OpiniUtama

Gantung Koruptor!

×

Gantung Koruptor!

Sebarkan artikel ini
Hukuman bagi koruptor berbeda-beda di berbagai negara. Beberapa negara menerapkan hukuman yang sangat berat untuk memberi efek jera, sementara negara lain memiliki hukuman yang lebih ringan namun menekankan pada pengembalian kerugian negara.
Ilustrasi AI

Hukuman bagi koruptor berbeda-beda di berbagai negara. Beberapa negara menerapkan hukuman yang sangat berat untuk memberi efek jera, sementara negara lain memiliki hukuman yang lebih ringan namun menekankan pada pengembalian kerugian negara.

Opini oleh Aji Damanuri, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tulungagung, Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Tulungagung.

Tagar.co – Ada yang bilang hukuman koruptor di Indonesia tidak menakutkan, cenderung ringan, dan banyak remisi. Sehingga para koruptor tetap santai karena hukuman ringan dan simpanan tetap aman.

Para ahli hukum berbeda pendapat tentang hukuman ini, apakah sebagai balasan atas tindakannya ataukah sebagai sarana efek jera bagi pelakunya?

Baca juga: Muhammadiyah dan Pilkada Serentak 2024

Prof. J.E. Sahetapy pernah bercerita bahwa pada zaman Romawi dulu kaisar membuat kebijakan bahwa maling akan dihukum gantung di alun-alun kerajaan. Suatu saat ada seorang maling yang dihukum gantung di lapangan. Masyarakat diundang untuk menyaksikan. Setelah acara selesai, separuh dari masyarakat yang hadir malah kecopetan.

Apapun alasannya, hukuman adalah untuk menegakkan keadilan. Keadilan bagi masyarakat merupakan kunci kedamaian.

Hukuman Koruptor di Berbagai Negara

Setiap negara memiliki cara sendiri-sendiri untuk menghukum koruptornya. Hukuman bagi koruptor di berbagai negara sangat bervariasi tergantung pada sistem hukum dan budaya setempat.

Beberapa negara menerapkan hukuman yang sangat berat untuk memberi efek jera, sementara negara lain memiliki hukuman yang lebih ringan namun menekankan pada pengembalian kerugian negara.

Berikut adalah beberapa contoh hukuman bagi koruptor di berbagai negara:

