FeatureUtama

Permintaan Penggantian Azan Magrib dengan Running Text saat Misa Jadi Polemik

×

Permintaan Penggantian Azan Magrib dengan Running Text saat Misa Jadi Polemik

Sebarkan artikel ini
Presiden Joko Widodo dan Paus Fransiskus mengadakan pertemuan empat mata di Veranda Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (4/9/2024). (Indonesia Papal Visit Committe/Hendra A Setyawan/Kompas.id

Permintaan penggantian azan Magrib dengan running text saat misa akbar yang akan dipimpin Paus Fransiskus menuai polemik. Diniatkan sebagai bentuk toleransi tapi malah dianggap ketidakpekaan pada umat Islam.

Tagar.co – Sebuah surat bernomor B-86/DJ.V/BA.03/09/2024 beredar di media sosial. Sebenarnya surat tersebut ditujukan kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 9, Jakarta Pusat 10110.

Surat yang ditandatangani secara digital oleh 
Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin dan Dirjen Bimas Katolik Suparman pada tanggal 1 September 2024 itu berisi Permohonan Penyiaran Azan Magrib dan Misa bersama Paus Fransiskus.

Surat dibuka dengan kalimat: “Sehubungan dengan surat Panitia Kunjungan Paus Fransiskus Nomor 350/PAN-EXT-KP/VIII/2024 (terlampir) tanggal 9 Agustus 2024, perihal Permohonan Dukungan, bersama ini disampaikan hal-hal berikut.” 

Pertama, Kementerian Agama menyarankan agar misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada tanggal 5 September 2024 pada pukul 17.00 -19.00 WIB disiarkan secara langsung dengan tidak terputus pada seluruh televisi nasional.

Kedua, sementara itu, di antara pukul 17.00-19.00 WIB azan Magrib juga disiarkan. Ketiga, sehubungan dengan hal tersebut, mohon kiranya penyiaran azan Magrib dapat dilakukan dengan running text.

Keempat, teknis penayangan siaran kedua momen tersebut diserahkan sepenuhnya kepada 
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Pool TV.


Surat tersebut ditembuskan pada Menteri Agama, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, dan Ketua Panitia Kunjungan Paus Fransiskus.

Surat Kemenag. Permintaan Penggantian Azan Magrib dengan Running Text saat Misa Jadi Polemik

Ditindaklanjuti Kominfo

Atas permintaan Kemenag tersebut, Kemenkominfo melalui Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Pos dan Informatika Wayan Toni Supriyanto, mengeluarkan surat tertanggal 2 September 2024. Surat bernomor B-2026/DJPPI/HM.05.08/09/2024 itu ditujukan kepada para Direktur Utama Lembaga Penyiaran serta para Ketua Asosiasi dan Persatuan Lembaga Penyiaran.

Baca Juga:  Tahun Baru Hijriah: Menyelamatkan Martabat Kemanusiaan

“Permohonan penyiaran azan Magrib dan misa bersama Paus Fransiskus,” demikian judul hal surat tersebut, dikutip dari rri.co.id

Surat tersebut, berisikan tiga hal. Pertama, meminta agar pelaksanaan misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus pada Kamis 5 September 2024 pada pukul 17:00 WIB, sampai dengan 19:00 WIB disiarkan secara langsung. Serta tidak terputus pada seluruh televisi nasional.

“Sementara itu, di antara pukul 17:00 sampai dengan 19:00 WIB, azan Magrib juga disiarkan,” begitu angka dua isi surat tersebut. Namun, penayangan adzan Magrib dalam angka dua tersebut, dilakukan tak seperti biasa.

“Sehubungan dengan hal tersebut, mohon kiranya penyiaran azan Magrib dapat dilakukan dengan running text,” bunyi isi surat tersebut.  

Running text, merupakan berita atau informasi disiarkan stasiun-stasiun televisi melalui tulisan singkat di sisi bawah program. Sementara azan Magrib selama ini, dilakukan serempak oleh stasiun-stasiun televisi. Yakni, melalui penghentian sementara seluruh program atau acara yang sedang berjalan.

Surat Kemenkominfo. Permintaan Penggantian Azan Magrib dengan Running Text saat Misa Jadi Polemik

Penjelasan Juru Bicara Kemenag

Juru bicara Menteri Agama Sunanto alias Cak Nanto menjelaskan alasan Kemenag mengirimkan surat kepada Kemenkominfo terkait tayangan azan Maghrib saat misa yang dipimpin Paus Fransiskus. 

