TelaahUtama

Muwalat, Hukum Menjadikan Nonmuslim sebagai Pemimpin

×

Muwalat, Hukum Menjadikan Nonmuslim sebagai Pemimpin

Sebarkan artikel ini
Muwalat, Hukum Menjadikan Nonmuslim sebagai Pemimpin
Muwalat, Hukum Menjadikan Nonmuslim sebagai Pemimpin (Ilustrasi freepik.com premium)

Muwalat, bolehkah seorang Muslim menjadikan orang nonmuslim menjadi wali atau pemimpin? Adakah kondisi yang membolehkan terjadinya perwalian kepada orang nonmuslim? Bagaimana pandangan Al-Quran tentang persoalan muwalat?

Oleh Ustaz Ahmad Hariyadi, M.Si, Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri (STAINIM).

Tagar.coMuwalat artinya menjadikan seseorang sebagai wali (pemimpin/penolong). Ketika seorang Muslim menjadi wali bagi Muslim lainnya merupakan sesuatu yang seharusnya terjadi. Namun jika seorang Muslim menjadikan orang nonmuslim menjadi walinya, akan didapati penjelasan-penjelasan yang melarangnya. 

Baca juga: Adakanlah Walimah meskipun Hanya dengan Seekor Kambing

Beberapa peristiwa berikut memperkuat ketidakbolehan menjadikan orang nonmuslim menjadi wali:

Surat Ali Imran/3:28
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman akrab) di luar orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian maka tiada baginya sesuatu (pertolongan) dari Allah, kecuali kamu menjaga diri dari mereka sesuatu yang ditakuti.

Berkait dengan turunnya ayat di atas Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa saat Rasulullah SAW keluar pada Perang Ahzab, Ubadah bin Shamit mengatakan bahwa ia mempunyai 500 orang teman Yahudi dan mengusulkan kepada Nabi untuk mengajak mereka menghadapi musuh bersama supaya dapat mengalahkan mereka, lalu Allah menurunkan ayat tersebut.

Baca jugaAlkausar, Beragam Maknanya Menurut Ulama

Surat Al-Maidah/5:51
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu menjadikan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai wali (kawan setia), sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barang siapa menjadikan mereka sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang zalim

Berkait dengan ayat di atas, Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa ada dua orang yang telah mengadakan perjanjian setia dengan Bani Qainuqa’ yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul dan Ubadah bin shamit. 

Baca Juga:  Empat Sumpah Allah dalam Al-Buruj dan Kisah Ashabuluhdud

Pada saat Bani Qainuqa’ memerangi Rasulullah SAW, Abdullah bin Ubay tetap memegang teguh perjanjiannya dengan Bani Qainuqa’ sedangkan Ubadah bin shamit melepaskan perjanjian itu dan menyatakan kesetiaannya kepada Rasulullah SAW, lalu turunlah ayat tersebut.

Baca jugaNafkah, Siapa Saja yang Wajib Dinafkahi Suami?

Hadits Riwayat Muslim
Ada seorang laki-laki yang terkenal pemberani dan suka menolong menemui Rasulullah SAW dan berkata, ’Saya datang untuk ikut Anda dan memperoleh harta (rampasan bersama) Anda’. 

Rasulullah SAW berkata, ’Apakah kamu mempercayai Allah dan Rasul-Nya? Dia menjawab, ’Tidak’. Rasulullah SAW menjawab, ’Kembalilah, saya tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik.’ 

Peristiwa ini terjadi sampai tiga kali, Rasulullah tetap memberikan jawaban yang sama dan terakhir orang itu menyatakan keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya barulah beliau mengizinkan untuk mengikuti perang bersamanya.

Beberapa kejadian di atas jelas  tidak membolehkan menjadikan orang nonmuslim sebagai wali (penolong). Namun pada situasi yang berbeda ada peristiwa yang membolehkan kita menjadikan orang nonmuslim sebagai wali (penolong).

Walaupun ada peristiwa yang menunjukkan bolehnya kita meminta tolong kepada orang-orang nonmuslim, namun hendaknya dilakukan dengan pertimbangan yang matang, yang dipastikan tidak akan membahayakan akidah kita. Sebab ketika kita minta tolong kepada seseorang akan ada perasaan berutang budi kepadanya, oleh sebab itu lebih dekatlah dengan orang Muslim! (#)

Penyunting Mohammad Nurfatoni