Kemendikbudristek butuh 18.000 soal Asesmen Nasional setiap tahun. Selain kuantitas, tantangan dalam membuat soal ini adalah standar kualitas. Tiap tahun, soal-soal itu diganti yang baru.
Tagar.co – Di tengah suasana Edutech Solutions Summit yang berlangsung di Renaissance Bali Nusa Dua, Nurhasan Hamka, seorang Developer Asesmen dari Pusat Asesmen Pendidikan (Pusmendik), mengungkapkan sebuah angka yang mengejutkan.
Katanya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membutuhkan tidak kurang dari 18.000 soal setiap tahunnya untuk Asesmen Nasional (AN).
“Tantangan ini bukan hanya tentang kuantitas, tetapi bagaimana kita memastikan setiap soal memenuhi standar kualitas yang ditetapkan,” jelas Nurhasan di hadapan para peserta summit pada hari Jumat, 6 September 2024.
Proses Penyusunan Soal yang Menantang
Proses penyusunan soal AN ini melibatkan lebih dari 200 penulis dari kalangan guru dan praktisi pendidikan. Mereka tidak hanya menulis, tetapi juga terlibat dalam tahapan validasi, uji coba, dan penyempurnaan. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa setiap soal benar-benar mampu mengukur kemampuan siswa dengan akurat dan relevan dengan kurikulum terkini.
Nurhasan menjelaskan, “Setiap tahun, soal-soal ini diganti baru. Kami tidak menggunakan lagi soal yang sudah pernah dipakai sebelumnya.”
Baca juga: Daftar Negara yang Terbanyak Menerbitkan Buku Ber-ISBN
Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadapi tantangan unik dalam distribusi dan aksesibilitas pendidikan. Nurhasan menyoroti kesenjangan informasi yang terjadi karena kendala geografis. “Hanya sekitar 20 persen guru yang memiliki akses langsung ke pelatihan, yang mengakibatkan terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang dapat mereka terapkan di kelas,” jelas Nurhasan Hamka.
Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi pengetahuan yang mengalir hingga ke tingkat yang lebih rendah di sekolah. Ketidakseimbangan ini menghambat upaya untuk menyediakan pendidikan ber
Strategi untuk Mengatasi Kesenjangan
Untuk mengatasi masalah ini, Kemendikbudristek mengembangkan dua strategi utama:
Pertama, Platform Merdeka Mengajar (PMM): Didesain sebagai solusi digital yang inklusif, PMM memungkinkan guru di seluruh Indonesia, termasuk di daerah terpencil, untuk mengakses pelatihan mandiri.
“Dengan Pelatihan Mandiri di PMM, guru-guru di seluruh Indonesia dapat mengakses materi pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan mereka, kapan saja dan di mana saja,” ungkapnya.
Kedua, dengan Komunitas Belajar di Sekolah: Membangun ekosistem lokal di mana guru dapat berkolaborasi, berbagi praktik terbaik dan pengetahuan.
“Komunitas Belajar ini menjadi wadah bagi para guru untuk saling mendukung dan berbagi pengalaman praktik terbaik, sehingga mereka dapat bersama-sama meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah masing-masing,” tambahnya.
Dampak dan Harapan Masa Depan
Sejak diluncurkan, PMM telah mencatat lebih dari 361.000 guru mengikuti pelatihan setiap bulannya, menunjukkan antusiasme dan kebutuhan nyata akan akses ke sumber daya pendidikan. Nurhasan optimis. “Dengan memperluas jangkauan platform ini, kita membuka jalan bagi guru untuk terus belajar dan berkembang, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Dalam dunia pendidikan yang terus berubah, upaya Kemdikbudristek ini tidak hanya menjawab tantangan saat ini tetapi juga mempersiapkan landasan untuk masa depan pendidikan yang lebih inklusif dan berkualitas. (#)
Jurnalis Naimul Hajar Penyunting Mohammad Nurfatoni