Panduan

Anak Belum Bisa Bicara? Begini Cara Menerapi Wicara

×

Anak Belum Bisa Bicara? Begini Cara Menerapi Wicara

Sebarkan artikel ini
Jika anak belum bisa bicara jangan putus asa. Ada speech therapy alias terapi wicara yang bisa dilakukan. Seperti disampaikan oleh Mutia Zakia dari Rumah Tabinda Malang pada UMM Autism Summit 2024.
Mutia Zakia dari Pusat Terapi Rumah Tabinda Malang. (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Jika anak belum bisa bicara jangan putus asa. Ada speech therapy alias terapi wicara yang bisa dilakukan. Seperti disampaikan oleh Mutia Zakia dari Rumah Tabinda Malang pada UMM Autism Summit 2024.

Tagar.coSpeech therapy semakin dini dilakukan membuat penanganan anak yang belum bisa bicara akan semakin efektif. Ada banyak terapi yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan anak berbicara.

Jika anak belum bisa bicara karena kurang distimulasi, Anda bisa mengajaknya melakukan terapi berikut ini.

Massage Oral

Kalau anak belum bisa bicara sama sekali, bisa distimulasi dengan massage oral terlebih dahulu. Pijat area sekitar mulut yang bisa menstimulasi anak bicara.

Imitasi Oral

Setelah itu, ajarkan imitasi oral. Yakni anak diminta menirukan gerakan oral yang bisa mendorongnya lebih mudah bicara.

Pertama, ajak anak belajar membuka mulut. Beri instruksi singkat dan padat. Misal, “Tirukan a-a-a.”

“Buka lebar mulutnya!”

Tidak perlu memberikan terlalu banyak instruksi seperti, “Ayo cepat, segera tirukan dulu A.”

Kedua, ajak anak mencucu. Misal, tirukan m-m-m.

Baca juga: Strategi dan Intervensi Terkini untuk Anak dengan Autisme

Ketiga, ajak anak adu gigi untuk melatih kekuatan rahang sehingga anak bisa bicara dengan jelas. Adu gigi ini mengetukkan gigi bagian atas dan bawah.

Kadang ada anak yang mengucapkan A saja dengan pelan. Ini bisa jadi karena rahangnya lemah akibat minimnya stimulasi.

Baca Juga:  Ikatan Dokter Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok

Kalau anak kesulitan mengadu gigi, berikan sebuah apel yang belum dikupas atau potong. Ajak dia menggigit apelnya. Ingat, jangan potong apelnya agar anak ada upaya menggigit!

Keempat, ajak anak menjulurkan lidah. Ini berkaitan dengan kemampuan anak mengucapkan huruf L dan R.

Jika memungkinkan, bisa menggunakan alat bantu chewy tap atau sikat gigi. Katakan, “Ayo buka mulut, julur lidahnya, lidahnya kita sikat ya.” Sikat perlahan lidahnya.

Baca jugaUMM Autism Summit 2024 Libatkan Banyak Pihak

Kita juga bisa memancing dengan memberikan permen yang agak jauh di depannya. Ajak anak menjilat.

Bisa pula dengan oral sponge. Ini seperti permen yang ada tusuknya, tapi atasnya spons. Jadi kita bisa sikat sekalian lidah anak menggunakan oral sponge ini.

Kelima, ajak anak mendesis. Ini berkaitan dengan kemampuan anak mengucapkan huruf S. Misal, tirukan s-s-s.

Untuk anak berusia 2-3 tahun yang speech delay, kita bisa mengajaknya dengan permisalan, “Ayo coba tirukan suara ular, s-s-s.”

Keenam, ajak anak meniup. Ini bisa membantunya dalam hal pernapasan. Karena ada anak yang bicaranya sangat pelan akibat napasnya belum kuat. Katakan, “Tiup!”

Kalau anak menolak, ajak bermain meniup gelembung, lilin, atau terompet.

Area oral ini perlu distimulasi dulu. Ada anak yang sudah berusia 9 tahun ke atas tapi belum bicara. Bisa jadi area oralnya belum matang.

Baca Juga:  Jejak Digital Bisa Jadi Hantu Kehidupan

Kalau anak sudah terstimulasi di area ini, anak bisa disebut sudah matang untuk mampu berbicara. Maka terapi bisa lanjut masuk ke stimulasi vokal.

Stimulasi Vokal

Pertama, humming. Contohkan, mmm. Sambil sampaikan, “Ayo tirukan mmm!” “Tutup mulut, m.” Kalau anak tidak bisa, bisa kita bantu dengan jari kita mengatupkan kedua bibirnya.

Kedua, bubbling. Ajarkan anak babbling dimulai dari target pengucapan yang mudah dulu: B, P, dan M. Kita sebut ini sebagai huruf bibir. Cara kita mencontohkan babbling harus jelas. Misal, bababa, papapa, mamama.

Jika babbling yang mudah sudah bisa lancar, lanjut belajar babbling yang lebih sulit, huruf-huruf lidah. Seperti gagaga, tatata, dadada. Terakhir, babbling R. Misal, rarara.

Jadi dalam mengajarkan babbling tidak wajib sesuai abjad. Kalau belajar dimulai dari yang paling mudah dulu, insyaallah anak akan lebih senang belajarnya. Kalau anak senang, ia akan mau konsisten belajar. Jadi lebih cepat proses belajarnya.

Baca jugaPengalaman Dosen Singapura Mengajari Anaknya yang Autis Bisa Membaca, Ini Resepnya

Kalau baru belajar langsung dikasih target yang susah, anak akan lebih frustasi. Pembimbing pun merasa lelah karena anak tidak juga bisa meski sudah diajari. Salah-salah, pembinanya ikut tantrum juga, hehehe.

Terapi ABA

Terapi di atas dilakuan dengan pendekatan Applied Behaviour Analysis (ABA). Jadi kalau anak mengucapkan lainnya, tidak sesuai instruksi kita, maka beri punishment dengan mengatakan, “Tidak.”

Baca Juga:  Bikin Cerpen yang wow, Praktikkan Langkah Ini

Lalu tekankan lagi apa yang harus anak lakukan, “Tirukan A.”

Setiap hari, terapi di atas dilakukan tiga kali selama tiga set putaran. Jika pada percobaan ketiga anak masih tidak bisa menirukan, bantu mencontohkan.

Terapi wicara tidak harus mahal dan dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya. Guru atau orangtua juga bisa melakukannya asal mengetahui kondisi anak dan fungsi terapi yang sesuai. (#)

Disampaikan oleh Mutia Zakia dari Rumah Tabinda Malang pada UMM Autism Summit 2024 di lantai 4 GKB 4 UMM, Kamis (3/10/2024). https://www.instagram.com/rumah.tabinda.mlg?igsh=cG0zNW5xMnpneWo5

Jurnalis Sayyidah Nuriyah  Penyunting Mohammad Nurfatoni