Menurut dia misa tersebut akan diikuti puluhan ribu umat Katolik. Selain umat yang hadir langsung ke Gelora Bung Karno, misa juga akan diikuti umat yang menonton melalui siaran TV.

“Kapasitas yang ikut misa di Gelora kan gak cukup, bahkan disiarkan secara langsung kan oleh TV-TV nasional,” kata Cak Nanto kepada wartawan, Rabu (4/9/2024) dikutip dari detik.com.

Cak Nanto menjelaskan, misa akbar dengan Paus Fransiskus ini akan dimulai pukul 17.00 WIB sampai pukul 19.00 WIB. Tentu saja jadwal pelaksanaan misa ini hampir bersamaan dengan masuknya adzan Maghrib.

Sebagai langkah toleransi beragama dan untuk menghormati umat Katolik, maka Kemenag menyarankan kepada Kominfo agar pada saat itu azan Maghrib tetap diumumkan di televisi, tapi melalui running text atau teks berjalan. Dengan demikian, pada momen ini tayangan kumandang azan tidak ditampilkan seperti biasanya.

“Untuk menghargai keutuhan ibadah umat Katolik, maka Kemenag meminta untuk azan itu biar tidak terpotong ibadah misanya. Sebagai jalan tengahnya, agar ibadah umat Katolik tidak terpotong, maka kami meminta untuk memberi pemberitahuan. Jadi ini untuk menghargai toleransi sekaligus menghargai ibadah agar mereka beribadah secara utuh,” jelasnya.

Baca Juga:  Merayakan Kelahiran Nabi saat Wahyu Pertama Turun

Menuai Reaksi

Permintaan penggantian azan Maghrib dengan running text tersebut menuai reaksi. Salah satunya dari Ketua Perguruan Tinggi Dakwah islam (PTDI) Jawa Timur Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA.

“Kita harus menghormati kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia sebagai pemimpin spiritual umat Katolik sedunia,” ujar Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan ITS itu pada Tagar.co, Rabu (4/9/2024). 

Dia menyampaikan, di tengah dunia yang makin bineka dengan kebangkitan BRICS dan kemunduran Barat-AS, sebagai bangsa yang bertuhan kita perlu lebih asertif menunjukkan dengan teladan mulia bahwa umat Islam adalah unsur penting yang tak terpisahkan dari peradaban dunia. 

Tapi, lanjutnya, sekaligus unsur utama evolusi bangsa Indonesia ini menuju bangsa dan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 

Maka, menghilangkan kumandang azan di jaringan TV nasional saat acara misa yang dipimpin Paus Fransiskus tepat waktu Maghrib menunjukkan ketidakpekaannya yang tidak perlu dalam even ini. Hal itu dia anggap sebagai gimmick belaka.

Dalam semangat kebinekaan yang tulus itulah Islam perlu dilihat sebagai aset untuk memperkaya dan menyelamatkan kemanusiaan yang saat ini justru terancam oleh perubahan iklim dan perang ilegal di banyak tempat. 

“Tugas umat Islam adalah membuktikan bahwa Islam adalah rahmatan lil’aalamiin dan a world without Islam a total mess.

Hormati Local Wisdom

Tanggapan lain datang dari Dr. H.M, Hilmi Firdausi, M.Sc, Pimpinan YPI Baitul Hikmah dan PPA Assa’adah.

“Dari berita di media, setahu saya Paus Fransiskus datang membawa misi perdamaian. Beliau pun digambarkan sebagai orang yang cinta damai dan bersahaja,” tulisnya dalam akun X @hilmi28, Rabu (4/9/2024).

“Coba deh tanya kepada beliau, apakah hal-hal seperti di surat edaran perlu dilakukan? Bukankah misi perdamaian yang dibawa itu tentunya harus menghargai local wisdom (kerarifan lokal) dan kebiasaan-kebiasan yang sudah dilakukan penduduk lokal,” tambahnya. 

“Tidak cukupkah misa yang merupakan siar agama dilaksanakan di stadion terbuka dan disiarkan semua TV nasional sebuah negara berpenduduk mayoritas Muslim? Apakah kumandang azan yang cuma beberapa menit itu dianggap mengganggu? Mari sama-sama kita saling menghormati demi kerukunan antarumat beragama,” kata dia, (#)

Mohammad Nurfatoni, dari berbagai sumber