Pajak mendera pengusaha susu Boyolali, Pramono. Nilai awal tunggakannya Rp 2 miliar. Pengusaha UMKM itu terancam gulung tikar karena tak mampu membayarnya.
Tagar.co – Pramono (67) kaget. Rekeningnya di satu bank yang biasa dipakai transaksi perusahaannya diblokir. Usut punya usut blokir itu atas permintaan Dirjen Pajak. Penyebabnya dia punya tunggakan pajak Rp 671 juta.
Kejadian tanggal 4 Oktober 2024 itu membuat warga Desa Singosari, Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah ini kelimpungan. Sebab di rekening itu tersimpan juga uang untuk pembayaran setoran susu dari peternak sapi mitra bisnisnya.
Pramono adalah pemilik usaha susu UD Pramono. Bisnis yang ditekuni sejak 2015. Karyawannya 50 orang. Mitra bisnisnya sebanyak 1.300 peternak sapi di enam kecamatan yaitu Mojosongo, Musuk, Tamansari, Cepogo, Ampel di Boyolali, dan Jatinom, Klaten. Produksinya mencapai sekitar 20 ribu liter. Produksi susu itu dikirim ke perusahaan Indolakto dan Cimory.
Setelah usahanya berkembang, datanglah petugas pajak. Pramono yang hanya tamatan SD menyerahkan penghitungan pajak kepada petugas karena dia tak paham soal itu.
”Waktu itu ditentukan petugas, saya kena Rp 10 juta. Nilainya segitu terus sampai tahun 2017. Tahun 2018, saya minta keringanan menjadi Rp 5 juta. Soalnya, persaingan usaha sedang ketat,” kata Pramono.
Dia rutin membayar pajak itu setiap tahun setelah mendapat pemberitahuan yang dikirim lewat teleponnya.
Baca Juga Nikmatnya Asem-Asem Kambing ala Panti Tunas Melati
Di masa wabah Covid tahun 2019 dan 2020, pemberitahuan utang pajak tak ada. Dia pun tidak datang ke KPP.
Lantas tahun 2021 dia menerima surat panggilan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta. Setelah datang, alangkah kagetnya dia setelah diberitahu punya tunggakan pajak Rp 2 miliar.
”Di sana, diberi tahu macam-macam lalu ada koreksi-koreksi pakai laptop. Dihitung-hitung, saya kena Rp 2 miliar,” cerita Pramono.
Dia menyatakan tak sanggup membayar pajak sebesar itu. Kemudian petugas menghitung lagi. Akhirnya muncul angka Rp 670 juta. Pramono menyatakan masih sangat besar. Dia tak sanggup membayarnya.
Perkara ini kemudian dilimpahkan ke KPP Pratama Boyolali. Lantas terjadi pembicaraan lagi. Di kantor ini Pramono menceritakan diminta membayar pajak Rp 75 juta untuk tahun 2019. Tahun 2020 sebesar Rp 200 juta.
Dia diberitahu kalau tagihan ini dibayar urusannya selesai. “Mereka bilang semua urusan selesai. Tanpa menawar saya bilang siap,” ujarnya. Dia segera membayar utang itu. Meskipun sebenarnya Pramono heran dengan angka tagihan yang bisa berubah-ubah ini.
Kemudian tahun 2021 dia membayar pajak sebesar Rp 137 juta, tahun 2022 sebesar Rp 22 juta, dan tahun 2023 sebesar Rp 140 juta. Pada tahun 2022 dia malah menerima penghargaan sebagai pembayar pajak taat.
Tagihan Muncul Lagi
September 2024 Pramono kembali dibuat kaget alang kepalang. Dia menerima surat panggilan dari KPP Pratama Boyolali. Diberitahukan segera menyelesaikan tunggakan pajak Rp 670 juta dari tahun 2018.
Dia pikir urusan selesai ketika diminta bayar Rp 200 juta seperti dikatakan petugas. ”Saya pikir sudah selesai betulan. Lalu ada kasus seperti ini. Ya bingung saya to,” kata Pramono lesu.
Pramono menyatakan tidak sanggup membayar. Petugas lalu meminta keuntungan usahanya selama setahun sebesar Rp 110 juta sebagai pembayaran. Dia menolak. Alasannya, dulu katanya dengan membayar Rp 200 juta urusan selesai ternyata tidak. Tagihan muncul lagi.
Karena menolak membayar, rekeningnya diblokir kantor pajak pada 4 Oktober 2024, dia pusing. Lantas menyerahkan buku bank dan kartu NPWP ke kantor pajak. Dia menyatakan mau menutup usahanya pada 1 November 2024. ”Saya bilang berhenti dagang susu. Mumet . Enggak mampu saya. Lebih baik istirahat,” tutur Pramono.
Baca Juga Menteri Abdul Mu’ti soal Kesejahteraan Guru, Zonasi, hingga Kurikulum Merdeka
Akibat pemblokiran itu ratusan peternak sapi demonstrasi ke KPP Pratama Boyolali. Mereka meminta kejelasan masalah ini. Kasus ini kemudian viral di media sosial. Bahkan ada demo mandi susu dan membuang susu ke sungai. Masalah ini menarik perhatian Pemkab Boyolali dan pemerhati pajak.
Dinas Pertanian dan Peternakan Pemkab Boyolali turun tangan memediasi. Sebab kalau UD Pramono tutup, maka nasib 1.300 peternak sapi yang menghasilkan 20.000 liter susu bakal ikut mati. Ikon Boyolali sebagai kota susu bisa jadi kenagan.
Karena mediasi ini Pramono membatalkan menutup usahanya. Dia masih menerima susu dari peternak. Untuk biaya operasional ini dia harus menghentikan usaha simpan pinjam tanpa bunga yang anggotanya para peternak. Dia memakai tabungan dan menjual enam ekor sapinya. Enam ekor sapi itu laku seratusan juta rupiah. Dia akan menjual sapi lagi kalau rekening bank belum dibuka. Ini untuk membayar gaji karyawan dan peternak. Kalau rekening tetap diblokir, dia pasrah. Perusahaannya pasti tutup.
“Paling banyak kebingungan peternak, yang kedua karyawan, yang ketiga ya saya to. Saya walaupun biasa-biasa tapi ya tetap bingung to. Wong namanya usaha 9 tahun hancur satu kali pukul to,” ujar Pramono.
Penjelasan Kantor Pajak
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, menyatakan pemblokiran rekening UD Pramono sudah sesuai prosedur.
”Penagihan pajak merupakan upaya menagih hak negara terhadap penunggak pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” kata Dwi Astuti, Selasa (5/11/2024).
Pemblokiran rekening wajib pajak, sambung dia, merupakan bagian dari penagihan aktif. Didahului dengan penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan kepada penunggak pajak.
Baca Juga Susunan Lengkap Kabinet Merah Putih
Dia menjelaskan, jika sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan penunggak pajak belum melunasi, kata Dwi, dilakukan tindakan penagihan aktif antara lain berupa pemblokiran nomor rekening.
”Artinya, tindakan pemblokiran tersebut bukan tindakan penagihan tahap pertama, karena sebelumnya telah dilakukan penagihan secara persuasif,” jelasnya.
Meski begitu, Dwi memastikan sudah dilakukan mediasi dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu Pemerintah Kabupaten Boyolali. Mediasi dilakukan untuk mencari solusi terbaik berdasarkan peraturan perundangan. (#)
Penyunting Sugeng Purwanto dari berbagai sumber