Sisi maskulinitas pria, Eka Kurniawan pun bilang bahwa pergolakan batin dimulai setelah sunat. Laki-laki punya kecenderungan memiliki perasaan yang berbeda. Saat itulah, dia menjadi anak saleh.
Tagar.co – Setelah vakum lama tak merilis novel, Eka Kurniawan hadir dengan karya terbaru. Novel berjudul Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong (AMKM) diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU) dan sudah tersedia di toko buku sejak 31 Juli.
Cerita tentang Sato Reang dengan pergolakan batinnya mencuri pembaca setia karya-karyanya. Novel setebal 133 halaman itu sudah ada di toko buku sejak 31 Juli dan sudah laku sebanyak 5.000 eksemplar sejak awal preorder.
Bukan sembarang hiatus (jeda atau rehat sejenak, tidak ada sesuatu yang terjadi), di tengah periode itu dia tetap menerbitkan karya tapi ada yang kumpulan cerpen dan esai di surat kabar nasional. Eka tetap menulis, namun buat Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong jadi novel fiksinya usai 8 tahun.
Baca juga: Andrea Hirata, Belitong, dan Mimpi Anak yang Berkibar
Naskah Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong kali ini sejumlah 133 halaman, atau bisa dibilang lebih ‘ringan’ ketimbang Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau maupun O. Novel Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong menceritakan tentang seorang anak bernama Sato Reang yang memutuskan untuk meninggalkan jalan hidup sebagai anak saleh yang selama ini ditunjukkan oleh ayahnya.
“Ini kisah Sato Reang. Kadang ia demikian intim dengan dirinya, sehingga ini merupakan cerita tentang aku, tapi kali lain ia tercerabut, dan ini menjadi kisah tentang Sato Reang. Isi kepalanya riuh dan berisik, terutama sejak ia berumur tujuh tahun, ketika sang ayah berkata kepadanya, ‘Sudah saatnya kau menjadi anak saleh.”
Pengalaman Hidup
Dalam Media Gathering Penulis Menyapa Bersama Eka Kurniawan di Jakarta pada Rabu (7/8/2024), Eka mengatakan dalam novel barunya memasukkan berbagai pengalaman hidup ke dalam buku ini
Anjing Mengeong, Anjing Menggonggong merupakan novel yang menyinggung sisi maskulinitas laki-laki. Dalam sinopsis singkatnya, karakter utama Sato Reang diminta untuk hidup saleh usai disunat.
Eka mengaku bahwa buku AMKM ini tercipta dari kumpulan berbagai pengalaman. Ada yang dari pengalaman orang lain maupun pengalamannya sendiri.
Baca juga: Pramoedya Ananta Toer: Antara Pulau Buru, Lekra, dan Suara Penderitaan Rakyat
“Hampir setiap novel gak ada inspirasi tunggal. Banyak dari pengalaman orang-orang, dari pengalaman saya sendiri. Kadang ada peristiwa sepele kayak ada adegan anjing pipisin mobil itu, saya pernah melihatnya. Meskipun awalnya gak ada hubungannya dengan cerita yang saya tulis, tapi gambaran itu menarik dan saya cari cara gimana secara visual menjadi bagian dari novel ini. Semua tergantung cara pandang kita melihatnya,” kata Eka saat acara Penulis Menyapa Bersama Eka Kurniawan, Rabu (7/8/2024).
Buku AMKM menceritakan sosok Sato Reang yang mengalami pergolakan batin setelah disunat. Eka mengatakan bahwa laki-laki punya kecenderungan memiliki perasaan yang berbeda setelah disunat. Dianggap dewasa hingga kemudian merasa ada kewajiban untuk beribadah.
“Kasus di Sato Reang, saya rasanya poinnya bukan disunatnya. Itu hanya sebuah momen aja. Yang menjadi titik kenapa itu penting, justru lebih ke perkataan bapaknya selesai disunat itu, ‘Sudah saatnya kau menjadi anak saleh,’. Itu kayak sebuah perjanjian tanpa jabat tangan. Saya membayangkan sebagai anak laki-laki waktu kecil. Ada kesan seperti itu,” ungkapnya. (#)
Jurnalis Ichwan Arif. Penyunting Mohammad Nurfatoni