Panduan

Cara Belanja Bahan untuk Menulis Story Telling

×

Cara Belanja Bahan untuk Menulis Story Telling

Sebarkan artikel ini
Cara menulis story telling masih sedikit diterapkan media mainstream. Tagar.co salah satu di antara puluhan ribu media yang berani mengambil cara ini agar tulisannya enak dibaca.
Elik Susanto, Pengajar Tempo Institute, saat menjelaskan teknik menulis berita story telling pada soft launching Tagar.co melalui Google Meet pada Ahad (21/7/2024). (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Cara menulis story telling masih sedikit diterapkan media mainstream. Tagar.co salah satu di antara puluhan ribu media yang berani mengambil cara ini agar tulisannya enak dibaca.

Tagar.co – Tulisan yang enak dibaca dan mudah dipahami salah satunya menerapkan model penulisan story telling. Lebih kerennya disebut jurnalisme sastrawi.

Teknis penulisan story telling yang paling utama adalah “belanja” bahan. Pengumpulan bahan menjadi modal utama untuk dapat menuliskan informasi secara bercerita. Tanpa ada bahan informasi yang cukup, jurnalis kesulitan menyajikan tulisan secara deskriptif yang apa adanya.

Pasalnya, story telling tidak sekadar mengubah dari berita atau artikel-artikel yang sudah muncul di media atau tulisan-tulisan yang sudah tersedia. Itu bisa saja tapi kita akan mengalami kesulitan jika tanpa tambahan bahan-bahan yang memadai. Terutama kebaruan informasi.

Kebaruan informasi menjadi kebutuhan karena informasi terus berkembang. Cerita masa lalu yang luar biasa fenomenal tidak akan memberi daya tarik saat diungkap sekarang apabila tidak ada sesuatu baru yang aktual.

Elemen yang penting juga adalah kejujuran dalam menulis. Mendeskripsikan apa adanya. Tidak menambah-nambahi. Yang penting faktual, bukan cerita fiktif.

Biasanya kita tergoda oleh pilihan kata yang inginnya agak seni. Akibatnya justru memaksakan diri mencari kata-kata yang bombastis. Atau kalau kita paksakan malah membuat susunan kalimatnya tidak enak. Jadi, ceritakan apa adanya saja dengan pilihan kata yang sederhana. Yang penting masyarakat memahaminya.

Baca Juga:  Peserta Berebut Ruang dan Kursi, UMM Autism Summit 2024 Seru!

Baca juga: Materi Bahasa Indonesia Kelas IX: Pengertian Teks Prosedur, Jenis, Struktur, dan Ciri

Tagar.co – Tulisan yang enak dibaca dan mudah dipahami salah satunya menerapkan model penulisan story telling. Lebih kerennya disebut jurnalisme sastrawi. 

Teknis penulisan story telling yang paling utama adalah "belanja" bahan. Pengumpulan bahan menjadi modal utama untuk dapat menuliskan informasi secara bercerita. Tanpa ada bahan informasi yang cukup, jurnalis kesulitan menyajikan tulisan secara deskriptif yang apa adanya.

Pasalnya, story telling tidak sekadar mengubah dari berita atau artikel-artikel yang sudah muncul di media atau tulisan-tulisan yang sudah tersedia. Itu bisa saja tapi kita akan mengalami kesulitan jika tanpa tambahan bahan-bahan yang memadai. Terutama kebaruan informasi.

Kebaruan informasi menjadi kebutuhan karena informasi terus berkembang. Cerita masa lalu yang luar biasa fenomenal tidak akan memberi daya tarik saat diungkap sekarang apabila tidak ada sesuatu baru yang aktual.

Elemen yang penting juga adalah kejujuran dalam menulis. Mendeskripsikan apa adanya. Tidak menambah-nambahi. Yang penting faktual, bukan cerita fiktif.

Biasanya kita tergoda oleh pilihan kata yang inginnya agak seni. Akibatnya justru memaksakan diri mencari kata-kata yang bombastis. Atau kalau kita paksakan malah membuat susunan kalimatnya tidak enak. Jadi, ceritakan apa adanya saja dengan pilihan kata yang sederhana. Yang penting masyarakat memahaminya.

Baca juga:  Materi Bahasa Indonesia Kelas IX: Pengertian Teks Prosedur, Jenis, Struktur, dan Ciri

Elik Susanto, Pengajar Tempo Institute, saat menjelaskan teknik menulis berita story telling pada soft launching Tagar.co melalui Google Meet pada Ahad (21/7/2024). (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Siapkan Bahan

Nah, tantangannya, bagaimana kita menyiapkan bahan untuk menulis story telling? Story telling mengandalkan lima panca indera kita. Itu modal yang harus kita manfaatkan supaya cerita menjadi hidup, asik, enak dibaca dan awet dibaca kapan saja.

Story telling biasanya sangat mengandalkan penglihatan. Dari rekaman mata itulah kemudian dideskripsikan. Bisa juga mendeskripsikan melalui indera pendengaran atau telinga. Bahkan ketika liputan dramatik. Misal, deskripsikan aroma asap ledakan yang masih terasa.

