Opini

Paskibraka Mahakarya Seniman Muslim

×

Paskibraka Mahakarya Seniman Muslim

Sebarkan artikel ini
Pakibraka adalah maha karya seniman sekaligus negarawan Habib Muhammad bin Husein Al Muthahar. Maka sangat ironis bila tahun ini ada larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri.
Anggota Paskibraka 2024 berbaris seusai dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8). (Antara Foto/Sigid Kurniawan).)

Paskibraka adalah mahakarya seniman sekaligus negarawan Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad Al-Muthhar. Maka sangat ironis bila tahun ini ada larangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri.

Tagar.co  Penampilan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang dilakukan para pelajar menjadi salah satu rangkaian penting dalam Upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1946.

Disebut penting karena mengingatkan pada peristiwa 17 Agustus 1945 yang mengiringi pembacaan teks Proklamasi oleh Bung Karno dan Bung Hatta berlangsung sederhana dan penuh khidmat di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Bendera pusaka yang dijahit Ibu Fatimah bin Hasan Din awalnya dikibarkan oleh Abdul Latif Hendraningrat, Suhud Sastro Kusumo, dan Surastri Karma Trimurti.

Baca juga: Anggota Paskibraka Lepas Jilbab, Dipaksa atau Sukarela?

Dalam peringatan Detik-Detik Proklamasi berikutnya Paskibraka menjadi sorotan karena formasinya yang menarik, rancak, disiplin, dan rapi, layaknya sebuah sendratari. Tidak aneh jika penampilan Paskibraka demikian indah karena lahir dari sentuhan seorang seniman negarawan Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar.  H. Mutahar, demikian nama populernya, juga menciptakan lagu Hari Merdeka yang heroik dan fenomenal.

Dalam peringatan detik-detik Proklamasi pertama berlangsung di Gedung Agung Yogyakarta keinginan H. Muthahar memanggil siswa siswi dari seluruh Indonesia terhalang akomodasi dan suasana perang kemerdekaan. Paskibraka 17 Agustus 1946 beranggotakan siswa-siswi dari sekitar Yogyakarta.

H. Mutahar (Foto id.wikipedia.org)

Jilbab Bagian Keragaman

Paskibraka yang beranggotakan siswa-siswi dari seluruh Indonesia mencerminkan keragaman budaya, suku, bangsa, agama, provinsi dan luas geografis Indonesia. Keragaman sebagai kekayaan dan kebanggaan, tidak terkecuali keragaman penampilan siswi berjilbab tidak selayaknya ternoda oleh sikap intoleran sebagian oknum.

Baca Juga:  Dampak TikTok pada Budaya Digital

Kejadian aneh terjadi sat pengukuhan Paskibraka tanggal 13 Agustus 2024 di Istana Garuda Nusantara yaitu tidak satu pun Paskibraka putri yang berjilbab.

Baca jugaGaruda di IKN Menunduk, Malu dan Lesu?

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menyatakan anggota Paskibraka putri yang biasa berjilbab melepas jilbab secara “sukarela” dan membuat pernyataan di atas materai. Pihak-pihak yang punya ide Paskibraka putri tanpa hijab layak disebut intoleran.

Penjelasan tentang melepas jilbab secara sukarela dan pernyataan bermeterai justru menegaskan adanya tekanan dan intimidasi terstruktur.

Perjuangan Siswa Berjilbab

Peristiwa demikian mengingatkan pada periode tahun 1990-an ketika banyak siswa putri di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri berjuang mengenakan jilbab. Beragam unjuk rasa para siswa dan mahasiswa akhirnya membuahkan hasil dibolehkannya jilbab bagi siswa dan mahasiswa putri.

Tetapi perjuangan belum berhenti ketika memasuki tahap kelulusan dengan larangan foto berjilbab pada ijazah. Beberapa siswa putri yang kukuh berjilbab untuk foto ijazah diminta membuat pernyataan di atas materai isinya tidak akan menuntut pihak sekolah jika ijazah dengan foto berjilbab di kemudian hari dianggap tidak sah.

Baca juga: Empat Macam Kemerdekaan, Sudahkah Dirasakan Bangsa Indonesia?

Syukur alhamdulillah periode tersebut telah lewat. Reformasi 1998 membuka jalan kebebasan bersikap dan berpendapat. Perlahan jilbab menjadi tren busana Muslimah, termasuk busana resmi di sekolah-sekolah dan instansi-instansi pemerintah termasuk di kesatuan-kesatuan TNI-Polri.

Baca Juga:  40 Negara dengan Persentase Muslim Tertinggi 2024, Indonesia Tak Masuk 30 Besar

Jilbab Berkibar di Olimpiade Paris

Sangat naif jika hari ini masih ada yang mempermasalahkan jilbab Muslimah dalam kegiatan resmi kenegaraan. Olimpiade Paris 2024 sempat diwarnai diskriminasi pada beberapa atlet berjilbab tetapi tidak berlanjut. Beberapa atlet wanita dari negeri Muslim tampak tetap mengenakan jilbab tanpa mengganggu aktivitasnya, termasuk atlet angkat besi Indonesia Nurul Akmal dan pemanah Diananda Choirunisa.

Peraih emas panjat tebing Veddriq Leonardo tampil beda dengan training panjang, bukan celana pendek sebagaimana atlet panjat tebing umumnya. Pakaian Veddriq mencerminkan adab berpakaian pria Muslim dan tidak menghalanginya meraih emas.

Baca juga: Gelar Upacara HUT Kemerdekaan RI di IKN, Pemerintah Anggarkan Rp 87 Miliar

Tidak ada paksaan untuk beragama Islam, juga tidak ada paksaan pada nonmuslim untuk berbusana menurut syariat Islam. Tetapi memaksa pengguna busana Muslim untuk melepaskan atributnya tanpa alasan yang diperbolehkan agama bertentangan dengan makna kemerdekaan menjalankan agama.

Perayaan Hari Kemerdekaan jangan jadi ajang mengekang kemerdekaan dengan alasan yang mengada-ada. Anggota Paskibraka putri yang berjilbab telah melewati seleksi ketat dari daerah sampai pusat. Artinya jilbab bukan atribut terlarang, kecuali sebagian oknum di IKN merasa bukan bagian dari NKRI sehingga merasa berhak mengusulkan dan coba-coba aturan sendiri. (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni