Perjalanan menegangkan dialami oleh rombongan MIM 2 Campurejo Gresik saat hendak melakukan studi tiru ke MIM 5 Surabaya.
Tagar.co – Perjalanan yang menegangkan tapi penuh nikmat dan menyenangkan dialami oleh 15 guru dan 1 pengurus MI Muhammadiyah 2 (MI Mutwo) Campurejo, Panceng, Gresik. Kamis (10/10/2024).
Di antaranya adalah saya, Ni’matus Sholichah, Muhafiq, Tadzkiroh Luthfiati, Moh Ayub, Muzdalifah, Uswatun Hasanah, Abdul Haris Antoni, Nur Lailatul Hikmah, dan Sunakha. Ikut pula Tanzilu Wahyin, Bendahara Pimpinan Ranting Muhammadiyah Campurejo periode 2022-2027.
Kita berlima belas orang berasal dari unsur pimpinan Perserikatan dan guru berkunjung ke MI Muhammadiyah 5 (Sekolah Mulia) Surabaya. Tujuannya: menimba pengalaman baru dengan kegiatan jalan-jalan sambil belajar atau istilahnya studi tiru.
Baca juga: MI Mutwo Mencari Inspirasi untuk Pendidikan Berkualitas
Pukul 06:00 guru-guru mulai berdatangan. Muzdalifah dan Uswatun Hasanah datang bersamaan. Tak lama kemudian disusul Ni’matus Sholichah, kemudian satu per satu hadir di madrasah. Lengkap 15 orang.
Sebelum naik mobil kita berfoto bersama di depan gedung MI Muhammadiyah 2. Kebetulan ada Pak Ahson, suami Bu Tadzkiroh Luthfiati yang masih menunggu. Jadi kita minta tolong dia untuk memotret kamu.
Pukul 06.30 WIB berangkat dengan memakai mobil Elf warna putih. Kemudi dipegang Tanzil, panggilan Taliban Wahyin. Karena dia yang paling lihai untuk mengemudi mobil, sebab sejak SMA sudah biasa mengemudi.
Sudah direncanakan oleh Tanzil sejak awal, sambil jalan akan mengisi solar di SPBU terdekat. “Nanti mampir SPBU Pak, ngisi solar,’ bilangnya.
“Ya pak,” jawab saya sambil memegang handphone.Desa Banyutengah, ternyata tidak ada. Kemudian masuk SPBU kedua yang di Desa Wadeng. Hasilnya sama solar kosong.
Tiga puluh menandakan bahwa kendaraan hampir kehabisan bahan bakar.
Perasaan khawatir mulai muncul. Karena setiap SPBU yang kami datangi menyajikan pemandangan yang sama. Ada tanda tulisan “solar habis” terpampang jelas di depan tempat mesin pengisian. Padahal kita sudah membuat planning pukul 08.00 WIB harus sudah sampai di MI Muhammadiyah 5 Surabaya.
Di kala Matahari mulai naik, orang-orang di mobil mulai khawatir soal bagaimana melanjutkan perjalanan. Pandangan cemas pengendara lain menambah ketegangan, sementara bau solar yang biasanya tercium di SPBU hampir hilang sama sekali.
Saya pun ikut khawatir, tapi dalam hati tetap optimis. Pasti akan ada pertolongan. Sehingga niatnya mau melewati Tol Manyar bisa langsung ke Surabaya tidak jadi. Oleh Tanzil, mobil diarahkan lurus menuju kota sambil terus menghampiri setiap SPBU yang ada.
Sampailah kami pada penghujung SPBU di Jln. Veteran No.168 A, Segoromadu, Gending, Kecamata Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Ternyata hasilnya sama, tidak ada solar. Tanzil pun menyampaikan kondisi kami saat itu. Pegawai memberi solusi sementara waktu agar diisi Dex. “Diisi Dex dulu saja Pak, ” kata pegawai tersebut memberi solusi.
“Bisa ya Pak,” tanya Tanzil.
“Bisa, ” jawabnya.
Alhamdulillah Elf putih yang kita bawa mendapat amunisi agar bisa sampai ke Sekolah Mulia Surabaya sementara waktu dengan bahan bakar Dex.
Ternyata bahan bakar Dex adalah jenis solar yang digunakan untuk mesin diesel. Dex memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan solar biasa, karena kandungan sulfurnya lebih rendah.
Hal ini membuat pembakaran lebih efisien, mesin lebih tahan lama, serta emisi gas buang yang lebih rendah, sehingga lebih ramah lingkungan.
Di Sekolah Mulia
Pukul 09.10 WIB rombongan sampai di Sekolah Mulia. Di belakang pagar berdiri kepala madrasah Umi Sarofah, M.Pd., yang didampingi oleh Suaemi guru kelas 1 MI Muhammadiyah 5 Surabaya.
Dengan ramah keduanya menyambut kami dengan ramah dan rasa gembira. Senyum lebar keduanya menyapa dengan ucapan salam sambil menundukkan kepala sedikit rasa hormat yang luar biasa.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapanya.
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab kami.
“Terima kasih atas kehadiran di lembaga ini, silakan masuk Bapak Ibu mohon maaf ya?” lanjut Bu Umi, panggilan Umi Saeofah.
Baca juga: Sumatif Tengah Semester di MI Mutwo Terasa Indah dan Damai
Ketepatan waktu itu adalah kegiatan puncak Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Rahmatan lil Amin (P5RA). Dalam kegiatan itu, terdapat pameran karya anak-anak dan terdapat penampilan dari siswa kelas 5 dan 6 sekolah mulia.
Mereka menampilkan beberapa tari khas dari daerah masing-masing. Dan ada juga penampilan drama singkat Ande-Ande Lumut yang diperankan anak-anak kelas 6.
Keistimewaan Madrasah
Setelah itu dilanjutkan pertemuan seremonial di ruang kelas ICP sebelum berkunjung ke kelas-kelas. Dalam pertemuan tersebut ada beberapa hal yang disampaikan Bu Umi.
Dia menyampaikan madrasah itu sama dengan sekolah. Menjadi guru madrasah ibtidaiyah (MI) tidak boleh minder atau kecil hati dengan guru di sekolah dasar (SD).
Karena yang terkesan seolah-olah ada perbedaan antara madrasah dengan sekolah, padahal itu tidak.
“Sebenarnya kalau boleh dibandingkan madrasah itu malah lebih unggul sebab madrasah itu mempunyai dua naungan yaitu Kemendikbudristek dan Kemenag. Sedangkan SD hanya dinaungi Kemendikbudristek,” jelasnya.
Kalau kita sebagai guru, lanjutnya, mempunyai niat baik dan ikhlas insyaallah akan ada saja jalannya. Maka hilangkan perasaan pesimis dan ganti dengan rasa optimis.
Kemudian dia memberi penguatan dengan bercerita tentang madrasahnya. “MI Muhammadiyah 5 itu bagus hanya teman-teman masih minder dan tidak percaya diri, kemudian kita belajar dan bekerjasama dengan baik buktinya bisa,” katanya.
Ternyata, sambung Bu Umi, teman-teman dulunya itu masih ada rasa takut tidak dapat siswa, akhirnya sedikit demi sedikit pendaftar mulai banyak dan sedikit demi sedikit peserta didik di sekolah mulia naik sampai sekarang.”
Perempuan berkacamata itu juga menyampaikan, bahwa di Surabaya ini ada 28 SD/MI, sedangkan MI Muhammadiyah hanya ada 5 lembaga, lainnya SD Muhammadiyah.
“Pernah ada lomba tingkat SD/MI Muhammadiyah se-Surabaya. Ternyata yang masuk urutan pertama SD Muhammadiyah 4 Pucang, Alhamdulillah urutan kedua MI Muhammadiyah 5. Ini merupakan bukti bahwa madrasah bisa. Jika kita mau berbuat dan berubah,” bilangnya. (#)
Jurnalis Nurkhan Penyunting Mohammad Nurfatoni