Buku

Berkelana di Kota Suara yang Tidak Selamanya Indah dan Manis

×

Berkelana di Kota Suara yang Tidak Selamanya Indah dan Manis

Sebarkan artikel ini
Novel Kita Pergi Hari Ini
Novel Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-Tempat Indah dalam Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Berkelana di Kota Suara bersama 5 anak berjalan tidak mulus. Menginginkan keindahan, tetapi di Kota Terapung Kucing Luar Biasa, bersama penduduk berupa kucing menyerupai manusia muncul keganjilan.

Resensi oleh Ichwan Arif, Guru Bahasa Indonesia SMP Muhammadiyah 12 GKB (Spemdalas) Gresik. 

Tagar.co – Awal mula melihat sampul novel Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-Tempat Indah dalam Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie dengan gambar lima anak kecil yang sedang menatap ke daerah perbukitan yang cantik, kita pasti berpikir buku ini adalah buku yang manis dan menyenangkan.

Tapi, siapa sangka jika di balik sampul dan tampilan anak-anak tersebut, buku ini mengandung cerita yang mengangkat isu menyeramkan, triggering (pemicu), dan absurd.

Kelima anak kecil yang tinggal di kota kecil bernama Kota Suara, memiliki keinginan untuk menyusuri sebuah kota yang mengagumkan, tempat di mana tinggalnya makhluk yang luar biasa.

Kota Terapung Kucing Luar Biasa namanya. Ya, sesuai dengan namanya, kota tersebut dipenuhi oleh penduduk berupa kucing yang menyerupai manusia. Berjalan dengan dua kaki, menggunakan dua tangan, bekerja, dan melakukan aktivitas lain layaknya seorang manusia. Bahkan, mereka kucing luar biasa dapat menjadi seorang pengasuh bagi anak manusia.

Baca juga: Kumcer Godlob: Potret Indonesia Kekinian

Petualangan tiga anak Keluarga Mo, yaitu Ma, Mi, dan Mo, dan dua anak kembar yang tinggal di samping rumahnya, Fifi, dan Fufu, menyusuri Kota Terapung Kucing Luar Biasa bersama dengan pengasuh kucing mereka yang bernama Nona Gigi adalah sebuah kesalahan.

Sinopsis

“Hal yang paling menyeramkan di dunia ini adalah anak-anak.”

Dikisahkan ada sebuah kota yang disebut sebagai Kota Suara, yang mana di kota ini, jumlah populasi anak kecil jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah populasi orang dewasa.

Dari banyaknya jumlah populasi anak-anak, ditambah dengan sifat alami anak kecil, terdapat banyak keributan di kota tersebut. Keributan yang disebabkan anak-anak yang tertawa, teriak, menangis, dan menjerit.

Oleh karena keributan ini, masyarakat Kota Suara mulai melupakan nama asli dari kota tersebut. Dari situ lah asal usul kota tersebut disebut sebagai Kota Suara.

Baca jugaBudi Darma, Sastrawan Pencetus Teknik Kolase dalam Berkarya

Kisah ini berawal dari salah satu keluarga kecil di Kota Suara, yang beranggotakan lima orang. Seorang ayah, ibu, dan tiga orang anaknya. Keluarga ini disebut sebagai Keluarga Mo, di mana ada Bapak Mo, Ibu Mo, dan tiga anak yang bernama Ma, Mi, dan Mo.

Kondisi ekonomi di Kota Suara menuntut penduduknya untuk mencari uang lebih. Sebab seluruh harta Kota Suara telah diraup habis oleh penjahat. Seluruh uang yang ada di dasar laut diambil oleh perompak, seluruh uang yang ada di bawah tanah diambil oleh perampok, dan seluruh uang yang ada di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat.

Baca Juga:  Han Kang, Novelis Korea Meraih Nobel Sastra 2024

Orang-orang dewasa yang menempati Kota Suara setiap harinya harus bekerja keras demi menghasilkan uang, untuk dapat menghidupi dirinya sendiri beserta keluarganya. Tidak terkecuali Bapak Mo dan Ibu Mo.

Aktivitas keseharian Bapak Mo dan Ibu Mo adalah bekerja, dan sebagian besar waktu mereka habis karena sibuk bekerja. Maka itu, Bapak Mo dan Ibu Mo tidak memiliki banyak waktu yang dapat dihabiskan untuk mengurus dan bermain bersama anak-anaknya.

Baca jugaArsitektur Hujan: Merasakan di Negeri Benda Ciptaan Afrizal Malna

Memakai jasa seorang pengasuh anak bukanlah suatu pilihan bagi Keluarga Mo, karena Bapak dan Ibu Mo tidak mempunyai uang lebih untuk membayar jasa tersebut.

