Tagar.co

Home » Ismail Haniyeh, Hamas Tak Pernah Mati walau Pemimpinnya Mati
Ismail Haniyeh selalu lolos dari target pembunuhan Israel dan AS. Dia memimpin Hamas dari luar Palestina melawan penindasan Zionis.

Ismail Haniyeh, Hamas Tak Pernah Mati walau Pemimpinnya Mati

Ismail Haniyeh selalu lolos dari target pembunuhan Israel dan AS. Dia memimpin Hamas dari luar Palestina melawan penindasan Zionis.
Ismail Haniyeh (mee)

Ismail Haniyeh selalu lolos dari target pembunuhan Israel dan AS. Dia memimpin Hamas dari luar Palestina melawan penindasan Zionis.

Opini oleh Azzam Tamimi, akademisi dan aktivis politik Palestina asal Inggris, Pemimpin Redaksi TV Alhiwar.

Tagar.co – Kalimat itu pernah disampaikan Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas, dalam pidato-pidatonya sebelum dia terbunuh dalam serangan bom Israel di Iran, Rabu (31/7/2024).

Haniyeh mengatakan, pemimpin dan pejuang Hamas sudah banyak yang dibunuh Israel berkali-kali namun Hamas tetap eksis dan berjuang hingga penjajah Palestina itu hancur.

Bagi anggota Hamas dan warga Palestina pendukungnya, kesyahidan bukanlah kerugian. Dalam doktrin Islam hanya ada dua pilihan: mati syahid atau menang.

Peristiwa pembunuhan Haniyeh pada Rabu dini hari. Waktu itu dia kunjungan resmi menghadiri acara pelantikan presiden baru Iran Masud Pezeshkian. 

Hamas singkatan dari  حركة المقاومة الاسلامية (Harakat al-Muqawama al-Islamiyyah) yang berarti Gerakan Perlawanan Islam. Lahir dari rahim organisasi Ikhwanul Muslimin Palestina pada Desember 1987. Pada tahun itu Haniyeh adalah kader muda yang menginjak usia 25 tahun.

Baca Juga Lobi Yahudi Menembus Islam Indonesia

Dia dan teman-temannya terlahir sebagai pemimpin. Lahir pada tanggal 23 Desember 1962 dari keluarga pengungsi yang meninggalkan tanah airnya dekat kota Ashkelon, Palestina, pada masa pengusiran Nakba tahun 1948. Ismail Haniyeh dibesarkan dan tinggal di kamp pengungsi Al-Shati di utara Jalur Gaza.

Pendidikan dasar dan menengahnya di sekolah Unrwa Gaza. Lanjut ke Institut Al-Azhar dan Universitas Islam di Gaza. Di universitas dia belajar Sastra Arab dan bergabung dengan Ikhwanul Muslimin.

Ketika lulus universitas pada musim panas tahun 1987 dia mengikuti perang Intifada Palestina dan lahirlah Hamas. Dia ditahan oleh pasukan Israel pada tahun 1987 dan 1988.

Setahun setelah lepas ditangkap kembali dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Setelah dibebaskan, Israel menahannya lagi pada musim dingin tahun 1992 dan mendeportasinya bersama lebih dari 400 pemimpin senior dan aktivis Hamas ke Lebanon Selatan.

Sosok Pemersatu

Sejak usia muda, Ismail Haniyeh seorang orator brilian. Karakteristik kepemimpinan yang penting dalam budaya Arab Islam. Ia dikenal karena kecintaannya pada puisi. Namun ia mulai mendapatkan ketenaran ketika pembebasan Syekh Ahmad Yassin, salah satu pendiri Hamas.

Setelah upaya pembunuhan yang gagal terhadap pemimpin Hamas di Yordania, Khaled Meshaal, pada tahun 1997, Haniyeh ditunjuk sebagai manajer kantor dan asisten pribadi Syekh Yassin.

Baca Juga Yahudi Ultra Ortodoks Tolak Wajib Militer untuk Perang Palestina

Rekan-rekan Haniyeh setuju bahwa dia adalah sosok pemersatu. Di kalangan Hamas, ia tidak dipandang kontroversial, melainkan mewakili aliran tengah yang moderat dan arus utama dalam gerakan tersebut.