Tentunya dilengkapi gambar dan temuan angle menarik. Misal, proses ketika memasak atau mengunjungi objek wisata. Karena story telling tidak cukup dengan teks saja tapi platform lainnya juga harus digarap. Selain di Instagram dan Twitter, bisa di YouTube atau Tiktok yang lagi populer.

Menyajikan tulisan story telling jangan melupakan unsur 5W1H. Kadang-kadang kita terbiasa menulis, sudah asik sehingga melupakan prinsip-prinsip informasi yang elementer. Terutama keterangan waktu. Kapan kejadiannya seringkali terlupakan.

Baca juga: Bakat Saja Tidak Cukup, Penulis Cerita Anak Harus Paham Ini

Sentuhan Personal

Yang paling utama dalam menulis story telling yaitu sentuhan personal. Itu bisa meyakinkan pembaca sehingga pembaca semakin percaya penulis memang betul-betul mengetahui persoalan tersebut.

Personifikasi itu memang harus dimunculkan. Tidak selalu menggunakan kata orang atau narasumber tapi sepanjang kita terlibat di situ dan faktual maka boleh kita sampaikan dalam narasinya. Ini bedanya dengan berita-berita biasa. 

Adanya tokoh bisa jadi daya tarik pembaca. Bisa pejabat, pesohor, elit dan lainnya. Tapi perlu ada nilai pesan moral yang harus diketahui pembaca.  Misal, bagaimana kesederhanaan tokoh tersebut.

Selain itu, yang harus kita biasakan saat menulis itu sudut pandang atau angle tulisan. Ini memudahkan penulis merumuskan fokus tulisan. Tanpa ada sudut pandang baru, kita akan kesulitan menarik pembaca. Kalau hanya mengulang saja, pembaca tahu ini sudah pernah ia baca, maka langsung meninggalkan artikel tersebut, tidak lanjut membacanya. (#)

Materi panduan ini disampaikan Elik Susanto pada soft launching Tagar.co, Ahad (21/7/2024) malam.

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni
Elik Susanto, Pengajar Tempo Institute, saat menjelaskan teknik menulis berita story telling pada soft launching Tagar.co melalui Google Meet pada Ahad (21/7/2024). (Tagar.co/Sayyidah Nuriyah)

Siapkan Bahan

Nah, tantangannya, bagaimana kita menyiapkan bahan untuk menulis story telling? Story telling mengandalkan lima panca indera kita. Itu modal yang harus kita manfaatkan supaya cerita menjadi hidup, asik, enak dibaca dan awet dibaca kapan saja.

Story telling biasanya sangat mengandalkan penglihatan. Dari rekaman mata itulah kemudian dideskripsikan. Bisa juga mendeskripsikan melalui indera pendengaran atau telinga. Bahkan ketika liputan dramatik. Misal, deskripsikan aroma asap ledakan yang masih terasa.

Tentunya dilengkapi gambar dan temuan angle menarik. Misal, proses ketika memasak atau mengunjungi objek wisata. Karena story telling tidak cukup dengan teks saja tapi platform lainnya juga harus digarap. Selain di Instagram dan Twitter, bisa di YouTube atau TikTok yang lagi populer.

Menyajikan tulisan story telling jangan melupakan unsur 5W1H. Kadang-kadang kita terbiasa menulis, sudah asik sehingga melupakan prinsip-prinsip informasi yang elementer. Terutama keterangan waktu. Kapan kejadiannya seringkali terlupakan.

Baca juga: Bakat Saja Tidak Cukup, Penulis Cerita Anak Harus Paham Ini

Sentuhan Personal

Yang paling utama dalam menulis story telling yaitu sentuhan personal. Itu bisa meyakinkan pembaca sehingga pembaca semakin percaya penulis memang betul-betul mengetahui persoalan tersebut.

Personifikasi itu memang harus dimunculkan. Tidak selalu menggunakan kata orang atau narasumber tapi sepanjang kita terlibat di situ dan faktual maka boleh kita sampaikan dalam narasinya. Ini bedanya dengan berita-berita biasa. 

Baca Juga:  Program Deteksi Dini untuk Siswa yang Punya Gangguan Belajar

Adanya tokoh bisa jadi daya tarik pembaca. Bisa pejabat, pesohor, elit dan lainnya. Tapi perlu ada nilai pesan moral yang harus diketahui pembaca.  Misal, bagaimana kesederhanaan tokoh tersebut.

Selain itu, yang harus kita biasakan saat menulis itu sudut pandang atau angle tulisan. Ini memudahkan penulis merumuskan fokus tulisan. Tanpa ada sudut pandang baru, kita akan kesulitan menarik pembaca. Kalau hanya mengulang saja, pembaca tahu ini sudah pernah ia baca, maka langsung meninggalkan artikel tersebut, tidak lanjut membacanya. (#)

Materi panduan ini disampaikan Elik Susanto pada Soft Launching Tagar.co, Ahad (21/7/2024) malam.

Jurnalis Sayyidah Nuriyah Penyunting Mohammad Nurfatoni