Opini

Transformasi Turki dan Harapan Pemerintahan Prabowo

×

Transformasi Turki dan Harapan Pemerintahan Prabowo

Sebarkan artikel ini
Transformasi Turki terus berjalan berupaya mengembalikan kejayaan khilafah Usmani yang dihancurkan oleh gerakan sekulerisasi Mustafa Kemal.
Daniel Mohammad Rosyid dan istri di depan Monumen Republik Turkiye, Taksim Square, Istanbul. (Tagar.co/Daniel)

Transformasi Turki terus berjalan berupaya mengembalikan kejayaan khilafah Usmani yang dihancurkan oleh gerakan sekulerisasi Mustafa Kemal.

Opini oleh Daniel Mohammad Rosyid, guru besar ITS dan Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam Jawa Timur.

Tagar.co – Menginjakkan kaki di Istambul, Turkiye, hari ini (Kamis, 3/10/2024), jejak proyek sekulerisasi dari pengaruh Khilafah Usmani masih terasa nyata. Penanda pertama adalah Monumen Republik Turki (Cumhuriyet Anıtı) di Taksim Square, Istambul.

Dipimpin oleh Mustafa Kemal  yang kemudian di sebut Attaturk atau Bapak Turki, Republik Turki berdiri di atas puing-puing Khilafah Turki Usmani yang resmi dijatuhkan melalui serangkaian konferensi sejak 1922 yang memuncak pada 1924 dalam the Treaty of Laussane, di Swiss.

Sebagian wilayah Turki sekarang, saat itu sudah dikuasai oleh Inggris dan Prancis. Khalifah terakhir, Abdul Majid II, harus tersingkir oleh penggantinya mantan perwira Laskar Khilafah Turki Mustafa Kemal.

Dalam dua dekade terakhir terjadi transformasi besar di bekas negeri super power Islam ini. Transformasi itu mulai dipimpin PM Necmettin Erbakan, mentor Recep Tayyip Erdogan Presiden Turki hari ini.

Gerakan sekulerisasi di Turki masih bertahan hingga hari ini di tengah upaya Erdogan untuk mengembalikan visi khilafah Usmani yang berjaya sejak penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Muhammad al-Fatih pada 29 Mei 1453 melalui pengepungan selama 53 hari.

Kini Erdogan berusaha membentuk sebuah Turki Raya yang mencakup bangsa-bangsa berbahasa Turki di negara-negara eks USSR seperti Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhtan, dan Tajikistan.

Baca Juga:  Susunan Lengkap Kabinet Merah Putih

Baca Juga Daftar Lengkap Pimpinan DPR, DPD, dan MPR 2024-2029: Cara Pemilihannya Berbeda

Pilihan sejarah ke akar khilafah Islam yang pernah berjaya selama 625 tahun ini merupakan pilihan yang lebih bisa diterima dan masuk akal daripada harus kembali ke akar Bizantium atau Romawi Timur yang Kristen jika bukan pagan.

Apa yang bisa umat Islam bangsa Indonesia ambil hikmah dari proses transformasi yang kini digelorakan oleh presiden terpilih Prabowo?

Seperti Republik Turki, para pendiri bangsa telah dengan sadar memilih negara-bangsa Republik Indonesia sebagai sebuah instrumen baru perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.

Perlu dicermati bahwa segera setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia juga menjadi proyek sekulerisasi global untuk mencegah kebangkitan khilafah.

Melalui serangkaian perjanjian terutama Konferensi Meja Bundar 1949, Barat yang dipimpin AS sebagai pemenang Perang Dunia II berhasil memaksakan sebuah arsitektur tata dunia baru setelah keruntuhan khilafah Turki Usmani.

Arsitektur ini kini sedang melemah seiring dengan kepemimpinan moral Barat yang makin mengering di tengah kebangkitan China melalui BRICS.

Nusantara pernah menjadi kawasan dengan pengaruh khilafah Turki Usmani yg cukup kuat. Interaksi kerajaan Nusantara dengan khilafah Turki Usmani sudah terjadi. Nusantara menikmati situasi makmur dan damai sampai kedatangan bangsa Portugis, lalu Belanda yang tidak puas hanya dengan berdagang rempah-rempah Nusantara.

Islam yang mempersatukan Nusantara mengalahkan sukuisme yang jumlahnya ratusan sehingga memungkinkan kelahiran an imagined community yang disebut bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Kabinet Merah Putih Obesitas? Apa Penyebabnya?

Bhinneka Tunggal Ika tidak bisa dibayangkan tanpa Islam dan Islam pula yang menyelamatkan Nusantara dari genosida seperti nasib suku Indian di Amerika, atau suku aborigin di Australia.

Jika Turki membangun transformasinya dari akar kekhalifahan Usmani, Indonesia bisa melakukan transformasinya dengan mengambil juga inspirasi Islam yang sudah menjadi kekuatan melawan penjajahan.

Puncak inspirasi itu telah dirumuskan secara cemerlang oleh para ulama lurus bersama tokoh-tokoh pendiri bangsa dalam UUD 45 sebagai pernyataan perang melawan nekolim.

Baca Juga Turki, Euro 2024, dan Pecahnya Rekor Itu

UUD 45 sebagaimana diberlakukan kembali melalui Dekret Presiden 5 Juli 1959 adalah syarat perlu agar transformasi menuju Indonesia Emas 2045 memiliki pijakan filosofis yang kokoh dan akar dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Syarat cukup transformasi itu adalah pertama, pendidikan yang memerdekakan dan memperluas kesempatan belajar bagi generasi muda agar berakhlak, beradab, sehat, dan produktif.

Kedua, pasar yang terbuka dan adil bebas riba. Ketiga, investasi yang memperkuat kemandirian berbasis potensi agro-maritim yang melimpah. Keempat, birokrasi yg kompeten, amanah, dan bebas dari KKN.

Kelima, pasokan energi yang memadai untuk tumbuh 5-7% pertahun selama 20 tahun ke depan. Keenam, pemerintahan maritim yang efektif untuk memeratakan dan memperluas basis pembangunan, dan mempersatukan Indonesia.

Dari pengalaman Republik Turkiye selama 20 tahun terakhir yang secara bertahap melawan sekulerisme Barat yang sudah mengakar 80 tahun lebih, Republik Indonesia, kini Prabowo, bisa belajar banyak.

Baca Juga:  Fauzan Jaga Tradisi Rektor UMM Jadi Anggota Kabinet?

Dalam dunia yang makin multipolar ini, peluang itu makin terbuka saat tata dunia lama ini sedang runtuh karena semakin kehilangan relevansi dan legitimasi moralnya.

Distrik Fetih, Istanbul, 3 Oktober 2024.

Penyunting Sugeng Purwanto