Apa yang dimaksud dengan wahyu? Benarkah wahyu hanya diberikan pada para Nabi dan Rasul? Apakah manusia lain mendapat wahyu? Dalam pengertian apa wahyu telah berakhir pada Nabi Muhammad Saw?
Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).
Tagar.co – Wahyu berarti isyarat yang cepat atau bisikan yang halus. Wahyu dan derivatnya disebut tidak kurang dari 78 kali dalam Al-Quran. Beberapa di antaranya; Surat Al-Anbiya’/21:45, An-Najm/53:4, Asy-Syura/42:51, dan lain-lain. Secara istilah wahyu adalah firman Allah yang dianugerahkan kepada para Nabi atau Rasul.
Tidak Hanya pada Nabi
Allah menganugerahkan wahyu tidak hanya kepada para Nabi, melainkan juga kepada:
a. Alam, sebagaimana firman-Nya: “Maka Dia (Allah) menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang …” (Fushilat/41:12; baca juga Al-Zalzalah/99:1-5).
b. Binatang, sebagaimana firman-Nya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan tempat-tempat yang dihuni manusia.”, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang lelah dimudahkan bagimu …” (An-Naml/16:68-69).
Baca juga: Antara Ikhtiar dan Takdir
c. Malaikat, sebagaimana firman-Nya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat “Sesungguhnya akan bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang lelah beriman” (Al-Anfal/8:12).
d. Manusia (bukan Nabi), sebagaimana firmannya: “Dan kami wahyukan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu kuatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu kuatir dan jangan bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul ” (Al-Qashash/28:7; baca juga Al-Maidah/5:11).
Allah berkata-kata dengan manusia dengan tiga cara; sebagaimana firman-Nya: “Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir, atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia maha tinggi lagi maha bijaksana” (Asy-Syura/42:51).
Baca juga: Jahil, Bermacam-macam Kebodohan Menurut Al-Qur’an
Wahyu Syar’i Sudah Sempurna
Peluang untuk mendapatkan wahyu Allah—sesuai dengan pengertian bahasa—selalu ada. Tetapi wahyu syar’i sudah sempurna, sehingga tidak mungkin ada lagi Nabi baru.
Penutup dan penyempurna syariat yang dibawa para Nabi sudah datang, Muhammad Saw. “Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (Al-Ahzab/33:40).
Jika ada orang merasa mendapat wahyu, periksalah terlebih dahulu, wahyu Allah atau wahyu setan. Sebab setan juga sengaja mewahyukan perkataan yang indah-indah dengan tujuan untuk menipu manusia.
Baca juga: Kibir, yang Sombong Tak Akan Mencium Bau Surga
“Dan demikianlah Kami jadikan tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin, sebagian mereka mewahyukan (membisikkan) kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia. Jikalau Tuhanmu menghendaki niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’am/6:112).
Kerusakan telah tampak, maka kembalilah kepada wahyu syar’i (Al-Qur’an), sebagai petunjuk hidup manusia. Semakin mendekatlah kepada-Nya, agar “wahyu”-Nya senantiasa menyertai derap langkah kita. Dengan wahyu-Nya seharusnya manusia akan mengendalikan alam dan dirinya. (#)
Penyunting Mohammad Nurfatoni