
Imam Al-Ghazali membagi puasa menjadi tiga tingkatan. Ramadan ini, mari refleksi: puasa kita termasuk yang mana? Saatnya meningkatkan kualitas puasa, dari lahiriah menuju rohaniah.
Kajian Ramadan bersama Ketua ICMI (Seri 29): Apakah Puasa Kita Sudah Naik Level?
Oleh Ulul Albab; Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Jawa Timur; Ketua Litbang DPP Amphuri, Pembina Yayasan Masjid Subulus Salam GWA Sidoarjo; dan Akademisi Universitas Dr. Soetomo Surabaya.
Tagar.co – Dalam Ihya’ Ulum al-Din, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa puasa memiliki tiga tingkatan yang mencerminkan kedalaman penghayatan seseorang terhadap ibadah tersebut. Ketiga tingkatan itu meliputi: puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusus dari yang khusus.
Lalu, puasa kita termasuk tingkatan yang mana? Mari kita refleksikan diri mumpung masih ada sisa waktu untuk meningkatkan kualitas puasa ke level yang lebih istimewa.
1. Puasa Umum (Puasa Orang Biasa)
Puasa umum, atau tingkatan pertama, adalah puasa yang dijalankan oleh setiap Muslim yang diwajibkan berpuasa di bulan Ramadan. Pada tahap ini, puasa sebatas menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Puasa ini dijalankan oleh mayoritas umat Islam tanpa memperhatikan aspek lain seperti penjagaan lisan, pandangan, dan perbuatan. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa puasa ini hanya mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi keinginannya. Meskipun merupakan kewajiban, jika dijalankan sebatas menahan lapar dan haus, maka manfaatnya hanya bersifat fisik dan belum menyentuh ranah penyucian jiwa.
Rasulullah Saw. bersabda: “Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar dan dahaga.” (H.R. Ahmad)
Hadis ini menjadi pengingat bahwa puasa pada level ini tidak memberikan manfaat spiritual yang mendalam jika tidak diiringi dengan penjagaan lisan dan anggota tubuh lainnya. Puasa orang biasa cenderung terbatas pada aspek lahiriah dan belum menyentuh dimensi rohaniah.
2. Puasa Khusus (Puasa Orang Khusus)
Puasa khusus adalah tingkatan yang lebih tinggi daripada puasa umum. Pada tahap ini, selain menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, seseorang juga menjaga anggota tubuh seperti lisan, mata, telinga, tangan, dan kaki dari segala bentuk perbuatan dosa.
Mereka yang berada di tingkatan ini tak hanya menahan nafsu fisik, tetapi juga menghindari dosa yang bisa merusak nilai puasa, seperti berdusta, bergosip, mengadu domba, atau melihat hal-hal yang tidak pantas.
Imam al-Ghazali menyatakan bahwa orang yang berpuasa pada tingkat ini akan menjaga seluruh anggota tubuh agar tidak melakukan perbuatan yang mengurangi nilai puasa. Lidah dijaga dari kata-kata kotor, mata dari pandangan yang haram, tangan dan kaki dari langkah yang salah.
Rasulullah Saw. bersabda: “Ada lima hal yang membatalkan nilai-nilai puasa: berdusta, membicarakan keburukan orang lain, mengadu domba, memandang dengan syahwat, dan bersumpah palsu.” (H.R. Ahmad)
Puasa khusus mengajarkan kita untuk menjaga akhlak dan memperhalus sikap sehari-hari. Ini adalah bentuk kesungguhan dalam meningkatkan kualitas ibadah, tidak hanya secara fisik, tetapi juga spiritual.
3. Puasa Khusus dari yang Khusus
Ini adalah tingkatan puasa tertinggi, yang hanya bisa dijalankan oleh orang-orang yang memiliki kedekatan luar biasa dengan Allah Swt. Pada tingkat ini, seseorang tidak hanya menjaga diri dari makanan, minuman, dan perbuatan dosa, tetapi juga menyucikan hati dan pikirannya dari segala hal yang bersifat duniawi.
Puasa ini melibatkan totalitas rohani. Hati dijauhkan dari hasrat rendah seperti keserakahan, iri hati, riya, dan berbagai pikiran duniawi yang menghalangi kedekatan dengan Allah.
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa ini adalah puasa hati—puasa yang hanya tertuju kepada Allah. Pelakunya menghindari segala sesuatu yang mengalihkan fokus dari Allah, bahkan dari perkara duniawi yang tidak haram sekalipun. Inilah bentuk tertinggi dari kesucian batin dan konsentrasi spiritual.
Rasulullah Saw. bersabda: “Puasa itu separuh dari kesabaran, dan kesabaran itu separuh dari iman.” (H.R. Tirmizi)
Puasa khusus dari yang khusus mengajarkan tentang kesabaran yang dalam dan ketundukan total kepada Allah. Bukan sekadar menahan diri dari nafsu fisik, tetapi juga upaya meninggalkan segala ketergantungan duniawi demi hidup sepenuhnya dalam ketaatan.
Kesimpulan: Mengangkat Kualitas Puasa
Melalui tiga tingkatan puasa yang dijelaskan Imam al-Ghazali, kita diajak untuk merenung: sejauh mana kualitas puasa yang telah kita jalani selama ini?
Sebagian besar dari kita mungkin masih berada di tingkatan pertama, yakni puasa umum. Namun, tidak ada kata terlambat untuk naik ke tingkat berikutnya. Puasa khusus mengajarkan kita untuk menjaga lisan dan anggota tubuh dari dosa. Sementara puasa khusus dari yang khusus mengajak kita untuk menyucikan hati dan fokus hanya kepada Allah.
Ramadan adalah waktu terbaik untuk melatih diri menuju tingkatan puasa yang lebih tinggi. Dengan begitu, puasa tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi menjadi jalan menuju kedekatan sejati dengan Allah Swt.
Semoga dengan pemahaman ini, kita bisa menjalani puasa dengan kesungguhan hati dan meningkatkannya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni