Budaya

Sirikit Syah dan Perjuangan Kemanusiaan

×

Sirikit Syah dan Perjuangan Kemanusiaan

Sebarkan artikel ini
Sirikit Syah
https://sirikitsyah.wordpress.com/about/

Selain dikenal sebagai dosen, Sirikit Syah juga banyak berkecimpung di dunia sastrawan. Karya-karya sering kali mengangkat human interest dari berita-berita di koran, seperti perselingkuhan, pelecehan, dan ketidakadilan.

Tagar.co – Hernani Sirikit Syah lahir di Surabaya, 28 Juli 1960. Dia adalah tokoh persuratkabaran, pengamat media, dan seniman berkebangsaan Indonesia.

Anak ke-7 dari dua belas bersaudara, Sirikit berasal dari suku Jawa dan beragama Islam. Pendidikan formalnya sejak SD sampai dengan SMA dia selesaikan di Surabaya. Selepas SMA, dia meneruskan ke Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Negeri Surabaya dan lulus pada tahun 1984 dengan skripsi Cerpen-cerpen Ernest Hemingway di bawah bimbingan Budi Darma.

Dia menikah dengan Choirul Anam dan dikaruniai dua putra, Aldila Kirana dan Bintang Choirulputra. Namanya dikenal melalui karya-karya sastranya berupa esai, puisi, dan cerita pendek yang dipublikasikan di sejumlah media massa.

Sirikit sudah menyukai dunia tulis menulis sejak sekolah dasar. Kemampuannya menulis berkembang baik semasa SMA karena banyak membaca dan bergaul dengan para seniman. Dia aktif menulis ketika mahasiswa di FPBS IKIP Surabaya. Dia pernah memenangkan lomba penulisan cerpen antarmahasiswa FPBS se-Indonesia tahun 1979—1980.

Sirikit Syah adalah alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Setelah tidak aktif di SCTV dan RCTI. Dia  merupakan salah satu akademisi di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya (Stikosa-AWS)  pendiri Sirikit School of Writing (SSW).

Baca Juga:  Putu Wijaya, Sastrawan Energetik dan Serbabisa

Sirikit Syah tergolong cerpenis koran karena cerpen-cerpennya terbit lebih dulu di koran sebelum diterbitkan menjadi buku dan menunjukkan keterikatannya dengan aturan koran, yaitu pendek dan masalah-masalahnya tidak jauh dari masalah yang diberitakan koran.

Baca juga: Arifin C. Noer dan 5 Fakta sang Legenda Sastra Indonesia

Kumpulan cerpen pertamanya berjudul Harga Perempuan dan diterbitkan oleh penerbit Gorong-gorong Budaya, Jakarta pada tahun 1997. Kumpulan cerpennya yang ke-2 berjudul Sensasi Selebriti diterbitkan oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta pada tahun 2007.

Sirikit menolak tawaran menjadi dosen di almamaternya dan memilih bergabung dengan Surabaya Post sebagai wartawan. Pada tahun 1988, dia mendapat beasiswa dari Nihon Shimbun Kyokai (NSK) Jepang.

Dunia Pertelevisian

Ketika sudah menduduki jabatan redaktur pada tahun 1990, Sirikit beralih ke SCTV dan memulai kariernya dari bawah kembali. Kariernya di SCTV berkembang mulai dari pengkliping pemberitaan, staf humas, sekretaris, manager produksi, penulis script, reporter, produser hingga koordinator liputan Indonesia Timur.

Tahun 1996, Sirikit berhenti dari SCTV dan menjadi koresponden  The Jakarta Post serta konsultan di Centre for Television Research and Inovations (Centris).

Tahun 1994—1995, dia mendapat beasiswa Hubert H. Humphrey dari pemerintah Amerika Serikat untuk kuliah dan magang di bidang jurnalisme televisi di AS. Dia kuliah di Syracuse University, Syracuse, New York kemudian magang di stasiun lokal WHTV-5 yang berafiliasi dengan CBS dan di CNN biro Washington DC. Sirikit adalah wanita karier yang banyak berkecimpung dalam dunia kewartawanan.

Baca Juga:  Cak Nun: Antara PSK, Lautan Jilbab, dan Suara Perlawanan

Di Jawa Timur, namanya tidak dapat dilepaskan dari dunia komunikasi. Tahun 1996, dia mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat Media Watch yang mengamati dan mengkaji liputan-liputan dan tulisan-tulisan yang dimuat di berbagai media. Kajian itu diterbitkan setiap bulan dalam bentuk newsletter.

Dia juga menjadi penggerak peace journalism di Jawa Timur. Untuk itu, dia mendapat penghargaan dari lembaga asal Jepang, Ashoka pada tahun 2002. DIa menjadi ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur tahun 2004.

Baca juga: Putu Wijaya, Sastrawan Energetik dan Serbabisa

Di samping sebagai wartawan dan sastrawan, dia juga dikenal sebagai budayawan, seniman, dosen, dan ibu rumah tangga. Dia banyak aktif di bengkel-bengkel kesenian. Dia pernah menjabat Ketua Bengkel Muda Surabaya, Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Surabaya, dan Ketua Presidium Dewan Kesenian Surabaya.

Dalam dunia akademik, Sirikit juga tercatat pernah menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) dan menjadi dosen di Universitas Dr. Soetomo.

Peran ganda Sirikit sebagai wartawan dan sastrawan tergambarkan dalam cerpen-cerpennya yang juga meramu dua unsur yang tidak selamanya sama, yaitu kontemporer dan kontekstual. Cerpen-cerpen Sirikit memang cocok untuk koran karena memenuhi hakikat koran, yaitu berita.

Sirikit mengangkat sisi human interest dari berita-berita di koran, seperti perselingkuhan, pelecehan, dan ketidakadilan. Sirikit Syah meninggal dunia pada 26 April 2022 karena kanker yang telah lama menggerogoti tubuhnya.

Baca Juga:  Sirkus Pernikahan: Kisah Akrobatik Rumah Tangga Agus Mulyadi-Kalis Mardiasih

Karya Terbaik

  1. Harga Perempuan (kumpulan cerpen, 1977)
  2. Media Massa di Bawah Kapitalisme (kumpulan esai media, 1999)
  3. Media, Budaya dan Politik di Indonesia Orde Baru (terjemahan karya David T. Hill dan Krishna Sen, 2002)
  4. Muhammad Sang Nabi (terjemahan karya Karen Amstrong, 2002)
  5. Keadilan untuk Semua (kumpulan esai HAM, 2003)
  6. Memotret dengan Kata-kata (kumpulan puisi, 2004)
  7. Sensasi Selebriti (kumpulan cerpen, 2007) (#)

Jurnalis Ichwan Arif Penyunting Mohammad Nurfatoni