  1. China. China terkenal dengan hukuman yang sangat berat bagi koruptor, termasuk hukuman mati untuk kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan jumlah uang sangat besar atau kerugian besar bagi negara. Korupsi di China dianggap sebagai ancaman serius bagi stabilitas nasional, sehingga negara ini sering menjatuhkan hukuman mati atau penjara seumur hidup kepada pejabat tinggi yang terlibat dalam kasus besar. Ada juga hukuman finansial seperti denda besar dan penyitaan aset.
  2. Korea Selatan. Hukuman di Korea Selatan termasuk penjara jangka panjang, denda besar, dan pengembalian aset. Mantan presiden, CEO, dan pejabat publik sering kali dijatuhi hukuman berat jika terbukti melakukan korupsi. Sebagai contoh, mantan presiden Park Geun-hye dijatuhi hukuman 25 tahun penjara karena skandal korupsi. Sistem hukum Korea Selatan sangat menekankan hukuman terhadap pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaannya.
  3. Singapura. Singapura menerapkan denda besar, hukuman penjara, dan penyitaan aset untuk kasus korupsi. Hukuman ini diterapkan dengan tegas tanpa pandang bulu. Singapura memiliki sistem anti-korupsi yang kuat dan efektif. Pegawai negeri yang terlibat dalam korupsi, walaupun hanya sedikit, bisa dijatuhi hukuman berat. Di Singapura, hukuman ini juga diiringi dengan pengawasan ketat terhadap birokrasi.
  4. Arab Saudi. Hukuman termasuk penjara, denda, dan kadang-kadang penyiksaan atau penghukuman fisik seperti potong tangan. Pada kasus besar, hukuman mati (pancung) juga diterapkan. Beberapa tahun terakhir, Arab Saudi memulai kampanye besar untuk memberantas korupsi, termasuk menahan sejumlah pangeran dan pejabat tinggi di negara tersebut. Penekanan pada penyitaan aset dan pengembalian dana ke kas negara juga diterapkan.
  5. Jepang. Di Jepang, koruptor biasanya dijatuhi hukuman penjara dan denda yang besar. Ada juga hukuman sosial berupa kehilangan posisi atau nama baik di masyarakat. Korupsi di Jepang cenderung mendapat perhatian besar dari masyarakat, dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap pejabat publik yang terlibat. Budaya Jepang menekankan rasa malu, sehingga sanksi sosial kadang-kadang lebih efektif dibanding hukuman penjara.
  6. Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, koruptor dijatuhi hukuman penjara jangka panjang, denda besar, dan terkadang pengawasan ketat setelah masa tahanan. Ada juga hukuman finansial dan perdata berupa penyitaan aset. Kasus korupsi di Amerika sering kali melibatkan investigasi yang luas, dan ada lembaga seperti FBI dan SEC (untuk sektor keuangan) yang mengawasi aktivitas ilegal. Hukuman bisa diperberat jika ada upaya menutupi kejahatan atau melibatkan suap dalam jumlah besar.
  7. Indonesia. Di Indonesia, hukuman bagi koruptor mencakup penjara, denda, dan pengembalian aset. Terkadang, ada tambahan berupa pencabutan hak politik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berperan penting dalam menindak kasus korupsi di Indonesia. Meskipun ada hukuman penjara, hukuman bagi koruptor di Indonesia sering dianggap ringan dan belum memberikan efek jera maksimal, sehingga korupsi tetap menjadi problem terbesar bangsa ini.
  8. Vietnam. Di Vietnam, korupsi yang melibatkan kerugian besar bagi negara dapat dijatuhi hukuman mati. Untuk kasus yang lebih ringan, hukuman penjara jangka panjang dan denda diterapkan. Vietnam mengambil langkah tegas terhadap korupsi, terutama bagi pejabat tinggi atau pegawai negeri yang terlibat dalam penyalahgunaan dana publik. Hukuman mati di Vietnam telah dijatuhkan pada beberapa pejabat yang terbukti korupsi dalam jumlah besar.
  9. Rwanda. Rwanda menerapkan hukuman penjara jangka panjang dan penyitaan aset. Pejabat yang terbukti melakukan korupsi juga kehilangan hak politik. Rwanda memiliki sistem anti-korupsi yang ketat di bawah pemerintahan Presiden Paul Kagame. Pemerintah mengambil langkah serius untuk menindak korupsi di semua level pemerintahan.
  10. Malaysia. Di Malaysia, hukuman bagi koruptor termasuk penjara jangka panjang, denda, dan pengembalian aset. Malaysia menunjukkan sikap tegas terhadap korupsi, terutama setelah skandal yang melibatkan pejabat tinggi negara. Hukuman berat dijatuhkan, termasuk penjara dan denda besar, pada pelaku korupsi besar.
  11. India. India menerapkan hukuman penjara, denda, dan terkadang juga penyitaan aset bagi koruptor. Sistem hukum di India cukup tegas dalam menangani kasus korupsi. Namun, proses hukumnya sering lambat karena tingginya kasus korupsi yang harus ditangani. India telah mengambil langkah serius dengan memperkuat lembaga anti-korupsi untuk menindak para pelaku.
  12. Thailand. Thailand memiliki hukuman penjara dan denda bagi koruptor. Kasus besar yang melibatkan kerugian negara dapat menyebabkan hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Thailand telah menerapkan hukuman mati untuk kasus korupsi besar. Namun, pemberlakuan hukuman ini tidak terlalu sering, dan ada upaya lebih besar untuk mengurangi korupsi melalui reformasi birokrasi.
Baca Juga:  Calon Tunggal Pilkada: Tirani yang Dibungkus Demokrasi

Setiap negara memiliki pendekatan berbeda dalam menangani korupsi. Beberapa negara lebih keras dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, seperti China, Vietnam, dan Arab Saudi, untuk memberikan efek jera yang kuat.

Negara lain, seperti Singapura dan Korea Selatan, mengutamakan pengawasan ketat, transparansi, serta sanksi berat sebagai pencegahan dan hukuman bagi koruptor.

Pendekatan-pendekatan ini menunjukkan bahwa penanganan korupsi perlu disesuaikan dengan kondisi budaya, sistem hukum, serta tingkat kepatuhan terhadap hukum di negara tersebut. Indonesi membutuhkan hukuman yang lebih berat, jika perlu, gantung saja koruptor Indonesia. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni