Telaah

Rajam

×

Rajam

Sebarkan artikel ini
Apa makna rajam? Dalam konteks apa saja Al-Qur’an menggunakan kata rajam? Bagaimana implementasi rajam dalam Al-Hadis?
Ilustrasi Ai

Apa makna rajam? Dalam konteks apa saja Al-Qur’an menggunakan kata rajam? Bagaimana implementasi rajam dalam hadis?

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM). 

Tagar.co – Rajam bisa berarti melempari dengan batu, mengutuk, atau menerka (menyangka).

Kata rajam dan derivatnya, paling tidak, didapati sebanyak enam kali dalam Al-Qur’an, yaitu dalam surat Hud/11:91; Al-Kahfi/18:20, Maryam/19:46; Yasin/36:18; Ad Dhukhan/44:20; dan Al-Kahfi/18:22.

Kata rajam dalam Al-Qur’an digunakan dalam dua arti yang berbeda, yaitu:

a. Melempari dengan Batu
“Mereka berkata, “Hai Sueb, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang Iemah di antara kami, kalaulah tidak karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di antara kami.” (Hud/11:91)

Baca juga: Sidik Lawan Pendusta

b. Terkaan
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan (jumlah mereka) adalah lima orang keenam adalah anjingnya, sebagai rajam (terkaan) terhadap barang yang ghaib….” (Al-Kahfi/18:22).

Rajam di Zaman Nabi

Dalam kajian ilmu fikih, rajam merupakan hukuman yang diberikan kepada orang yang pernah atau sedang berkeluarga yang melakukan zina. Rajam dilakukan dengan cara menanam tubuh orang yang dikenai hukum rajam, kemudian dilempari batu hingga meninggal dunia.

Baca Juga:  Istikzan, Syariat Meminta Izin

Memang, ayat-ayat tentang rajam di dalam Al-Qur’an tidak ada yang mengarah ke tindak pidana zina, namun pelaksanaan hukum rajam dalam Islam merujuk kepada hadis-hadis yang menjelaskan tentang pelaksanaan hukum rajam ini.

Berikut adalah contoh hadis yang menjadi rujukan tersebut:

Ma’iz bin Malik al Aslami datang ke hadapan Rasulullah Saw untuk mengadukan suatu kasus yang telah menimpa dirinya.

Dia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, aku telah berzina. Dan kini aku menghadap Anda, aku mengharap Anda sudi membersihkanku dari dosa terkutuk itu!”

Rasulullah Saw diam tidak berkomentar apa-apa, bahkan menyuruh agar Ma’iz kembali pulang.

Baca jugaAlmas, Hukum Menyentuh Lawan Jenis

Keesokan harinya datang menghadap lagi dan berkata, “Ya Rasulullah sungguh aku benar-benar telah berzina.” Rasulullah Saw masih tetap bersikap seperti semula, menyuruh Ma’iz pulang untuk kedua kalinya.

Sementara itu dengan diam-diam Rasulullah Saw mengutus seseorang ke daerah tempat tinggal Ma’iz untuk mencari berita ikhwal dia. Utusan itu menjumpai sejumlah orang dari tetangga Ma’iz yang mengenalnya, lalu utusan itu bertanya kepada mereka, “Pernahkah kalian jumpai ketidakberesan pikiran Ma’iz, sehingga membuat kalian tidak mempercayai sesuatupun daripadanya?”

Mereka (para tetangga) menjawab, “Tidak, kami tidak pernah menjumpai dirinya melainkan dia seorang yang sehat pikirannya dan sepanjang penglihatan kami ia termasuk orang-orang yang baik.”

Baca Juga:  Mungkar, Tanyakanlah pada Hati Nurani

Beberapa hari kemudian Ma’iz pun menghadap Rasulullah Saw untuk ketiga kalinya. Namun Rasulullah Saw tetap menyuruhnya pulang.
Lalu Rasul pun sekali lagi mengutus seseorang untuk mencari berita tentang Ma’iz dari sumber lain yang mengenalnya. Dan mereka menjelaskan bahwa Ma’iz tidak mempunyai kelainan dan pikirannya pun sehat.

Kemudian ketika Ma’iz datang untuk yang keempat-kalinya, beliau mempersiapkan lubang dan menyuruh agar Ma’iz dihukum rajam. Lalu para sahabat pun melaksanakannya, merajam Ma’iz (H.R.Muslim). (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni