Opini

Pensiun Presiden Vs Pensiun Rakyat: Sebuah Refleksi Keadilan

×

Pensiun Presiden Vs Pensiun Rakyat: Sebuah Refleksi Keadilan

Sebarkan artikel ini
Presiden ke-7 Joko Widodo bersama istri, Iriana, sebelum berpamitan di Halim Perdana Kusuma sebelum bertolak ke Solo (Foto kompas.com)

Fasilitas pensiun presiden berbeda jauh dengan uang pensiun rakyat yang tak cukup untuk hidup sebulan. Bagaimana agar rasa keadilan terpenuhi?

Oleh Jamaluddin, Dokter Spesialis Mata, tinggal di Kamal Bangkalan, Jawa Timur.

Tagar.co – Ketika tiba saatnya purnatugas, baik seorang presiden maupun seorang pegawai negeri, kebutuhan dasar yang harus dipenuhi sebenarnya serupa: sandang, pangan, dan papan.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada jurang yang sangat lebar dalam cara penghargaan yang diberikan kepada mereka yang selesai mengabdi.

Saya, sebagai contoh. Purnatugas setelah bekerja selama 34 tahun dengan gaji sekitar 6 jutaan dan mendapatkan Taspen sebesar 80 jutaan.

Lumayanlah. Bersyukur saya. Namun ada lebih banyak lagi yang purn tugas dapatnya di bawah saya. Di sisi lain, seorang Jokowi yang baru 10 tahun bekerja, bahkan presiden lain yang kurang dari 5 tahun pun bisa mendapatkan rumah besar dan tunjangan lainnya yang jauh melampaui apa yang diterima pegawai biasa. Kenapa ini bisa terjadi?

Baca jugaSetelah Pensiun, ke Mana?

Mengutip cnbn.com penetapan gaji pensiunan PNS tahun 2019-2023 terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) 18/2019 tentang Penetapan Pensiun Pokok Pensiunan Pegawai Negeri Sipil dan Janda/Dudanya. Besarannya untuk golongan I dimulai dari Rp 1.560.800 hingga Rp 2.014.900 dan Golongan IV antara Rp 1.560.800 hingga Rp 4.425.900.

Sementara itu, uang pensiun presiden dan wakil presiden ditetapkan dalam Undang-Undang (UU) 7/1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden serta Bekas Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam aturan, para pensiunan presiden dan wapres akan mendapatkan uang pensiun 100% gaji pokok terakhir. Gaji presiden mencapai Rp 30,2 juta atau 6 kali ebih besar dari gaji tertinggi PNS sebesar Rp 5,04 juta per bulan.

Namun presiden dan wakil presiden yang pensiun tidak akan mendapatkan tunjangan setelah masa jabatannya habis. Sekarang keduanya mendapatkan tunjangan bulan sekitar Rp 32,5 juta.

Baca Juga:  Persentase Ponsel Aktif di Indonesia Lebih Tinggi daripada Dunia

Selain itu, presiden juga berhak mendapatkan tunjangan rumah yang disediakan negara. Tunjangannya mencakup biaya seperti pemakaian air, listrik dan telepon, serta perawatan kesehatan keluarga.

Bukan hanya rumah, presiden akan mendapatkan mobil dinas (Jokowi mendapat Alphard bernopol AD 1 JKW). Fasilitas keamanan dari pasukan pengamanan presiden juga diberikan pada pensiunan presiden.

Tak Cukup

Pada saat saya dan banyak lainnya purnatugas, kami dihadapkan pada realitas bahwa uang pensiun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan layak. Sementara itu, presiden dan para pejabatnya menikmati penghargaan yang jauh lebih besar, termasuk fasilitas mewah yang terus dinikmati meski sudah tidak lagi menjabat.

Tentu kita memahami bahwa presiden dan pejabat negara memiliki tanggung jawab besar, namun apakah penghargaan yang begitu mencolok perbedaannya ini benar-benar mencerminkan keadilan?

Mengapa Ketimpangan Ini Terjadi?

Pertanyaan ini mungkin ada di benak banyak orang yang melihat perbedaan besar antara pensiun rakyat biasa dan pensiun pejabat tinggi negara. Kebutuhan dasar seperti makan, minum, tempat tinggal, dan pakaian seharusnya menjadi hak setiap orang yang purnatugas, terlepas dari jabatan mereka selama aktif bekerja.

Namun faktanya, penghargaan atas jasa yang diberikan dalam bentuk uang pensiun dan fasilitas sangat berbeda jauh antara rakyat biasa dan pejabat.

Baca juga: Doktor atau Dokter?

Tentu, orang-orang cerdas di DPR yang notabene adalah wakil-wakil kita seharusnya memikirkan hal ini. Tidak adil jika hanya segelintir orang yang mendapatkan kemewahan setelah selesai mengabdi, sementara mayoritas rakyat yang juga berjasa di level mereka masing-masing harus bertahan hidup dengan pensiun yang jauh dari kata cukup. Apakah ini tidak jomplang? Jelas sekali bahwa perbedaannya sangat nyata.