Inilah yang dengan cepat mengangkatnya ke jajaran teratas gerakan ketika serangkaian pembunuhan melenyapkan seluruh generasi pendiri dan pemimpin, seperti Imad Aqil pada 24 November 1993, Yahya Ayyash pada tanggal 5 Januari 1996, Jamal Salim dan Jamal Mansur pada tanggal 31 Juli 2001, Mahmud Abu Hannud pada tanggal 23 November 2001.

Kemudian Salah Shehadah pada 22 Juli 2002, Ibrahim al-Maqadma pada 8 Maret 2003, Isma’il Abu Shanab pada 21 Agustus 2003, Syekh Ahmad Yassin pada 21 Maret 2004, Abd Al-Aziz al-Rantisi pada 17 April 2004, dan Saleh al-Arouri pada 2 Januari 2024.

Ketika Israel mencoba membunuh Syekh Yassin untuk pertama kalinya pada tanggal 6 September 2003, Haniyeh bersamanya dan keduanya menderita luka ringan. Syekh Yassin terbunuh dalam upaya kedua enam bulan kemudian setelah salat subuh saat dia meninggalkan masjid.

Ide Tidak Pernah Mati

Pada bulan Januari 2006, Hamas menang besar dalam pemilihan legislatif Palestina. Ismail Haniyeh termasuk pemimpin blok Hamas dengan 76 dari 132 anggota dewan legislatif.

Dia segera diminta oleh Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmud Abbas untuk membentuk pemerintahan Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

Namun pada tahun berikutnya, ketegangan antara Hamas dan Fatah yang dipimpin Mahmud Abbas meningkat. Perang di Gaza meletus dan akibatnya Gaza berada di bawah kendali Hamas, sementara Tepi Barat jatuh di bawah kendali Fatah.

Pada tanggal 6 Mei 2017, Haniyeh dipilih oleh Dewan Syura Hamas sebagai pemimpin biro politik gerakan menggantikan Khaled Meshaal yang memegang posisi tersebut sejak tahun 1995.

Baca Juga Masjid Istiqlal dan UIN Jadi Target Zionis

Departemen Luar Negeri AS mengumumkan pada 31 Januari 2018 bahwa mereka menambahkan nama Ismail Haniyeh ke dalam daftar terorisme.

Sejak itu dia masuk dalam target pembunuhan. Karena itu keluar Palestina dan memimpin organisasi di luar negeri. Kematian Haniyeh tak akan mematikan Hamas. Akan lahir pemimpin baru yang militan di antara banyak kader  pejuang.

Hamas adalah gerakan yang berdasarkan pada ide, dan ide tersebut tidak akan mati apapun yang terjadi.

Pertanyaan yang banyak ditanyakan adalah: bagaimana Iran bisa dengan mudah ditembus Israel dan apa tanggapan mereka terhadap pelanggaran serius terhadap keamanan dan pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan mereka?

Suksesi

Pembunuhan ini pasti menimbulkan pertanyaan tentang nasib perundingan gencatan senjata dengan Israel. Sangat kecil kemungkinannya Hamas menghentikan perang.

Kepemimpinan Hamas, baik di Gaza maupun di diaspora, menyadari bahwa Israel kini lebih fokus dalam perang di Gaza. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu jelas tidak ingin perang berakhir sampai Hamas tidak ada lagi dan Gaza berada di bawah kendali langsung pemerintah koalisinya.

Dia tidak pernah peduli dengan para sandera. Hamas masih bertaruh akan terjadinya keretakan lebih lanjut di kalangan Zionis terkait perang tersebut.

Baca Juga Cita-Cita Menakjubkan, Lahirnya Pembebas Palestina

Sebelum pembunuhan ini, Haniyeh memiliki dua wakil, Musa Abu Marzouq dan Khalil al-Hayya. Salah satu dari kedua orang tersebut akan diberi tanggung jawab menjalankan biro politik.

Hamas seharusnya bersiap untuk putaran Pemilu berikutnya tahun ini jika bukan karena perang. Jika kesepakatan gencatan senjata tercapai dalam waktu dekat, penyelenggaraan Pemilu mungkin bisa dilakukan.

Para pesaingnya tidak terbatas pada tokoh-tokoh sejarah, namun Khaled Meshaal tetap menjadi salah satu tokoh yang paling karismatik dan lebih mungkin mengumpulkan suara bulat dalam gerakan tersebut. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto

Tulisan ini juga dimuat di middle east eye.

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *