Sampah menggunung di tepi laut Desa Campurejo, Panceng, Gresik. Setiap hari, warga disuguhi pemandangan yang tak sedap: gunungan sampah yang seolah hidup, berkembang biak dengan cepat, dan sesekali menyemburkan asap tebal.
Tagar.co – Di desa ini, asap tebal tak lagi menjadi pemandangan asing. Kehadirannya sudah seperti tamu tetap yang datang tanpa diundang.
Menggantung di udara, asap yang berasal dari tumpukan sampah raksasa di tepi laut Desa Campurejo, Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik, ini menantang langit biru dan mengaburkan pandangan menuju Instalasi Pelabuhan Perikanan Pantai (IPPP) Campurejo.
Setiap hari, warga disuguhi pemandangan yang tak sedap: gunungan sampah yang seolah hidup, berkembang biak dengan cepat, dan sesekali menyemburkan asap tebal akibat panas matahari yang tanpa ampun.
Baca juga: Perjalanan Spiritual Menuju Ma’had Manarul Qur’an
Bau menyengat yang menyebar seperti rumor buruk, menyusup ke setiap rumah, mengganggu pernapasan dan memancing keluhan dari mereka yang terpaksa menghirupnya.
Seperti yang disampaikan Nurliana, salah seorang warga yang rumahnya dekat dengan pembuangan akhir sampah. “Bau sampah sangat mengganggu sekali. Apalagi ketika penuh kemudian digeser ke laut baunya sangat menusuk, dan itu menyebar ke seluruh kampung, ” jelasnya.
Nurliana, salah seorang warga yang rumahnya dekat dengan pembuangan akhir sampah menyampaikan bahwa, bau sampah sangat mengganggu sekali. “Apalagi ketika penuh kemudian di geser ke laut baunya sangat menusuk, dan itu menyebar ke seluruh kampung”, jelasnya.
Jika sampah tersebut kebakaran, asapnya sampai masuk ke rumah. “Baunya sangat menyengat dan mengganggu pernapasan, sehingga pintunya rumah saya tutup, kalau tidak kuat sementara waktu pindah (ngungsi) dulu ke rumah orang tua ,” lanjutnya.
Masalah ini bukan cerita baru. Bertahun-tahun sudah, warga dan lingkungan menjadi korban dari sistem pengelolaan sampah yang seolah berhenti di tempat.
Sampah yang meluber ke bahu jalan bukan hanya mengurangi estetika, tapi juga membawa risiko kesehatan, menjadi biang keladi bagi penyakit dan gangguan lingkungan.
Bayangkan, sampah yang seharusnya dikelola dengan baik, kini menjadi gunung di tepi pantai, membuat desa ini terlihat seperti lukisan dystopia yang hidup.
Warga desa berharap ada aksi nyata berupa strategi pengelolaan sampah yang berkelanjutan, atau bahkan mungkin teknologi daur ulang yang bisa mengubah sampah menjadi berkah.
Solusi Desa
Kholis, Kepala Urusan Perencanaan Desa Campurejo menjelaskan, sudah ada rencana bahwa pembuangan sampah tersebut ke luar desa.Yakni di Desa Banjaranyar Kecamatan Paciran, di lahan bekas galian yang sudah tidak terpakai.
Hal itu sudah diskusikan dengan yang punya tempat bekas galian tadi. Tapi masih menunggu jawaban mereka.
Baca juga: Soedirman, Bukan Sekadar Jenderal Perang
“Ke depan akan di siapkan truk besar sebagai sarana untuk mengangkut sampah tersebut ke luar, dan tempat ini akan dijadikan pujasera,” katanya, Rabu (9/10/2024).
Semoga janji itu menjadi gerakan nyata. Karena jika dibiarkan, desa ini mungkin akan terus berkisah tentang asap dan sampah, bukan tentang keindahan laut dan kehidupan warganya yang sejahtera. (#)
Jurnalis Nurkhan Penyunting Mohammad Nurfatoni