Panduan

Kelas Menengah ‘Turun Kasta’

×

Kelas Menengah ‘Turun Kasta’

Sebarkan artikel ini
Kelompok kelas menengah Indonesia jumlahnya menurun secara drastis. Menurut Badan Pusat Statistik pada 2019 jumlahnya 53,33 juta dan pada tahun 2024 jumlah itu menurun menjadi 'hanya' 47,85 juta. 
Ilustrasi AI/Grok-X

Kelompok kelas menengah Indonesia jumlahnya menurun secara drastis. Menurut Badan Pusat Statistik pada 2019 jumlahnya 53,33 juta dan pada tahun 2024 jumlah itu menurun menjadi ‘hanya’ 47,85 juta. 

Tagar.co – Kelas menengah di Indonesia belakangan ini menjadi perbincangan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data bahwa jumlah kelompok mengalami penurunan drastis.

Pada 2019, kelas menengah yang didominasi oleh kalangan penduduk usia produktif—mulai dari Gen X, Milenial, hingga Gen Z—jumlahnya 53,33 juta atau sebanyak 21,45 persen dari penduduk Indonesia. Pada tahun 2024 jumlah itu menurun menjadi ‘hanya’ 47,85 juta atau tersisa 17,13 persen.

Dari 47,85 juta orang itu, 24,77 persen merupakan Gen X (lahir 1997-2012), 24,6 persen Milenial (1981-1996), dan 24,12 persen Gen Z (1997-2012).

Untuk kalangan Preboomers (di bawah 1946) porsinya hanya sebanyak 1,12 persen dari total kelas menengah di Indonesia. Lalu, untuk golongan Boomers (1946-1964) sebesar 12,62 persen dan sisanya untuk generasi Alpha (2013-2024) sebesar 12,77 persen.

Siapa Kelas Menengah?

BPS mendefinisikan kelas menengah sebagai kelompok masyarakat dengan pengeluaran antara 3,5 sampai 17 kali lipat dari garis kemiskinan nasional.

Pada Maret 2024 BPS menetapkan nilai garis kemiskinan nasional sebesar Rp 582.932 per kapita per bulan.

Artinya, masyarakat Indonesia yang tergolong kelas menengah tahun 2024 ini memiliki rentang pengeluaran antara Rp 2.040.262 sampai Rp 9.909.844 per kapita per bulan.

Baca Juga:  Tafsir Surat Al-Insyirah: Satu Kesulitan Beragam Jalan Keluar

Baca juga: Persentase Ponsel Aktif di Indonesia Lebih Tinggi daripada Dunia

Menurut World Bank, yang disebut kelas menengah (middle class) adalah mereka yang punya pengeluaran sebesar Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per bulan per kapita.

Warga dengan pengeluaran Rp 532 ribu sampai 1,2 juta per bulan per kapita masuk dalam kategori kelompok menuju kelas menengah.

Sementara mereka yang masuk kelas rentan adalah dengan pengeluaran Rp 354 ribu hingga Rp 532 ribu per kapita.

Proporsi Pengeluaran Masyarakat Kelas Menengah Indonesia (2014-2024) (Tabel databoks.katadata.id)

Belanja Turun 10 Tahun Terakhir

Menurut data BPS, pola belanja masyarakat kelas menengah Indonesia mengalami pergeseran dalam 10 tahun terakhir.

Pada 2014 sebanyak 45,53 persen pengeluaran kelas menengah dialokasikan untuk belanja makanan. Kemudian pada 2024 porsinya turun  menjadi 41,67 persen.

Selama periode tersebut porsi pengeluaran kelas menengah untuk perumahan juga turun dari 32,87 persen menjadi 28,52 persen.

Kemudian porsi pengeluaran untuk pendidikan turun dari 4,32 persen menjadi 3,66 persen; dan untuk kesehatan turun dari 3,27 persen menjadi 2,86 persen.

Di sisi lain terjadi kenaikan porsi pengeluaran untuk barang atau jasa lainnya, pajak, kendaraan, keperluan pesta, pakaian, barang tahan lama, dan hiburan seperti terlihat pada grafik.

“Tetapi secara umum memang prioritas pengeluaran kelas menengah adalah makanan, perumahan, dan barang jasa lainnya,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (28/8/2024) lalu, dikutip dari databoks.katadata.co.id.

Baca Juga:  Indonesia Punya 3,39 Juta Guru, Terbanyak di Provinsi Ini

Menurut BPS, kelompok kelas menengah turun kasta karena pengaruh Covid-19 yang terjadi sejak tahun 2019. Salah satu dampaknya adalah banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

Penopang Ekonomi

Kelompok kelas menengah memiliki persentase konsumsi sebesar 82 persen dari total konsumsi seluruh masyarakat Indonesia. Jumlahnya yang tidak sedikit juga otomatis memengaruhi besaran kontribusi terhadap negara.

“Kelas menengah berkontribusi terhadap penerimaan perpajakan, mereka berkontribusi pembukaan lapangan kerja, dan mereka juga menentukan produktivitas perdagangan, ekspor, dan juga industri di Tanah Air,” ujar Media Wahyudi, peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), dikutip dari detik.com

“Jadi ketika kelas menengah turun pendapatannya itu sebetulnya menggambarkan struktur ekonomi secara keseluruhan. Menggambarkan industri manufaktur, menggambarkan industri jasa, progres pengembangan pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Dengan beberapa kontribusi ini, kelas menengah menurutnya merupakan penopang ekonomi paling besar di Indonesia.

“Kalau kelas menengah rentan, maka implikasinya terhadap PDB itu juga sangat signifikan sekali karena kontribusinya adalah yang paling besar dibandingkan kelas bawah dan kelas atas. Jadi itu menjadi patokan apakah ekonomi itu bergeser naik atau justru stagnan,” ujarnya. (#)

Mohammad Nurfatoni, dari berbagai sumber