Namun, terdapat satu pilihan yang memungkinkan keluarga yang kondisinya seperti Keluarga Mo, yang tidak memiliki penghasilan yang banyak, tetapi juga tidak memiliki waktu untuk menjaga anak-anaknya, yakni dengan memakai jasa pengasuh berbentuk kucing luar biasa yang tidak perlu dibayar atau gratis.

Kucing luar biasa berasal dari sebuah kota di luar Kota Suara yang bernama Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Sesuai dengan namanya, seluruh populasi kota ini adalah kucing.

Kucing luar biasa bukanlah sebuah sebutan tanpa makna, melainkan sebutan yang menggambarkan keadaan kucing penduduk Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Kucing-kucing penduduk kota tersebut tidak seperti hewan kucing biasa, tetapi para kucing tersebut menyerupai seorang manusia.

Berjalan dengan dua kaki, memiliki dua tangan, bisa berbicara, bisa melakukan aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki akal seperti manusia. Begitu juga dengan pengasung yang disewa jasanya oleh Bapak dan Ibu Mo.

Pengasuh kucing luar biasa ini meminta Keluarga Mo untuk memanggilnya Nona Gigi.

Kehadiran Nona Gigi ke dalam Keluarga Mo membawa kedamaian hati bagi Bapak dan Ibu Mo. Sebab, dengan hadirnya Nona gigi, kehidupan anak-anak Bapak dan Ibu Mo, yakni Ma, Mi, dan Mo menjadi terurus, dan mereka dapat terus bekerja keras dengan merasa tenang.

Kehadiran Nona Gigi kemudian memungkinkan Ma, Mi, dan Mo untuk bersosialisasi ke luar rumah. Ma, Mi, dan Mo kemudian berkenalan dan dekat dengan dua anak kembar yang tinggal di samping rumahnya. Kedua anak tersebut bernama Fifi dan Fufu.

Baca jugaKang Abik, Penulis Ayat-Ayat Cinta hingga Dari Sujud ke Sujud

Ma, Mi, dan Mu, serta Fifi dan Fufu berteman baik dan saling berbagi cerita. Ternyata, mereka memiliki satu cerita yang sama, yakni orang tua mereka berlima memiliki janji untuk membawa mereka semua pergi jalan-jalan.

Berdasarkan sifat alami seorang anak kecil, ketika mereka diberikan sebuah janji, maka mereka akan menagihnya sewaktu-waktu. Ma, Mi, dan Mo, serta Fifi dan Fufu kemudian menagih janji orang tuanya.

Baca Juga:  Jawabanku untukmu, Morin

Pada akhirnya, orang tua mereka menepati janji tersebut dengan memutuskan satu hari di mana mereka dapat pergi jalan-jalan. Namun, oleh sebab kondisi hidup mereka yang pas-pasan, orang tua mereka tidak dapat menemani anak-anaknya jalan-jalan, karena tidak dapat meninggalkan pekerjaan.

Akhirnya orang tua pun meminta Nona Gigi sebagai pendamping alan-jalan Ma, Mi, Mo, Fifi, dan Fufu. Para anak-anak memutuskan untuk pergi ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Dari sinilah kisah perjalanan yang tidak terduga dimulai.

Untuk dapat sampai ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa, mereka harus naik kendaraan yang disebut kereta air. Kereta air ini memiliki bentuk yang unik, bentuk badan kereta air menyerupai sebuah daun, jadi tiap-tiap penumpangnya akan duduk di sebuah daun. Sedangkan, lantai pijakan dari kereta air akan berubah menjadi air ketika para penumpang duduk.

Baca jugaAsma Nadia: Mahir Menulis Bukanlah Instan, Butuh Proses dan Jam Terbang

Perjalanan menuju Kota Terapung Kucing Luar Biasa mengharuskan mereka untuk singgah di sebuah tempat yang bernama Sirkus Sendu. Tidak seperti sirkus pada umumnya, yang mana setelah menonton sirkus penontonnya akan merasa senang, Sirkus Sendu adalah kebalikannya.

Reaksi penonton setelah menonton Sirkus Sendu adalah merasakan kesedihan, bahkan hingga menangis. Bukan tanpa tujuan Sirkus Sendu ini diadakan, karena tangisan penumpang yang menonton Sirkus Sendu merupakan bahan bakar kererta air, yang memungkinkan mereka untuk pergi ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa.

Akhirnya, mereka pun dapat sampai ke Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Pemandangan pertama yang disuguhkan sesampainya di sana adalah pemandangan yang mengagumkan bagi seorang manusia.

Bagaimana tidak, para kucing di sana sungguh hidup seperti para manusia. Memiliki rumah, memiliki pekerjaan, ada yang bekerja di darat, bekerja di laut, dan melakukan aktivitas manusia lainnya.

Ma, Mi, Mo, Fifi, dan Fufu, bersama dengan Nona Gigi pun melanjutkan perjalanan menyusuri Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Nona Gigi membawa mereka berpetualang menyusuri Kota Terapung Kucing Luar Biasa yang indah dan megah.

Namun, petualangan mereka tidak berjalan seperti ekspektasi. Tak lama setelah petualangan dimulai, keanehan mulai terjadi, muncul masalah demi masalah dan juga ancaman, kebenaran mulai terkuak.

Petualangan kelima anak kecil tersebut dipenuhi oleh kejadian mengerikan yang bertubi-tubi. Bahkan, kejadian mengerikan yang terburuk dapat mengorbankan keselamatan nyawa Ma, Mi, Mu, Fifi, dan Fufu.

Baca juga: Tere Liye, Penulis Misterius Serbabisa yang Kritis pada Pemerintah

Kelebihan

Novel ini ditulis dengan gaya bahasa yang cenderung nyeleneh, tapi dilengkapi juga latar yang indah. Jadi, meski pun buku ini mengandung cerita yang menyeramkan, pembaca tidak dibiarkan untuk ketakutan begitu saja.

Baca Juga:  Jajanan Lawas Khas Gresik Menyapa Pengunjung Mal

Zeggy menuliskan novel ini bagai petunjuk untuk mendapatkan jawaban yang disusun sangat rapi. Meskipun dalam bahasa yang nyeleneh, pada bagian akhir cerita, pembaca akan menemukan jawaban atas hal-hal yang dianggap tidak masuk akal sebelumnya. Susunan ini memungkinkan pembaca untuk berpikiran terbuka dan menjelajahi fantasinya.

Terdapat isu-isu sosial yang relevan dengan kehidupan nyata, yang diangkat Zesy di balik cerita fiksi ini. Hal ini kemudian menjadikan novel ini sebagai novel yang memiliki makna yang baik.

Kekurangan

Gaya tulisan Zeggy yang nyeleneh membuat novel ini tidak dapat dinikmati oleh semua orang. Terutama mereka yang lebih suka untuk membaca sesuatunya secara jelas dan langsung.

Alur cerita dalam novel ini dari awal hingga pertengahan dapat dibilang absurd. Hal ini memungkinkan sebagian orang yang membacanya dapat berhenti ketika baru mencapai tengah cerita.

Cerita yang dan menyeramkan menjadikan novel ini termasuk ke dalam novel yang berat untuk dibaca, yang absurd baik untuk dibaca hanya ketika pembaca dalam keadaan pikiran yang sehat dan optimal. Sebab, jika membaca novel ini dalam kondisi pikiran yang buruk, pembaca dapat merasakan kebingungan dan sama sekali tidak mengerti akan cerita dalam novel ini.

Baca jugaLima Sastrawan Perempuan Menginspirasi, Ada Dee Lestari

Pesan Moral

Semua orang di dunia ini saling terhubung. Hubungan antara manusia dengan manusia, atau hubungan antara manusia dengan lingkungan. Dalam sebuah hubungan, terdapat seorang yang lebih dominan atau berkuasa. Seseorang yang berkuasa ini seringkali melakukan hal-hal yang membuat pasangannya merasa tertindas, baik disengaja maupun tidak disengaja.

Hal seperti ini sangat umum terjadi, dan kian kali dapat dianggap sesuatu yang normal. Manusia harus segera membenahinya untuk berlaku secara adil antar sesama makhluk hidup, sekaligus untuk menghindari balasan atas perbuatan buruk yang telah dilakukannya.

Tradisi tidak selamanya baik, dan mempertanyakan hal-hal kecil tidak selamanya buruk. Sebuah tradisi, kebiasaan turun-temurun mestinya senantiasa dievaluasi untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Pertanyakan hal-hal kecil dalam kebiasaan, apakah masih relevan dengan masa yang dihidupi saat ini? Apakah kebiasaan ini harus untuk dilakukan?

Memiliki anak adalah tanggung jawab yang sangat besar. Jika seseorang sekiranya tidak menyanggupi untuk memiliki anak dan menjadi orang tua, maka tidak usah. Sebab, jika dipaksakan, akan dipastikan keputusan tersebut dapat menimbulkan dampak yang buruk suatu hari nanti.

Memori dan ilmu yang seseorang simpan di kepalanya sedari kecil, hendaknya senantiasa diingat dan disimpan sedemikian rupa, serta dikembangkan. Dapat dipastikan, pada suatu hari nanti, pembaca akan membutuhkan memori dan ilmu tersebut.

Zeggy di sini ingin mengingatkan pembacanya untuk mengembangkan diri dengan terus belajar dan berkarya. Selamat membaca! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni