia kerajaan Inggris. Berdiri tahun 923 Miladiah hingga sekarang telah berusia 1.101 tahun.
“Raja Inggris sekarang bernama Charles III, masih berkuasa walaupun kekuasaannya tidak seperti raja-raja sebelumnya. Ini contoh suatu umat yang berumur panjang,” ungkapnya.
Baca juga: Muhammadiyah, antara Bank dan Tambang
Tapi, lanjutnya, ada juga yang usianya sangat pendek misalnya negara Yugoslavia yang pernah dipimpin oleh Presiden Josip Broz Tito. Dia termasuk penggagas Gerakan Non-Blok, bersama Presiden RI Sukarno dan Perdana Menteri India Jawaharrel Nehru.
Setelah Josip Broz Tito meninggal, negara Yugoslavia ‘hilang’, karena terjadi perpecahan dan konflik internal. Masing-masing provinsi ingin merdeka, seperti Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim.
Tetapi hal itu mendapatkan perlawanan yang sengit dari Provinsi Serbia yang berpenduduk Nasrani, sehingga peperangan pun terjadi. Bahkan terjadi genosida atau pembunuhan massal terhadap penduduk Bosnia Herzegovina.
“Jadi negara Yugoslavia ini umurnya kurang dari 30 tahun,” kata Izzul.
Sampai Berapa Abad Usia Muhammadiyah?
Izzul Muslimin meneruskan ceramahnya dengan membahas umur organisasi di Indonesia, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI).
Dia menjelaskan SDI yang dipimpin H.O.S. Cokroaminoto termasuk alah satu kekuatan organisasi pribumi yang sangat besar dan ditakuti oleh pemerintah Hindia Belanda. KH Ahmad Dahlan sebelum mendirikan Muhammadiyah, pun pernah bergabung dengan SDI ini sebagai salah satu penasihat.
Baca juga: Stigma Wong Muhammadiyah, Santuy Saja
“Tapi sejarah menunjukkan SDI makin hari makin meredup dan alhamdulillah Muhammadiyah diberi kesempatan oleh Allah hingga berusia 112 Miladiah atau 116 Hijriah. Saya kira tidak cuma di Kediri, di beberapa tempat lain aktivitas Muhammadiyah masih subur dan bergairah. Semangatnya seperti manusia usia 20-30 tahun, Semangatnya masih luar biasa,” ungkapnya.
Dia menambahkan, usia umat mengalami siklus. Suatu saat di bawah, tapi pada saat lain bisa di atas menjadi kekuatan besar. Tapi kalau sebuah umat berani melakukan pembaharuan maka akan naik dan seterusnya. “Jadi inilah perbedaan antara usia manusia dengan usia umat,” tegas dia.
Mengikuti Perkebangan Zaman
Nah oleh karena itu, sambung dia, kita sebagai warga Muhammadiyah harus menyadari. “Jadi kalau saya mengajak berbicara mengenai kematian, itu bukan berarti mengajak berpikir bahwa Muhammadiyah itu akan mengalami mati. Tidak sama dengan manusia,” ujarnya.
Dia menegaskan, “Muhammadiyah pada waktunya akan mati, akan ketemu ajalnya. Cuma kapan? Nah itu pertanyaan yang belum bisa dijawab. Tetapi kita diberi tanda-tanda, apa kira-kira sekelompok umat itu mengalami pasang surut, pasang naik bahkan menemui ajal, setidaknya ada alasan, yang perlu diwaspadai, sehingga kita sadari.”
Maka, lanjutnya, insyaallah kita (Muhammadiyah) akan bisa menyesuaikan perubahan zaman, atau istilahnya bisa melakukan inovasi dalam kehidupannya. Tetapi kalau suatu umat tidak melakukan hal tersebut, sehingga ia ketinggalan zaman, maka akan tenggelam dalam peradaban zaman.
“Oleh karena itu kita sebagai warga Muhammadiyah harus selalu berusaha untuk menyesuaikan perkembangan zaman,” ajaknya.
Jurnalis Suparlan Penyunting Mohammad Nurfatoni