Telaah

Belajar dari Dakwah Nabi Musa pada Firaun

×

Belajar dari Dakwah Nabi Musa pada Firaun

Sebarkan artikel ini
Bagaimana dakwah Nabi Musa pada Firaun? Apa yang diminta oleh Nabi Musa ketika dia diperintahkan untuk berdakwah kepada Firaun? Dalam bentuk apa pertolongan Allah kepada para dai di dunia?
Ilustrasi hijaz.web.id dimabil dari masyarakat.net

Bagaimana dakwah Nabi Musa pada Firaun? Apa yang diminta oleh Nabi Musa ketika dia diperintahkan untuk berdakwah kepada Firaun? Dalam bentuk apa pertolongan Allah kepada para dai di dunia?

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).

Tagar.co – Seseorang dapat memberikan sesuatu karena dia mempunyai sesuatu itu. Hal yang sama terjadi pada seorang dai, jika dia ingin memperbaiki kehidupan ke arah yang lebih islami, maka dia harus sudah terbiasa dengan kehidupan islami itu. Kebiasaan hidup dengan nilai-nilai islami merupakan salah satu bekal yang harus dimiliki oleh seorang dai. Selain itu masih ada bekal-bekal lain yang harus disiapkan untuk menjadi dai.

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa alaihisalam agar berdakwah kepada Firaun, Musa meminta kepada Allah SWT sebagaimana tersebut dalam Surat Thaha/20:24- 32, ”Pergilah kepada Firaun, ’Sesungguhnya dia melampaui batas’. Musa berkata (berdoa), ’Hai Tuhanku, lapangkanlah bagiku dadaku, dan mudahkanlah bagiku pekerjaanku, dan bukakanlah ikatan dari lidahku, agar mereka memahami ucapanku dalam urusanku. Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.’ 

Baca juga: Muwalat, Hukum Menjadikan Nonmuslim sebagai Pemimpin

Apa yang diminta oleh Nabi Musa di atas merupakan bekal yang perlu dimiliki oleh dai dan dapat juga menjadi sesuatu yang diperoleh ketika proses dakwah sedang berlangsung.

Berdasar permintaan Nabi Musa di atas, bisa kita lihat bahwa pertolongan Allah SWT dapat berwujud:

Baca Juga:  Ululalbab, Tak Sekadar Ilmuwan

Lapang Dada

Dalam perjalanan dakwah pasti akan menemui hambatan dan tantangan, kelapangan dada merupakan bekal penting bagi dai agar dalam menjalankan dakwah selalu dalam keadaan emosi yang stabil dan tidak kehilangan kendali diri. 

Baca jugaAlkausar, Beragam Maknanya Menurut Ulama

Ketika Rasulullah SAW sempat lama tidak menerima wahyu, muncul ketidaknyamanan–kesempitan dada–pada beliau. Kemudian turunlah surat yang dapat melapangkan dada yaitu Surat Ad-Dhuha/93 dan Al-Insyirah/94.

Kelapangan dada kita dalam berislam sudah merupakan sebuah karunia, apalagi jika kelapangan dada itu terjadi dalam aktivitas dakwah kita. Sebaliknya kesempitan (kesesakan) dada dalam berislam merupakan suatu musibah.Begitu juga jika terjadi kesesakan dada dalam aktivitas dakwah. Maka barang siapa yang dikehendaki Allah memberi petunjuk kepadanya niscaya Dia melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki (Allah) menyesatkannya niscaya Dia jadikan dadanya sempit lagi sesak seolah-olah dia mendaki ke langit. Demikianlah Allah menjadikan kotoran atas orang-orang yang tidak beriman. (Al-An’am/6:125) 

Baca jugaAdakanlah Walimah meskipun Hanya dengan Seekor Kambing

Ukdatul Lisan

Ukdatul lisan biasanya diartikan dengan gagap atau cadel, tetapi makna ini dapat diperluas dengan: gibah, mengumpat, mencari kesalahan orang, dan bersikap tidak pantas dalam melakukan dakwah. Ukdatul lisan ini bisa menjauh ketika kita aktif dalam dakwah, karena kondisi akan mengarahkan kita untuk tidak masuk dalam kebiasaan gibah dan sejenisnya. 

Munculnya Penolong Dakwah

Baca Juga:  Indahnya Kesabaran

Dalam proses komunikasi, secara tidak langsung terjadi proses saling memengaruhi. Artinya kita yang terpengaruh orang lain atau orang lain yang terpengaruh oleh kita. 

Munculnya penolong dakwah (rijaludakwah) bisa karena proses komunikasi, dapat juga karena sesuatu yang di luar skenario rencana kita. Oleh sebab itu seorang dai tidak boleh berputus asa dengan posisi kesendirian dalam waktu tertentu, sebab rijaludakwah itu akan datang mungkin dengan tiada terduga.

Jika kita melibatkan diri dalam dakwah, maka yakinlah bahwa pertolongan Allah pasti datang. Jika kita menjauh dari dakwah, maka akan datang orang lain yang terjun mengurusi dakwah ini. Apakah tidak sebaiknya kita memilih aktif dalam dunia dakwah? Karena apa pun yang terjadi dakwah pasti berjalan! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni