Opini

Merayakan Kelahiran Nabi saat Wahyu Pertama Turun

×

Merayakan Kelahiran Nabi saat Wahyu Pertama Turun

Sebarkan artikel ini
Tahun Baru Hijriah
Daniel Mohammad Rosyid

Kelahiran Nabi lebih tepat bila dirayakan bertepatan dengan wahyu pertama turun. Bukan dirayakan saat kelahiran Muhammad bin Abdullah seperti Natal untuk merayakan kelahiran Yesus putra Maryam.

Opini oleh Daniel Mohammad Rosyid, Ketua Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur, Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS.

Tagar.co – Hari ini, umat Islam Indonesia merayakan Maulid Nabi dengan berbagai cara dan alasan. Jika yang dirayakan kelahiran Muhammad bin Abdullah, maka ini tidak jauh berbeda dengan perayaan Natal yang merayakan kelahiran Yesus putra Maryam. 

Namun merayakan kelahiran Nabi Adam yang diserupakan keajaibannya dengan kelahiran Yesus tidak banyak dilakukan. Dalam tradisi awal Islam, perayaan kelahiran Muhammad bin Abdullah tidak pernah dilakukan karena dinilai tidak terlalu penting. Yang lebih dinilai penting justru momen hijrah Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah. 

Seperti Yesus telah banyak disalahpahami, Muhammad Rasulullah Saw pun sering disalahpahami. Yesus jelas berdarah Yahudi karena keturunan Ya’qub bin Ishaq. Yesus menggemparkan komunitasnya karena menawarkan jalan keselamatan pro bono.

Baca juga: Tahun Baru Hijriah: Menyelamatkan Martabat Kemanusiaan

Sebelumnya, orang harus membayar para pendeta Yahudi untuk diselamatkan dari dosa dan kuasa iblis. Gara-gara mengganggu pasar keselamatan ini, Yesus dituduh telah mencemari agama Yahudi sehingga menimbulkan gejolak sosial, bahkan mengarah menjadi gerakan politik melawan Pontius Pilatus Gubernur Judaea di bawah Kaisar Tiberius di Roma. 

Baca Juga:  Di Balik Kekalahan Telak Indonesia dari Jepang

Praktik-pratik menjual agama oleh para tokoh agama sudah lama terjadi hingga hari ini. Tokoh-tokoh ini menulis berbagai macam kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu mengatakannya itu dari Tuhan demi uang recehan. 

Realitas semacam ini pula yang dihadapi Muhammad bin Abdullah sejak dia dilahirkan. Tumbuh remaja lalu dewasa, pemuda Muhammad melihat praktik-praktik itu membingungkan sehingga membuatnya gelisah. 

Banyak tokoh agama, tapi perbudakan di mana-mana, juga penghinaan pada kaum perempuan.  Sampai dia menerima wahyu yang memberinya penjelasan atas realitas jahiliah masyarakat Makkah, Yastrib, dan Syams, serta Jazirah Arab pada umumnya. 

Kelahiran Nabi saat Wahyu Pertama Turun

Saat wahyu kali pertama diturunkan itulah yang sebenarnya perlu dirayakan sebagai kelahiran Nabi, bukan saat kelahiran Muhammad bin Abdullah. Demikian itulah Muhammad bin Abdullah bertransformasi dari kondisi hidup galau dalam kebingungan menjadi hidup berpetunjuk. 

Baik Yesus maupun Muhammad pernah dituduh radikal dan pengganggu ketenteraman umum. Anehnya sekarang tuduhan serupa seringkali ditujukan pada sebagian tokoh Islam oleh pejabat negara. Muslim dianggap intoleran, sedangkan Islam dianggap sebagai musuh Pancasila. Padahal Islamlah yang memungkinkan Pancasila hidup subur di Nusantara, dan gagasan sebuah bangsa baru yang disebut bangsa Indonesia bisa diterima. 

Begitulah saat ini banyak manusia mengaku Muslim tapi enggan meniru jejak langkah hidup Muhammad, seperti banyak yang mengaku Kristen tapi enggan meniru jejak langkah Yesus. Seringkali Muslim enggan menjadikan hidup Rasulullah Saw sebagai uswatun hasanah dengan membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘aalamiin melalui teladan akhlak yang mulia. Jika beriman lebih dekat pada cinta,  bukan sekadar percaya, maka berislam itu bagi Muslim adalah tantangan pembuktikan cinta yang paling nyata. Bukan sekadar omon-omon dan makan-makan. (#)

Baca Juga:  Nabi Muhammad Saw, Akhlaknya Adalah Al-Quran

Genteng, Banyuwangi, 15 September 2024.

Penyunting Mohammad Nurfatoni