Tapera dan Kontroversi

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) muncul sebagai salah satu solusi yang diharapkan dapat membantu rakyat mendapatkan rumah layak setelah pensiun.

Namun, program ini justru menjadi kontroversial karena dikhawatirkan hanya akan menguntungkan segelintir orang, sementara rakyat biasa tetap tidak mendapatkan manfaat yang diharapkan.

Jika program yang dimaksudkan untuk kepentingan banyak orang saja dicurigai dimanfaatkan oleh kelompok tertentu, bagaimana bisa kita berharap adanya keadilan?

Baca Juga:  Mengapa Day Care Lansia Siti Walidah Didirikan?

Indonesia seharusnya ada untuk kepentingan semua rakyat, bukan hanya untuk segelintir orang di puncak kekuasaan. Sudah saatnya kita berpikir lebih komprehensif dan adil dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan penghargaan terhadap mereka yang sudah purna tugas.

Solusi untuk Keadilan dan Kemakmuran Bersama

Saya tidak bermaksud meminta para pejabat untuk hidup sederhana atau tidak mendapatkan penghargaan atas jasa besar mereka. Jika presiden atau pejabat negara menerima penghargaan dalam bentuk rumah besar dan fasilitas mewah, itu sah-sah saja.

Namun, di sisi lain, para pensiunan dari berbagai profesi, baik PNS, BUMN, atau swasta, juga seharusnya mendapatkan penghargaan yang layak. Minimal, setiap pensiunan harus bisa hidup dengan layak, meski tidak mewah.

Apa yang saya usulkan? Pensiunan rakyat biasa seharusnya dijamin mendapatkan rumah yang layak dan fasilitas dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak perlu mewah, cukup untuk memastikan bahwa mereka bisa hidup tanpa harus khawatir tentang kebutuhan dasar.

Jika pejabat negara mendapatkan tunjangan mewah, itu adalah hak mereka atas jasa yang besar. Namun, rakyat juga berjasa di level mereka masing-masing dan mereka pun layak hidup dengan standar yang memadai.

Keadilan dalam Penghargaan

Adil bukan berarti sama rata. Setiap orang berjasa di level masing-masing, dan penghargaan seharusnya diberikan dengan mempertimbangkan hal tersebut. Rakyat tidak menuntut kemewahan, hanya kehidupan yang layak setelah bertahun-tahun mengabdi. Apa artinya “hidup makmur bersama rakyat” jika hanya segelintir yang menikmati kemakmuran, sementara mayoritas pensiunan rakyat hidup dalam ketidakpastian?

Sudah saatnya kita berpikir ulang tentang sistem pensiun di Indonesia. Kita hargai jasa para pemimpin kita, namun jangan lupakan bahwa rakyat juga berjasa dan layak hidup layak, setidaknya untuk memenuhi kiebutuhan dasar.

Baca Juga:  Jangan Izinkan Anak Bermotor bila Belum Cukup Umur

Kenapa Mikir untuk Orang Banyak Sulit?

Kenapa sih, kol susah amat ketika harus memikirkan kebutuhan dasar pensiunan orang kebanyakan, rakyat yang pernah mengabdi puluhan tahun?

Apakah begitu sulit menghitung kebutuhan dasar mereka dengan cermat, bahkan jika dilebihkan sedikit, toh mereka juga tidak akan hidup bermewah-mewah. Mereka adalah rakyat sendiri, yang seharusnya diberi perhatian dan penghargaan yang layak.

Tapi kenapa justru lebih mudah berpikir untuk segelintir pejabat yang sudah hidup mewah? Kenapa tunjangan pensiun mereka harus terus dilebihkan, seolah tanpa batas? Padahal, jika sedikit saja dikurangi, mereka tidak akan jatuh dalam kesederhanaan, apalagi kekurangan.

Harapan saya kepada DPR baru, mohon betul-betul dipikirkan bagaimana memastikan hidup layaknya orang kebanyakan, yang disebut rakyat itu, khususnya para pensiunan yang sama-sama pernah mengabdi.

Bahkan, banyak di antara mereka mengabdi jauh lebih lama daripada pejabat-pejabat yang mendapatkan tunjangan mewah. Harus ada keadilan yang lebih nyata, karena mereka juga berhak untuk hidup dengan layak setelah masa pengabdian mereka selesai. Oh, DPR-ku, wakilku. Kemana lagi aku mesti berharap?
Ini bukan hanya tentang angka atau tunjangan, tapi tentang rasa keadilan bagi seluruh rakyat.

Harapan kepada Prabowo, Ayo Buktikan!

Juga sangat berharap pada penguasa yang baru. Prabowo, ayo Pak, semangat! Realisasikan segenap kemampuanmu untuk membela rakyat. Inilah saatnya untuk menebus kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi.

Berpikirlah dan bekerjalah dengan sungguh-sungguh untuk rakyat. Kami tahu, sulit memang, tapi kau sudah bertekad untuk memegang tongkat kekuasaan itu. Ayo, jangan biarkan rakyat terus-menerus terjebak dalam harapan yang tak kunjung terwujud.
Rakyat tidak bisa lagi hanya berharap dan berharap. Deal, Pak! Bismillah bisa. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni