Guru hebat akan menjadi ‘rahim’ bagi generasi masa kini untuk melahirkan pahlawan masa depan, di bidangnya masing-masing.
Oleh Mahyuddin Syaifulloh, Waka Kurikulum SMP Muhammadiyah 10 Sidoarjo (Miosi).
Tagar.co – Pada peringatan Hari Pahlawan, sekolah-sekolah biasanya mengadakan pawai. Dalam kegiatan tersebut para siswa biasanya mengenakan pakaian tentara atau pejuang kemerdekaan tempo dulu.
Ini secara tidak langsung menanamkan pemahaman bahwa pahlawan identik dengan militer. Padahal, pahlawan tidak selalu berlatar belakang militer. Mereka bisa dari kalangan tokoh agama, politikus, aktivis, pendidik, jurnalis, tenaga medis, atau bahkan pengusaha.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.
Kementerian Sosial Republik Indonesia menyebutkan, dari 206 pahlawan nasional yang diakui sejak 1965 hingga 2023, beberapa di antaranya memiliki guru yang juga pahlawan.
Baca juga: Kurikulum Antre di SMP Miosi: Pelajaran Hidup bagi Gen Z dan Alpha
HOS Tjokroaminoto, misalnya, adalah guru Sukarno, pemimpin Sarekat Islam yang membina banyak pemuda yang kelak menjadi tokoh pergerakan nasional. Sukarno banyak belajar tentang politik dan ideologi dari Tjokroaminoto.
Selain itu, K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menjadi guru bagi Ki Hajar Dewantara. Nilai-nilai modernitas dan pendidikan yang diajarkan Ahmad Dahlan sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran Ki Hajar.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam pameran di Museum Benteng Vredeburg tahun 2018, menyebutkan bahwa kedua tokoh ini seperti “pinang dibelah dua” karena K.H. Ahmad Dahlan itu anggota Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar, sebaliknya Ki Hadjar juga anggota Muhammadiyah yang dibuat K.H. Ahmad Dahlan.
Sosok Guru
Guru memiliki peran yang sangat penting. Mereka tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk mental pejuang, kreativitas, dan jiwa kritis.
Guru harus mempunyai pandangan ke depan, bahwa siswa yang diajar hari ini adalah aset agama dan bangsa. Jangan berharap Indonesia menjadi bangsa besar dan sejahtera jika siswa hari ini krisis moral dan lemah pengetahuan.
Guru sekarang harus mampu menjawab tantangan zaman untuk mencetak generasi Z dan Alpha menjadi pahlawan di masanya—pahlawan yang ikhlas berjuang, cerdas berstrategi, dan tangguh.
Kedua generasi ini tumbuh dalam era digital dengan akses cepat terhadap informasi, tetapi juga menghadapi tantangan sosial, mental, dan kognitif yang berbeda.
Berikut enam langkah dan strategi untuk membentuk karakter pahlawan pada siswa:
- Mengajarkan Kemandirian dan Pemecahan Masalah
- Tantangan Berbasis Masalah: Dorong siswa untuk menyelesaikan masalah nyata melalui proyek kolaboratif.
- Latihan Berpikir Kritis: Ajarkan mereka untuk mengevaluasi informasi dari berbagai sumber.
- Mengembangkan Kecerdasan Emosional
- Empati dan Kesadaran Diri: Gunakan cerita dan permainan peran untuk memahami perasaan orang lain.
- Membentuk Kebiasaan Belajar Mandiri dan Berkelanjutan
- Dukung Minat Pribadi: Bantu siswa menemukan dan mengembangkan minat mereka melalui proyek atau penelitian.
- Penggunaan Teknologi Bijak: Arahkan pada sumber edukatif dan aplikasi pembelajaran.
- Mengajarkan Ketangguhan Mental dan Fleksibilitas
- Fokus pada Proses: Hargai usaha dan proses, bukan hanya hasil akhir.
- Manfaat dari Kegagalan: Dorong mereka untuk melihat kegagalan sebagai pelajaran.
- Membangun Literasi Digital Positif
- Pemilihan Informasi: Ajarkan cara membedakan informasi yang valid dan berguna.
- Teknologi sebagai Alat Produktivitas: Dorong mereka untuk membuat konten edukatif atau mengikuti kursus online.
- Dukungan Kesehatan Mental dan Fisik
- Latihan Mindfulness dan Olahraga: Masukkan kegiatan fisik dan mindfulness dalam kurikulum.
Menjadi guru bagi Generasi Z dan Alpha berarti mempersiapkan mereka untuk dunia yang dinamis dengan karakter dan keterampilan yang kokoh. Dengan pendekatan inklusif dan relevan, guru dapat membantu mereka menjadi individu yang tangguh, cerdas, dan siap berkontribusi pada masyarakat.
Semoga guru-guru di Indonesia bisa menjadi ‘rahim’ dengan melahirkan generasi masa kini menjadi pahlawan di masa depan, di bidangnya masing-masing. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni